Bagian 1.
Hati yang telah patah berubah menjadi rapuh, api yang telah mati tak akan mampu tuk menyala lagi.
Kuroo tersandar disebuah dinding luar rumahnya, menyalakan seputung cerutu untuk dihisap. Pikirannya berlabuh ke luar nalar, memikirkan banyak hal yang membuat seluruh isi otaknya memanas. Terdengar helaan napas berat yang keluar dari rongganya. Kuroo menautkan kelopak matanya erat seolah tak sanggup menatap langit. Saat netranya terpejam, memori masa lalunya selalu berputar bak kaset rusak di dalam kepalanya membuat Kuroo menggeram emosi. Saat cerutunya sudah mencapai batas putungnya, ia melemparkan putung itu ke tanah lalu mematikannya dengan sepatunya.
Perkataan Bokuto selalu saja tersampir dan membuatnya kembali terpikir. Kuroo benar-benar lelah akan masa lalu yang pernah terjadi di hidupnya, ia juga mengidamkan hidup yang tentram, namun seperti ada ribuan lobak yang menghalangi jalannya untuk bergerak maju. Kuroo teramat lelah dengan perasaannya yang kacau balau, ia lelah harus memendam semuanya seorang diri dan hampir mati.
“Kenma, gue capek. Setelah gue berhasil buat lupain lo, kenapa lo harus kembali?”
Pemuda berperawakan jangkung itu bergumam, intonasinya berubah rendah bak menandakan bahwa ia benar-benar lelah dan bermimpi untuk rehat. Saat dirinya mengatakan kebencian, ada bagian kecil di dalam dirinya yang menolak perasaan itu. Perasaan yang selalu membuatnya bingung. Tanpa Kuroo hendaki, kedua tungkainya melangkah maju tak tahu arah. Hanya mengikuti instingnya berjalan, lagipula tujuannya keluar rumah adalah untuk mencari udara segar setelah mendapat hawa sesak.
Ia menemukan sebuah taman kecil di tengah kota, dihiasi banyak lampu jalanan serta orang-orang yang berlalu lalang. Kuroo menyunggingkan senyumnya untuk berhenti di sana, memperhatikan aktivitas manusia pada malam hari. Kuroo duduk di sebuah kursi taman, memandangi satu-persatu kejadian yang terjadi di hadapannya. Ia merasa pikirannya menjadi lebih ringan daripada sebelumnya.
“Gue kebanyakan sibuk sama urusan kerjaan jadi susah buat luangin waktu santai kayak gini. Lagipula being busy is one of my coping mechanism.” ujarnya bermonolog. Menghirup semerbak harum dari bunga-bunga yang berjatuhan diterpa udara.
Namun, seketika iris netranya berhenti tuk berkonsetrasi saat iris itu bersitubruk dengan sepasang netra berwarna cerah milik seseorang. Tubuhnya tak mampu bergerak menjauh, ia hanya diam membeku di tempat duduknya. Pemandangan yang terjadi di hadapannya membuatnya reflek menganga.
“Kuroo ... ” lirihan seseorang.
Kuroo dapat melihat orang itu berlari menghampirinya dan menubrukkan tubuh mungilnya ke dalam dekapannya. Bahkan Kuroo dapat merasakan sosok itu bergetak di dekat dirinya, tangan halusnya membekap tubuhnya dengan begitu erat. Sosok itu bersikukuh memeluknya walaupun ada tolakan yang Kuroo berikan.
“Kuroo, is that really you?”
Sosok itu, Ialah Kozume Kenma. Sesosok manusia yang telah memporak-porandakan seluruh relung jiwa beserta raganya. Kuroo tak sedang bermimpi dan tak pula berada dalam ilusi, pelukan itu nyata adanya, Kenma yang mendekap tubuhnya dengan hangat. Namun, kala kesadaran Kuroo kembali sepenuhnya, ia melerai pelukan itu dan membentang jarak antara dirinya dan Kenma.
“Let me off.” Kuroo berujar dengan ketus, menatap iris berbinar terang itu dengan nyalang.
Kenma dapat menyaksikan bagaimana dinginnya tatapan itu, tatapan yang menyorotkan kebencian.
“I’m sorry, I miss you.” pungkasnya.
Tatapan ironis itu membuat Kenma meringis, ia tahu jikalau perbuatannya yang tiba-tiba seperti tadi akan membuat Kuroo marah padanya, tetapi Kenma tak mampu menahan dirinya lebih lama, ia ingin meraih Kuroo.
“Gue gak peduli.” Pemuda itu bahkan tak menoleh pada Kenma lagi.
“Please do listen to me ... ”
“Cukup!” Kuroo menyalak cepat, ia menggertakan gigi-giginya membuat rahangnya mengeras, “lo sampah dan egois, lo selalu pengen berkuasa di atas luka seseorang, ya? Apa lagi yang perlu dibicarakan, huh? Semuanya sudah jelas dan tandas, Kenma. Lo itu seengguk cowok brengsek yang pernah ada di hidup gue.”
Kenma menundukkan kepalanya ke bawah, mendengar nada suara Kuroo yang meninggi membuatnya sangat ketakutan dan kala Kuroo berujar dengan kasar padanya, rasanya teramat menyakitkan daripada ucapan-ucapan kasar Kuroo yang pernah pemuda itu lemparkan kepada Kenma melalui pesan. Kuroo benar-benar berada di penghujung titik kesabarannya, kesalahannya di masa lalu memang membuat Kuroo sangat membencinya.
“Maaf ... ” Lidahnya kelu dan mulutnya bak terkunci, sekian banyak untaian kata yang ingin Kenma ucapkan tiba-tiba menghilang dan dirinya hanya mampu mengucapkan sepatah kata, sebagai permohonan maaf.
“Maaf? Cih, lo pikir gue Tuhan yang bisa memaafkan segala kesalahan seseorang?”
“A-Aku punya alasan, Kuroo, tapi aku belum bisa bilang ke kamu sekarang juga.” Kenma mengangkat kepalanya ke atas untuk melihat wajah Kuroo yang terpasang ekspresi kemarahan. Wajah itu dulunya selalu tersenyum kepadanya, tapi Kenma tak akan bisa menemukan wajah hangat seperti itu lagi.
Nasi sudah menjadi bubur. Penyesalan selalu datang di bagian terakhir.
“Apapun alasan lo, gue gak peduli lagi. Kenma, just let me breath without the foreshadowings of yours, it hurts me much.” Kuroo melenggang pergi meninggalkannya, Kenma mendengar dengan jelas kalimat terakhir Kuroo kepadanya. Kata-kata itu sangat menusuk tepat di ulu hatinya.
Kakinya tak mampu bergerak tuk mengejar kepergiaan Kuroo, ia hanya melihat punggung lebar itu semakin menghilang di hadapannya, meninggalkan Kenma dengan air mata yang berjatuhan dari matanya. Kenma terduduk lemah di atas rerumputan sembari merasakan hatinya yang berdenyut ngilu. Ia tersadar bahwa apa yang Kuroo rasakan jauh lebih sakit daripada yang ia rasakan. Kenma ingin menggapai sosok itu lagi, ia menginginkan Kuroo untuk dirinya lagi.
Kenma sangat egois karena mengharapkan Kuroo kembali walau ia telah membuat bagian hati seseorang rekah dan pada akhirnya berujung pukah.
Alih-alih, Kuroo memasukkan salah satu tangannya ke dalam saku celana dan salah satu tangannya mengepal hingga buku-bukunya memutih. Hatinya kembali nyeri dikala telinganya mendengar isak tangis Kenma. Ia mencelos saat dirinya direngkuh oleh asa dan berujung meninggalkan luka.
You’re confusing me again, Kenma.
Lubuk hatinya seolah berkata, “sampaikan maka akan kudengarkan.” Namun, Kuroo tak mengindahkan keinginan dangkal itu, baginya semuanya sudah rampung. Pertemuan tak disengaja itu berakhir buruk, lagi dan lagi hanya meninggalkan secercah luka di hati masing-masing. Dua sosok pemuda yang dijalankan oleh kekuasaan ego dan meninggalkan urusan hati.
[]