#1 : Meet You.

Derap langkah terdengar dengan begitu jelas di lorong-lorong koridor, tungkainya berjalan menapaki lantai yang berwarna putih tulang tersebut. Keraguan dan keresahan tersampir di dalam dirinya, kedua tangannya bertaut erat, semakin dekat dengan area yang ia hampiri terasa semakin berat langkah kakinya. Namun, dirinya telah bertekad untuk yakin dengan keputusannya, tak ingin membuat temannya kecewa atas keegoisannya.

Ia adalah Aruna. Kedua tungkai tersebut membawanya ke ruang ganti untuk mengganti seragamnya sebelum mendatangi gedung olahraga yang ada di sekolahnya. Ia memutar knop pintu ruang ganti dan kekosongan yang ia dapatkan. Aruna menghela napas lega, setidaknya ada sedikit waktu yang tersisa untuk menenangkan dirinya.

Aruna telah menerima ajakan Kuroo, temannya, untuk menjadi manajer di sebuah tim besar voli di sekolahnya. Lantas, kemarin bukan pertama kalinya Kuroo membujuknya untuk menjadi manajer, akan tetapi ia selalu menolak dengan alasan yang sama, namun hari ini berbeda. Dirinya mendapat dorongan yang kuat dari dalam jiwanya agar menerima ajakan tersebut, di sinilah ia berada di gedung olahraga utama di Nekoma. Mendedikasikan dirinya menjadi manajer yang akan mengurus tim voli secara keseluruhan mulai hari ini.

“BU BOS!” Seseorang memekik nyaring saat menemukan dirinya masuk ke area gedung.

“Lo beneran mau jadi manajer tim?” Ada suara lainnya yang menginterogasinya, semua suara itu dari teman-temannya.

Sedangkan Kuroo tercengang dengan bola voli di tangannya, ia terkejut atas apa yang ia temukan hari ini. Aruna benar-benar datang menemui mereka dengan menggunakan pakaian olahraga. Kuroo tersenyum lebar dan segera menghampiri Aruna bersama teman-temannya yang lain.

“Aruna!” teriak Kuroo memanggil namanya.

“Apaan?” balas Aruna.

“Gue beneran kaget akhirnya lo mau jadi manajer buat tim voli.” timpal Kuroo dengan intonasi yang teramat antusias.

“Ya, ‘kan gue udah bilang sama lo kalo gue mau coba jadi manajer.” ucap Aruna.

“Bu bos! Wih, gue ikutan seneng nih sekarang semuanya ada di lapangan.” Bokuto mengulurkan kedua tangannya untuk mendekap Aruna dengan senang.

“Bokuto, lepasin!” Aruna melonggarkan pelukan Bokuto pada dirinya, melemparkan tatapan sinis kepada pemuda laki-laki tersebut.

“Maaf, bu bos. Gue antusias nih liat job lo sekarang jadi manajer.” lanjutnya lagi.

“Aruna, selamat ya!” Akaashi muncul dari belakang Bokuto dan memamerkan senyuman lebarnya.

“Makasih, guys. Daripada lo semua berdiri di sini mending lanjutin latihan kalian sebelum disemprot sama coach.” titah Aruna kepada teman-temannya itu.

“Iya, iya. Dadah, bu bos!” ujar Bokuto sebelum dirinya dan Akaashi berjalan menjauhinya untuk kembali bersama tim voli dari sekolahnya.

“Run, sini ikutan gue.” ajak Kuroo yang tanpa aba-aba langsung menarik tangannya untuk menghampiri pelatih Nekoma. “Coach, ini Aruna. Dia yang bakal jadi manajer tim voli untuk Nekoma, saya yakin Aruna bisa jadi manajer yang baik dan bisa serius mengurus tim kami.” Kuroo mengenalkan dirinya kepada sang pelatih voli di tim voli Nekoma, kini seluruh badan Aruna terasa kaku, bahkan ia menundukkan badannya dengan kikuk.

“Mohon kerja samanya!” ujar Aruna kepada pelatih dan guru pengurus tim voli.

Mereka menjawab bersamaan, “mohon atas kerja samanya, ya, Aruna.”

“Permisi, ya, Pak, Coach. Mau kenalin Aruna ke anak-anak yang lain dulu.” pinta Kuroo kepada kedua laki-laki paruh baya tersebut dan mereka mengangguk mengindahkan permintaan Kuroo.

“Kuroo, gue gugup.” lirih Aruna.

“Yaelah santai aja, cuman kenalan sama anak-anak voli. Lebih gugup mana pas lo nanti ketemuan sama Suna?”

Gosh. Gue baru ingat hari ini gue bakal ketemuan sama Suna juga. Aruna memejamkan matanya sebentar dan bermonolog di dalam hatinya, ia hampir terlupa bahwa hari ini ia akan berjumpa dengan Suna untuk pertama kalinya. Detak jantungnya terasa bekerja lebih cepat daripada biasanya.

“Apaan sih.” sungutnya.

Guys, kenalin nih namanya Aruna, anak kelas 2-1 yang bakal jadi manajer kita.”

“Mohon kerja samanya, ya, dan salam kenal. Kalian bisa panggil gue Aruna atau apapun yang lo mau, gue masih pemula dalam hal voli tapi gue berusaha untuk jadi yang terbaik buat kalian.” Aruna membungkukan badannya 90 derajat di hadapan tim voli yang berbaris di depannya. Timbul perasaan kagum di dalam dirinya melihat seluruh anggota tim voli membungkukan badan mereka kepadanya dan memberikannya sambutan yang hangat.

“Mohon atas kerja samanya, Aruna. Terima kasih banyak!” ucap mereka antusias.

Selang beberapa menit kemudian, latih tanding dimulai. Kali ini Nekoma harus berhadapan dengan Fukurodani. Aruna duduk di bangku yang ditempati oleh guru dan pelatih voli Nekoma, di tangannya terdapat buku khusus untuk mencatat hal-hal yang perlu ia tuliskan. Memandangi pemainan voli antar keduanya dengan seksama, walaupun ini kali pertamanya menjadi manajer di sebuah tim olahraga. Aruna cukup piawai mengamati pergerakan, ia tahu apa yang harus ia lakukan sebagai manajer.

Aruna memandangi wajah-wajah antar dua tim tersebut, saling melemparkan tatapan perlawanan dan merebut kemenangan. Di sana ada Bokuto dan Akaashi yang bergerak dengan lincah harus melawan Kenma dan Kuroo. Di luar mereka adalah kawan, namun di lapangan mereka tetaplah lawan.

Suara pluit dibunyikan bahwa permainan telah selesai dengan Fukurodani yang memenangkan pertandingan tersebut dengan perbedaan 2 poin. Aruna bergegas membagikan handuk dan botol minum kepada semua anggota, lalu ikut berkumpul bersama anggota dan pelatih.

“Runa, asal lo tau di lapangan 2 ada tim voli dari sekolah Inarizaki tuh.” Kuroo menghampiri Aruna yang tengah merapikan botol minuman mereka.

“Apa urusannya sama gue?” tanya Aruna.

“Inarizaki tuh sekolahnya Suna.” jawab Kuroo santai, lalu meninggalkan Aruna dengan ketegangan yang melanda.

Gue jadi gugup lagi. Aruna berujar di dalam hatinya. Mendengar nama Suna dapat menimbulkan keresahan di dalam dirinya, bahkan Aruna pun tak tahu mengapa.

Permainan latih tanding telah berakhir dan waktu menunjukkan pukul 8 malam, setelah mendapat arahan dari pelatih masing-masing tim, semua anggota diperbolehkan pulang. Aruna telah rampung dengan pekerjaannya, saat dirinya ingin menghampiri Kuroo dan yang lainnya. Langkahnya terpaksa dihentikan oleh sosok pemuda jangkung yang berdiri di depannya. Tubuh pemuda tinggi dan berbadan cukup besar membuat Aruna terhimpit dikarenakan badannya yang jauh lebih kecil.

“Hai, Aruna ‘kan?” ucap orang tersebut. Aruna menelan salivanya dengan susah payah, suara pemuda itu terdengar sangat berat di telinganya. Lantas, akhirnya Aruna mendongak untuk melihat wajahnya.

“I-Iya ... ” balas Aruna terbata.

Pemuda itu membentuk senyuman tipis di bibirnya membuat matanya semakin sipit, ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana yang ia kenakan. “Ternyata liat lo secara lebih dekat gini bikin lo makin keliatan cantik, ya. Gue orang yang kemarin ngajakin lo ketemu, Suna Rintarou.”

ASDFGHJKL, JADI DIA SUNA? MAMA, ANAKNYA CAKEP BANGET.

Itulah yang Aruna sampaikan secara implisit di dalam hatinya, ternyata Suna terlihat sangat tampan di hadapannya ini.

“Ohh—lo Suna, ya.” jawabnya pelan.

“Katanya lo bukan manajer Nekoma?” tanya Suna yang kini memperhatikannya dari atas ke bawah, tatapan yang Suna berikan kepadanya membuat tungkai Aruna melemah.

“Kemarin sih bukan, sekarang iya.”

“Oh. Baru direkrut jadi manajer Nekoma?” tanya Suna sekali lagi, Aruna hanya mengangguk sebagai jawaban sebab lidahnya terasa kelu saat ini sehingga dirinya tak mampu berujar secara verbal. Ia tak menyangka dihadapkan oleh laki-laki yang indah seperti Suna, “selamat, ya. Bukan cuman Nekoma yang seneng lo jadi manajer, tapi gue juga seneng. Gue jadi bisa sering ketemu lo nantinya pas tanding.”

Deg.

Pernyataan yang terlontar dari mulut Suna benar-benar menimbulkan kejut jantung yang spontan dari dalam tubuhnya.

“Hmm iya.”

“Mau pulang bareng sama gue?” ajak Suna dengan begitu santai.

“Hah ... ? Engga usah! Gue baliknya sama Kuroo dan Kenma. Lo balik aja duluan gak apa-apa kok.” tolak Aruna panik.

Those flushed cheeks of yours are make you more adorable, if you know.” Suna menjulurkan tangannya ke arah wajahnya dan lantas tiba-tiba salah satu tangannya mencubit pipinya.

Aruna dapat merasakan panas yang membara di pipinya, ia juga menyadari bawah kini wajahnya memerah karena malu. Ia semakin dibuat tak karuan saat Suna mencubit pipinya lalu diiringi kekehan ringan.

“Suna ... apaan sih!” Aruna memajukan bibirnya beberapa senti seolah-olah ia tengah cemberut.

Oh God, you’re adorable indeed, thank you for bringing me together with Aruna.”

Suara baritone itu memekakan seluruh indra pendengarannya, ditambah wajah Suna yang dihiasi oleh senyuman lebar.

“Emang gue gemesin, makanya bikin lo suka.” Aruna langsung membungkam mulutnya itu dengan kedua tangannya, ia terkejut mulutnya tiba-tiba mengeluarkan perkataan memalukan seperti itu.

BAJINGAN. LO MULUT BAJINGAN. KOK BISA-BISANYA LO MEMPERMALUKAN DIRI DI DEPAN SUNA GINI?

“Haha—lo pantas disukain.”

“HEY HEY HEY. UDAH PACARANNYA?” Suara Bokuto menginterupsi perbincangan mereka, Aruna menghela napas legas atas kehadiran Bokuto saat ini. Setidaknya ia bisa menjauhi perbuatan memalukannya tadi.

“Pacaran apanya sih!” sungut Aruna.

“Udah malem, bu bos. Ayo balik sekarang, jangan pacaran sama Suna mulu.” ajak Bokuto kepadanya. Ternyata bukan hanya Bokuto yang ada di dekatnya, terdapat; Kuroo, Kenma, Akaashi, dan Tsukishima.

“Woi, Suna!” Kuroo memukul pundak Suna pelan dan menatap laki-laki itu dengan tatapan yang seolah mengejeknya. “Ciee, lo sekarang mau mepetin manajer gue.”

Suna menyeringai kepada Kuroo, lalu tangannya terangkat untuk menyampirkannya ke pundak sempit Aruna. “Yoi, sebentar lagi juga bakal pacaran. Iya gak, Run?”

Aruna ingin sekali pingsan saat ini juga, ia sangat gugup dan malu atas perbuataan Suna yang sangat tiba-tiba kepadanya, wajahnya kini total memerah, dan ia tahu setelah ini ia akan menjadi bahan ejekan teman-temannya setelah mereka sampai di tempat kos.

“Gak usah ngaco.” pungkas Aruna pelan.

Setelah itu yang ia dengar hanya kekehan dari Suna dan sebelum Suna meninggalkannya, pemuda tampan itu mengacak-acak rambutnya dengan pelan. Lalu, Suna berkata padanya, “see you in another time, Runa.”

Suna berjalan melewati mereka semua untuk berkumpul bersama kawan se-timnya. Meninggalkan Aruna dengan keadaan kacau akibat ulah pemuda itu.

“Ciee, Aruna.” sahut Akaashi.

“Buaya juga gayanya si Suna.” Tsukishima menimpali.

“Ayo pulang.” ajak Kenma.

Aruna menggeleng-gelengkan perasaan yang tertinggal di hatinya, terlampau kini keadaannya sudah begitu kacau dan meninggalkan kesan bahagia setelah bertemu Suna. Garis senyuman terbentuk di wajah cantiknya. Ia pun juga berharap bisa bertemu Suna lagi setelah pertemuan pertama mereka.

[]