ADIKSI.

Explicit sexual content, dom/sub, boys love, anal sex, overstimulation, profanities, praise-kink, doll & dog calling, blow-job, hand-job, fingering, grinding, dry-humping, multiple orgasms, breeding, humiliation.

Paras molek yang dihias begitu elok, ranum yang dipoles dengan corak kemerahan. Surai panjang disugar dengan rapi. Liuk badan yang dibaluti kain kemewahan.

Seishu Inui nampaknya harus melontarkan kalimat terima kasih yang besar untuk kekasih Draken yang meminjamkan pakaiannya kepada dirinya. Kontras dikara yang tersorot di dirinya pada saat ini. Sesuai janji yang telah ia tepati pada sang pelanggan pertamanya, malam ini ia harus rela melucuti kehormatannya demi setumpuk uang. Tak ada rasa sesal yang terselip, ia terlampau yakin.

Derap stiletto yang bertemu dengan lantai dingin menggema di seluruh penjuru lorong hotel. Inui menarik napas panjang, lalu menghembuskan udara dengan pelan. Sekali lagi, tak ada perasaan sesal pada dirinya, selain rasa gugup yang mendera.

Calm down, Seishu.” monolog sang pemuda bersurai terang.

501.

Nomor ruangan yang diberikan oleh resepsionis yang menyambut kedatangannya dengan sambutan hangat, seolah telah didikte sang pemimpin untuk menjamunya dengan baik. Tercetak kekaguman di wajah bersemunya, seseorang itu begitu besar di banding dengan seenggok dirinya ini. Ia tak percaya diri, namun tak ada jalan untuk melangkah mundur. Ia telah bertekad untuk melakukan ini demi sebongkah harapan di masa depan. Saat ini hanya Inui inginkan adalah power untuk bertahan hidup, di masa saat ini power yang dimaksud adalah angka yang tercetak di atas kertas.

Tungkainya lantas terhenti di depan pintu mewah berlapis mahoni yang berwarna iboni. Inui menegak liurnya susah payah, tersampir perasaan risau yang membuncah. Namun, langkahnya tak kian terhenti juga, tangannya terangkah meraih kenop pintu yang bersinar kilau menandakan bahwa kenop tersebut kemungkinan dilapisi oleh perak.

Suara derit pintu tersebar ke seluruh penjuru ruangan, Inui mengedarkan pandangannya menyapu seisi ruangan yang nampak teramat bersih dan tentunya didesain oleh goresan tangan-tangan piawai, terkesan mewah dan juga indah. Si pemuda bersurai terang mendapati presensi lainnya yang duduk di atas sofa bercorak hitam legam sembari menyalai batang cerutunya dan melipat kakinya.

Kepulan asap pertama kali menyapa kehadiran Inui di dalam ruangan tersebut. Lidahnya kelu tak mampu merapal kata, netranya langsung menunduk pada sang tuan yang memoarkan aura dominasi yang besar kepadanya. Pikirnya, ia harus patuh kepada sang tuan.

“Inupi.” pungkas pemuda bersurai hitam, vokalisasi yang rendah dan netra yang tajam, di sana jelas tercipta harum kesempurnaan yang ada pada pemuda itu.

“Ya?” Inui tak terbata, namun vokalisasinya tak mampu menghasilkan suara yang lebih besar. Jiwa dan raganya seakan tertunduk.

Get a seat here.” titahnya mutlak. Jelas tak ada penolakan dan pengulangan, Inui bergerak maju mendekati sang tuan, saat hendak mendaratkan badannya di samping sang tuan, ia berujar. “Di atas saya, Inupi. Di atas pangkuan saya, di sini.”

Degub jantungnya bekerja ekstra daripada biasanya, ia sempat menelan dalam-dalam keraguannya dan bergerak kaku untuk mendaratkan seluruh bebannya di atas paha kekar yang tercetak di balutan benang mahal yang membaluti tubuhnya. Bak seorang piawai, kedua tangannya tersampir di atas tegapnya bahu sang tuan. Pembuluh nampak tegang di wajahnya, Kokonoi menarik sudut bibirnya ke atas, membubuhkan kecupan lembut di atas hidung bangir milik Inui.

“Jangan tegang, Inupi. Seharusnya yang tegang itu di bawa sini.” racaunya, menyesap kuat cerutunya yang membakar tembakau, sengap yang Inui rasakan.

Sorry.”

Nevermind, ini pertama kalinya, 'kan?”

Inui mengangguk tanpa memberikan jawaban verbal. Wajahnya terhias semburat merah, muncul tanpa tahu malu. Harum yang memoar dari tubuh Kokonoi membuatnya candu untuk menghirup bau itu lebih lama lagi, perlahan Inui mendekatkan tubuhnya pada dada bidang Kokonoi sehingga jarak antar keduanya semakin menipis. Salah satu tangan Kokonoi merambat naik mengusap pinggang sempitnya, lembut dari usapan Kokonoi membuat tubuhnya sontak menegang walau ada buntalan kain yang membatasi sentuhan mereka.

“Saya tentunya gak akan menyesal karena sudah membeli kamu malam ini. Kamu sangat cantik, Inupi. Pantas untuk memuaskan nafsu binatang saya.” ucapnya sensual, usapan demi usapan tertoreh di pinggang hingga bongkahan miliknya. Inui tertegun, tanpa sadar menggerakan tubuhnya gusar di atas Kokonoi. “Walaupun ini pertama kalinya untukmu, saya gak akan membatasi diri, karena saya telak sudah membeli kamu. Mau tak mau kamu harus mengikutinya.” sambung si pemuda bersurai gelap itu.

I know it right, Inupi is supposed to follow his master’s obsecration, isn’t he?

Sumpah demi dewa siapapun yang telah mengirim Inui padanya hari ini, Kokonoi ingin bersujud di atas telapak kaki Inui, suara lembut itu membakar birahinya serta membawanya ke ilalang buana. Kokonoi mematikan batang cerutunya yang masih tersisa setengah, memagut daging kenyal ranum kemerahan milik si dewa, memuja Inui sehingga menimbulkan balada.

Shrewd submissive you are.” Lagi, Kokonoi menjajah bibirnya seolah kecanduan. Inui merasa euforia berterbangan melalui perutnya. Ia memuji betapa indahnya bibir Kokonoi saat berjumpa dengan lembut bibirnya.

“Inupi likes to be praised.” balasnya.

Kecupan turun pada area leher jenjengnya, membubuhkan kecupan kupu-kupu dan merubahnya menjadi tanda kepemilikan. Kokonoi ingin seluruh dunia tahu bahwa barang sebagus Inui ialah miliknya, ia harus melabelinya dengan gigitan yang menciptkan ruam kemerahan. Inui melenguh rendah, kepalan tangannya semakin erat di atas pundak Kokonoi. Sang submisif memberi sinyal bahwa ia teramat menyukai perlakuannya itu.

Setidaknya ada empat sampai lima tanda yang tertoreh di kanvas putih porselen milik Inui, teramat kontras denga warna kulitnya. Kokonoi mengecup tandanya berulang kali, “tanda kepemilikan.” gumamnya mengagumi dengan penuh hasil karyanya malam ini.

Inui menatap netra kembar Kokonoi dan lantas sang tuan membalas tatapannya, tak ada juntaian kalimat yang terucap, mereka hanya saling bersitatap. Akan tetapi, tangan Kokonoi bekerja secara seduktif di bawah sana, mengusap ereksi Inui yang masih terbungkus celana, bongkahan sintal yang merengek untuk dijamah. Inui menggigit bibir bawahnya menahan lenguhan, ia begitu patuh pada sang tuan; sebab Kokonoi tak memintanya untuk berucap maka dari itu dirinya membisu.

Pemuda bersurai hitam itu menampar pipi bokong Inui dengan cukup keras sehingga menghasikan suara yang nyaring, Inui yang berada di atas pangkuannya terjengit.

“Keluarin desahanmu, Inupi. Kamu gak bisu, ‘kan? Mulutmu masih berfungsi sewajarnya, bukan? Apa mulutmu sudah gak mampu melalukan apa-apa selain menyumpal kepemilikan orang lain?” Sarkastik, namun menyulut api birahi di dalam tubuh Inui.

Tanpa ditatar dua kali, Inui langsung melolongkan desahan yang sempat tertahn di dadanya. Desahan nyaring yang masih malu-malu kali Kokonoi menggesekan batang ereksi mereka, Kokonoi kembali menyambar bibirnya untuk melakukan sebuah ciuman. Inui seorang piawai, Kokonoi mengakui itu. Walau mereka hanya bertemu sekitar beberapa menit yang lalu, Inui telah mampu mengimbangi permainannya. Lidahnya yang bergerak lincah di dalam rongga mulut Kokonoi, sengaja terlebih dahulu mengait lidah sang tuan. Inui bergerak rancu dan Kokonoi yang menjadi pemicu. Inui menggesekan bokongnya di atas kelamin Kokonoi, rasanya begitu menikmati pikirnya.

“Sudah gak sabar, Inupi?” Kokonoi melepaskan cumbuan mereka yang dihadiahi kekecewaan oleh Inui.

Teach me how to make out, Ko—”

Sir. Saya di sini bukan sebagai kerabat kamu, saya tuan kamu, Inupi. Tuan yang akan mengajarimu bagaimana nikmatnya bercinta dan tuanmu tak senang sekali pada seseorang yang tidak penurut. Mengerti, slave?” Intonasi Kokonoi secara tiba-tiba berubah. Dalam dan begitu menusuk. Inui menunduk takut, ia mengangguk menuruti perintah.

“I-Iya ... “

Kokonoi melonggarkan dasi hitam yang ia kenakam dan sengaja menanggalkannya. Inui tertegun mendapati betapa indahnya sosok yang menjadi tuannya malam ini. Inui bersumpah tak akan pernah menyesali pilihannya untuk menjadi salah satu pekerja di rumah bordil, sebab sebuah keberuntungan baginya untuk menjadi salah satu pemuas nafsu melayani seorang Kokonoi; oh dia pemuda yang tampan dan sangat panas.

“Lepasin baju saya, Inupi.” titahnya.

Inui langsung bergerak dengan senang hati untuk melepaskan pengait kemeja Kokonoi satu persatu. Tangannya bergetar dan tubuhnya semakin panas, badan kekar dan dada bidang Kokonoi terekspos begitu saja kala kemeja mewah itu tanggal dari tubuhnya. Inui menjulur lidah, Kokonoi memang sosok yang sempurna. Ingin sekali tangannya menyentuh tubuh itu dan menjilatinya bak anjing liar.

Can I feel them?” sambar Inui dengan pertanyaan penuh keyakinan.

“Tentu, sayang. Milikku juga milikmu, lakukan apapun yang kamu mau tapi selalu kamu torehkan di dalam kepalamu, Inupi. Kamu akan selalu berada di bawah kekuasaanku. Patuh dan tanpa mengeluh.” Kokonoi mengecup bibirnya lagi, Inui merasakan jantungnya berdebar cepat.

Oh, ayolah. Siapapun pasti akan luluh-lantah bertekuk lutut di bawah Kokonoi jikalau Kokonoi memperlakukan lawannya dengan sangat lembut dan hati-hati.

Be naked for me, Inupi.” Kata yang penuh penekanan dari Kokonoi. Inui melucuti potongan pakaian yang membaluti tubuhnya. Feromon yang dihantarkan oleh Kokonoi begitu kuat dan teramat mengikat.

Lantas, Inui telah seluruhnya lolos dari sehelai benang. Semu kemerahan berseri di wajah indahnya, Kokonoi berdecak kagum dengan apa yang Inui miliki di tubuhnya.

“Indah, kamu bener-bener indah, Inupi. Jadi milik saya selamanya, Inupi. Mengangkang hanya demi saya seorang, desahkan nama saya dengan lantang agar semua orang tahu bahwa hanya saya yang mampu membuat kamu gila dan haus nafsu. Inupi, tolong hidup untuk saya nikmati.” Kokonoi meracau dengan tangannya yang menggerayangi seluk-beluk tubuh Inui. Jarinya menyapa lubang senggama Inui yang berkedut juga basah.

Untaian kalimat itu justru semakin memacu Inui untuk bergerak, ia semakin menggesekan miliknya dengan ereksi Koko yang nampak menegang di balik balutan kain tersebut. “Sir, saya memang hanya dinikmati untuk Anda.” balasnya.

Kokonoi mengukir garis senyuman, ia memajukkan wajahnya agar sejajar dengan dada Inui. Tanpa menunggu lagi, Kokonoi memasukkan puting dada Inui ke dalam mulutnya dan di bawah sana tangannya bergerak memanjakan lubang serta dua bongkahan sintal tersebut. Inui menggenggam kepalan tangannya erat. Ia tak akan menahan diri, Inui tahu bahwa Kokonoi ingin mendengar desahannya.

Sir ... ssh!

Inui semakin kalang kabut kala satu digit panjang Kokonoi melesak masuk ke dalam lubangnya yang sensitif. Tentu bagi seorang pemula seperti dirinya kesusahan untuk menerima jari Kokonoi masuk ke dalam. Salah satu tangan Kokonoi mengusap punggung polosnya, menghantar kehangatan agar Inui bisa lebih tenang.

“Ini akan sedikit menyakitkan, Inupi, tapi saya harap kamu bisa menahannya.”

“Iya, masukin aja ... “

Kokonoi memainkan lidahnya di sekitar puting Inui, menjilati puting kemerahan itu bak permen manis yang ia sukai, menjilatinya seduktif sebelum memasukkannya ke dalam mulut Kononoi. Inui dibuat kepalang, semua titik sensitifnya dimainkan oleh Kokonoi tanpa celah sedikit pun. Jari tengah Kokonoi berhasil menerobos masuk ke dalam lubang senggamanya, Inui menggerakan pinggulnya maju dan mundur ingin segera meraih kenikmatan tiada tara.

Walau Kokonoi hanya menggunakan satu digitnya di dalam lubang Inui, baginya itu sudah teramat memuaskan apalagi saat ini jari telunjuknya Kokonoi melesak masuk untuk ikut serta merasakan kehangatan yang diberikan oleh lubang basah Inui.

Inui terperanjat, kini netranya terbuka dan bersitubruk dengan tatapan tajam Kokonoi. Pemuda itu seolah bangga dengan apa yang ia lakukan saat ini.

S-Sir ... “

“Di sini, Inupi?” Kedua jari Kokonoi berhasil menyundul titik sensitifnya dan menghantar gelombang nikmat hingga ke jantungnya. Inui mengangguk mengindahkannya. Lantas, Kokonoi langsung bergerak rancu dan beberapa kali mengenai titik sensitifnya.

“Di sana! Koko, please—

Koko langsung mencabut kedua jarinya keluar dari dalam lubang senggama Inui, ia berdecak dan menatap Inui tajam.

“Koko?” dengus Kokonoi tak suka.

Seolah telah sadar apa yang baru saja ia lakukan, Inui langsung membungkam mulutnya, takut jikalau Kokonoi tak menyukai perbuatannya barusan.

Sir or Koko, which one do you like the most?” tanya sang tuan.

“B-Boleh jujur?”

Kokonoi mengecup bibirnya lagi, tangannya menjajah kedua bongkahan sintal Inui. “Tentu, my dear Inupi.”

“Koko, lebih suka Koko. Mau desahin nama Koko dengan nyaring agar semua orang tahu kalau Inupi rela membuang seluruh egonya di bawah tanah untuk menggapai langit bareng Koko. Koko, I want you so bad, it's the first time to me but I won't ever regret so. Please be telling me how wonderful is that to have sex with you, because I just want your cock, want your fucking mouth to destroy me in a kiss, please send me to the heaven and fall down to the hell with you. Koko, please? My mind full of sex, sex, and sex.

Kokonoi terkesiap, terbesit kekaguman di wajahnya karena dirinya mampu membuat Inui telah berada di bawah kukungannya. Seorang pemuda polos yang pada akhirnya hanya mampu memohon untuk dihancurkan dan disetubuhi. Ke mana hilangnya sosok lugu itu? Saat ini Inui berubah menjadi anjing liar yang terbakar hawa nafsu. Kokonoi melepaskan gasper miliknya dan membuangnya sembarang. Miliknya merengek untuk segera diloloskan. Ia tahu bahwa ereksinya butuh tempat yang pantas saat ini.

Mungkin jikalau di hadapannya bukanlah sosok Inui, maka tak segan-segan Kokonoi menendangnya keluar sebab dirinya tak sudi bermain dengan jalang murahan yang terlalu monoton dan terkabut nafsu menjijikkan demi kepuasannya sendiri. Tak penurut dan membosankan. Namun, ia membuang itu semua, justru ia merasa senang kala Inui bertingkah seperti ini.

“Anjing yang pintar, Inupi. Jutaan maupun milyaran dolar akan saya keluarkan untuk membeli kamu, Inupi. Uang hanyalah angka, sedangkan kamu barang langka.” Kokonoi kembali melesakkan dua digit panjangnya menusuk senggama Inui yang basah, air liur berjatuhan dari sudut bibirnya. Menggiurkan baginya.

Fuck!

Tusukan demi tusukan di lubang senggama yang sempit serta lantunan desahan bak melodi yang menggema berbait. Kokonoi menjarahkan benda basah tak bertulang di atas permukaan dada Inui, menorehkan sebanyak mungkin tanda kepemilikan. Sepasang netra indah tertutup rapat, tak mampu berpikir rasional selain meliuk bak piawai binal. Inui telak terperunggu dalam juntaian utas hasrat sukma.

Senantiasa jemari panjang itu membawa Inui menelaah angkasa. Mengantarnya ke suatu tempat antah berantah yang membuatnya menjadi seorang bedebah. Cukup baginya untuk menahan sesuatu yang bergejolak di area vitalnya, Inui mencengkram bahu Kokonoi makin erat kala gerakan jarinya semakin kuat. Kokonoi terlampau sadar jikalau anjing pintarnya hendak menuju dunia putihnya, maka dari itu gerakan Kokonoi semakin tak beraturan. Selang beberapa menit kemudian Inui memuntahkan seluruh putihnya hingga mengotori perut keduanya.

Kokonoi lantas takjub.

“Inupi, kamu sangat-sangat mengagumkan. You just came out because of me, sangat pintar dan penurut.” Kokonoi menarik jarinya ke luar dari dinding rektum yang menjepit kedua jarinya, tangannya membelai bongkahan Inui hingga ke atas pucuk kepalanya, “sekarang menunduk di bawahku, sayang. My Koko deserves his contentment too. Kulum, Inupi.”

Huum.

Inui bergerak turun dari atas dominasi sang tuan, bertekuk lutut di hadapan kaki jenjang Kokonoi yang terbuka lebar. Kokonoi memandangi panorama citra penuh harsa yang tergambar di bawahnya, Inui bak vista terindah yang pernah Kokonoi jumpai selama hidupnya. Kulit sehalus porselen, putih bak kanvas. Baginya sosok Inui telah menekan batas kesempurnaan.

Saat tangan mungkin itu hendak menyentuh pengait celananya, Kokonoi menginterupsi, “pakai gigitmu, Inupi. Gunakan mulutmu dengan baik selain menggerungkan desahan.”

Inui terperanjat, intonasi rendah itu telak menghantam keberaniannya. Inui bertumpu tangan pada paha kekar Kokonoi, mendekatkan wajahnya pada pengait celana milik Kokonoi. Menurunkan ritsleting itu menggunakan gigit serta dua bilah bibirnya. Tangannya terangkat menurunkan celana Kokonoi hingga tanggal. Inui sempat tertegun menengok pada ukuran kejantanan Kokonoi.

Luar biasa.

Ia bergidik jua, ujung ereksi Kokonoi tertanam suatu benda yang mengerlap menyapa netranya. Sebuah tindikan berlapis perak, Inui tahu bahwa itu ialah; apadravya. Lantas, Inui semakin terpukau dengan sosok Kokonoi yang luar biasa panas. Membayangkan benda perak itu menusuk lubangnya dengan hebat membuatnya jatuh kepayang.

Lidahnya sedikit kelu namun tak membuatnya bergerak kaku.

Apadravya?” gumam Inui sedari melempar pandangan pada benda tersebut.

“Tingkat kesakitannya saat itu 80%, namun siapa peduli? Apadravya ini memuaskan, Inupi. Setelah ini kamu pasti merasakannya.” jawabnya santai.

Raganya sangat tertantang, maka Inui langsung memasukkan batang ereksi Kokonoi ke dalam mulutnya, seolah tengah memasukkan jiwa Kokonoi dalam dunia fatamorgana. Benda runcing bak timah panas yang menghunus rongga mulutnya. Lidahnya bergerak lincah memuja ereksi Kokonoi dari bagian terbawah sampai ke bagian atas, apadravya-nya menyapa Inui.

Inui melenguh suka dengan benda asing yang menjejal mulutnya, Kokonoi menggerakan kepala Inui agar ereksinya bergerak keluar masuk di dalam mulut surgawi Inui. Kokonoi menggeram rendah, mulut Inui memang pas untuk menjamu kejantanannya. Benda dingin itu menusuk tenggorokannya, Inui rasanya ingin muntah akan tetapi ia tak menampik bahwa melakukan hal ini bukan suatu yang buruk.

Suck it deep, Inupi. Ini perintah mutlak, buat saya keluar dengan mulutmu, saya akan sangat merasa bangga kalau kamu bisa membuat saya terpuaskan. Do it more and more, Inupi. My cock is yours, so suck it like a lollipop until you can't breath, your mind is blank unless my cock.

Kalimat pemacu, Inui semakin terbakar api semangat menyumpal seisi mulutnya dengan ereksi Kokonoi. Lututnya mulai gemetar yang menimbukan ribuan mawar mekar di relung jiwanya. Lidah yang menyapu batang ereksi, juntaian liur yang berjatuhan dari sudut bibir, mulut yang bergerak keluar-masuk. Panorama terindah itu berlangsung kian lama, sebab Kokonoi tak kunjung menunjukkan putihnya.

Mmh!

“Yang benar, Inupi.”

Semakin apadravya itu mengenai titik tenggorokannya, jalur pernapasan semakin menyempit. Ia tak ingin berhenti di waktu ini, ia ingin membuktikan bahwa dirinya juga mampu membuat Kokonoi keluar.

“Masih sanggup mengulum punya saya, cantik? Kamu mulai haus, ‘kan? Kulum lebih dalam, Inupi, buat saya keluar untuk mengisi rasa dahagamu.” Kokonoi memacunya lagi. Memang anjing yang terlatih, Inui memaju-mundurkan kepalanya lebih cepat, abai dengan sesak di dadanya demi titah Kokonoi yang mendesak. Intinya, ia harus bisa membuat Kokonoi keluar di mulutnya.

“Sedikit lagi, sayang.” Kokonoi menggeram, tangannya mengepal surai cerah Inui. “Shit!

Kokonoi menahan tengkuk Inui agar miliknya tertanam sepenuhnya di mulut Inui, si pemuda bersurai manis gelagapan karena dadanya kian sengap, lalu Kokonoi mengeluarkan cairan putihnya secara langsung di dalam tenggorokan Inui, membuat pemuda itu tersedak. Kokonoi menarik miliknya keluar dari mulut surgawi itu, menyapu jejak putihnya di sudut bibir Inui. Secarik seringaian terpoles di wajah Kokonoi, ia merasa bangga.

“Inupi, saya bangga sama kamu. Merasa lebih baik, sayang? Sekarang dahaganya sudah hilang karena sudah menelan cairan milik saya. Hebat, Inupi.” Pujiaan itu membuat Inui tersipu.

“Seneng ... seneng karena bisa buat Koko keluarin cairannya di sini.” ujarnya dengan lembut. Inui menunjuk lidahnya yang masih meninggalkan acap aneh dari cairan yang keluar dari milik Kokonoi.

“Mengangkang di atas ranjang, Inui. Sudah cukup untuk bermainnya.” pinta sang dominan secara mutlak.

Dengan langkah tertatih, Inui menuju ranjang besar yang spreinya masih tertata apik. Inui merebahan punggungnya di atas sana dan langsung membuka kedua pahanya ke berlawanan arah. Kokonoi menyusulnya, sosok tegap itu masih berdiri menatapnya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Dalam posisi seperti ini, Inui merasa dirinya terbenam rikuh. Kokonoi merambat naik mengukung dirinya.

Tak ada jarak yang membatasi mereka, ereksi Kokonoi telak mengenai ereksinya. Ibarat bedebah yang haus akan sentuhan, Inui menggesekkan miliknya dengan milik.Kokonoi, tak sabaran. Sensasi nikmat menyambar dirinya. Kokonoi hanya diam tak kunjung bersuara, menatap sosok ringkih di bawahnya dengan leluasa. Menelaah setiap inchi yang tertoreh pada Inui.

“Sudah gak tahan, Inupi? Lubang kamu selalu haus akan milik saya, ya?” Kokonoi membelai pipi mulus itu lembut.

“I-Iya ... mau secepatnya ngerasain punya Koko di dalam sana.”

Brat.”

Kokonoi menjarah bilah bibir ranum itu dengan ciuman intens sembari menuntun kepemilikannya ke dalam lubang senggama si pemuda bersurai cerah. Terbesit rasa takut pada Kokonoi karena menjadi orang pertama yang akan menghancurkan boneka sempurna ini. Lantas mengapa dirinya berubah dalam sekejap ketika bersama dengan Inui. Ia lebih banyak menorehkan perhatian pada sosok ini.

Kokonoi perlahan melesakkan miliknya untuk masuk ke dalam lubang senggama yang bekedut itu, Inui tak sengaja menggigit bilah bibir bawahnya karena terkejut dengan kegiatan Kokonoi. Inui meringis pelan, ngilu yang efemeral tercipta di lubangnya. Kokonoi mengecup leher jenjangnya.

“Tahan.” ucapnya.

Shh ... sakit.”

Ujung benda dari apadravya itu mengenai dinding rektumnya, rasa dingin dari benda terbalut perak itu sedikit membuatnya tenang. Kokonoi tak bergerak gegabah, ia melakukannya secara hati-hati agar Inui tak hancur dalam sekejap. Kokonoi terus-menerus merapalkan pujian pada sosok manis di bawahnya. Lalu, Kokonoi menghentak pinggulnya lebih cepat agar miliknya tertanam sepenuhnya di lubang Inui. Tak menampik rasa sakit yang mendera, Inui meneteskan air matanya.

I’m sorry, little doll, but I have to do this. Saya jamin akan terganti dengan rasa nikmat. Tahan sebentar lagi, ya, Inupi?”

Kokonoi menyapu air mata yang tertinggal di sudut netra Inui, ia masih belum bergerak supaya Inui bisa membiasakan kehadirannya di dalam lubangnya. Inui merengkuh erat tubuh Kokonoi, sedangkan kedua tangan Kokonoi bertumpu di samping kepala Inui.

“Koko, do it now ... “ titah sang submisif yang sudah yakin bahwa dia akan baik-baik saja walau Kokonoi akan menghancurkannya hingga berkeping.

I will.

Kokonoi menghentakkan pinggulnya rancu, tanpa celah sedetikpun, gerakan yang berkaru melepaskan hawa haru biru. Inui menutup sepasang netranya, membayangkan dunia fana di bawah sebuah delusi surgawi. Inui tak menyangka bahwa seks akan berakhiran semenakjubkan ini. Ia lantas tak menyesal.

Apadravya milik Kokonoi mengenai titik ekstasinya berulang kali. Ia mengerang tatkala apadravya itu menusuknya bak sebuah peluru yang siap menghunusnya. Raganya terkulai di bawah kukungan besar Kokonoi. Pemuda bersurai hitam itu selalu mengedarkan pandangannya tak luput pada sosok sempurna yang memohon di bawahnya.

“K-Koko ... “

Damn, Inupi. I didn't think that you were the paradise I was looking for.”

Gerakan Kokonoi yang berantakan telak menghantam lubang senggama Inui, ia tak berniat memelankan gerakannya sama sekali, sejak dari awal Kokonoi seperti berniat untuk menghancurkan Inui, mentinta kejadian malam ini secara permanen di dalam otak Inui. Mendokumentasikan bahwa Kokonoi lah yang mampu membuat sosok Inui porak-poranda dan luluh-lantah.

Aah ... “

“Inupi.” Kokonoi membisikkan nama sang anjing pemeliharaan tepat di cupingnya, dengan intonasi vokal yang rendah.

“Koko ... I won't regret.”

Me either.”

Cumbuan menjadi penutup pembicaraan mereka, kala pinggul Kokonoi menghajar lubang senggama Inui habis-habisan, lidahnya menjarah seisi mulut Inui dan turun memanjakan area dada Inui. Masih kurang baginya tanda di dada Inui, makanya Kokonoi membuat lukisan baru di atas kanvas Inui.

Sentakan brutal itu bertahan dalam kurun waktu 30 menit, membuat Inui sangat kewalahan. Bahkan dirinya pun tak kunjung untuk datang, tanda yang kentara kontras di sekujur tubuh Inui membuat Kokonoi terpacu berahi. Tungkai Inui bergetar hebat dan ereksinya pun ikut menjulang melawan gravitasi.

“Koko ... mau keluar ... “

“Bareng sama saya, Inupi.”

Ah!

Desahan Inui semakin menggema mengisi ruang hampa, diiringi dengan suara tamparan badan mereka yang bertemu. Tak lama kemudian, batang ereksi Inui mulai mengeluarkan cairan pra-ejakulasi sebelum memuntahkan seluruh cairan putihnya membasahi sprei dan tubuh Kokonoi. Namun, saat ini Kokonoi masih belum keluar. Masa keluarnya membuat lubang Inui semakin sensitif, ia membusungkan dadanya dilanda kenikmatan tiada tara.

“Inupi, tampung milik saya agar kamu sepenuhnya bisa menjadi milik saya.”

I want it, Koko ... mmh.”

Tiga hentakan terakhir berhasil membuat Kokonoi mengluarkan cairan ejakulasinya di dalam lubang senggama Inui. Rasa hangat dari cairan itu begitu kentara di lubangnya, menyesap seluruh cairan itu ke dalam raganya. Kokonoi maupun Inui sama-sama menetralisasikan napasnya yang menipis. Kokonoi masih menatap sang dewa sempurna, memuja pahatan indah itu di dalam relung hatinya.

“Inupi.”

Inui memiringkan kepalanya sembari membuka mulutnya kecil, “hmm?

“Saya ingin memiliki kamu seutuhnya.”

Kokonoi membubuhkan ciuman kupu-kupu di atas pundak Inui dan wajahnya, sebelum mencumbu ranum itu. Inui terbelanga dengan juntaian kalimat yang dilontarkan oleh Kokonoi.

“Saya ingin kamu untuk memuaskan saya dan selamanya hanya untuk saya. Maka dari itu, saya mau memiliki kamu sepenuhnya, dari atas hingga kakimu akan jadi milik saya, Inupi.”

“Kenapa ... ?”

“Karena saya jatuh cinta pada sosok eminen dirimu.”

Menoreh puisi cinta dalam bentuk aksara, di balik bias-bias temaram yang dirundung kegelapan malam. Kokonoi mengikrarkan sumpah bahwa dirinya telak jatuh ke dalam lubuk asmara. Menaklukkan seluruh relung jiwa yang sukar pada sang loka, Inui.

end.