Bagian 6.

Hari yang cukup cerah menyapa sang pemuda berjaket merah. Bibirnya menukik sebuah senyuman lebar yang terpatri di atas wajah berserinya. Hari pertama ia jalani sebagai sosok dirinya terdahulu. Mengais kembali masa lalu yang masih sampai saat ini belum rampung jua.

Kenma tengah berdiri ceria di atas pijakannya, menunggu kehadiran Kuroo untuk menjemputnya. Kenma tak begitu berpenampilan mencolok, dia hanya memakai pakaian biasa yang dilapisi hoodie berwarna kemerahan. Hoodie yang selama ini ia simpan begitu lama ditumpukan memori lainnya, namun hari ini ia bertekad untuk mengenakannya lagi.

Tin. Tin.

Indra pendengarannya mendengar suara klakson yang menginterupsi dirinya. Kenma terkesiap melihat mobil mewah berwarna hitam pekat yang mengilap. Kenma bisa menebak bahwa sang empu dari mobil itu adalah Kuroo Tetsurou.

“Kenma!” Kuroo meneriakkan namanya sembari keluar dari mobil tersebut.

“Kuroo.” desisnya pelan.

Kuroo tersenyum pelan menyambut dirinya, pemuda bertubuh jangkung itu menghampirinya sembari melambaikan tangannya yang panjang. Perawakan Kuroo yang ada di hadapannya tak luput sejengkal pun dari pandangan Kenma. Pemuda itu memakai pakaian kasual yang membuat dirinya semakin terlihat menawan.

“Lama nunggu gak?” tanyanya santai.

“G-Gak terlalu.” Ia hanya terbata.

“Maaf, ya.” Kuroo terkekeh canggung.

Kenma menggeleng kaku, namun tanpa disangka Kuroo mengangkat tangannya untuk menarik tudung hoodie milik Kenma untuk dipasang pada kepala Kenma. Kuroo merapikan sedikit surai panjang Kenma yang agak berantakan sebab ia memakaikan tudung hoodie tersebut. Setelah selesai dengan kegiatannya, Kuroo mengacungkan jari jempolnya kepada Kenma sembari tersenyum lebar hingga menampilkan gigi-giginya.

“Nah begini lebih baik, soalnya gue liat tadi lo kepanasan.” sambung Kuroo.

“T-Terima kasih.” Entah mengapa Kenma merasakan mulutnya terasa begitu sulit untuk mengucapkan kata-kata, lidahnya begitu kelu karena adanya entitas Kuroo di hadapannya. Lagi-lagi, Kenma terlarut dalam perasaan menyenangkan ini.

“Kenma.”

“Iya?” Kenma harus mendongak ke atas untuk melihat wajah Kuroo karena proporsi tubuh mereka yang jauh berbeda.

“Hari ini lo ... cantik.” ucapnya pelan.

“Maksudnya? Aku tadi gak sempat denger ucapan kamu.” Kenma menautkan kedua alisnya bingung dengan perkataan Kuroo yang kurang jelas didengarnya.

“Eh? Gak apa-apa kok, ayo berangkat sekarang.” Kenma hanya terdiam ketika Kuroo menjawab pertanyaannya dengan gelagat yang aneh. Ia hanya pasrah ketika pergelangannya di tarik oleh Kuroo untuk masuk ke dalam mobilnya.

...

Kuroo melajukan mobilnya di melewati sepanjang jalanan kota yang cukup padat. Kuroo menjalankannya dengan kecepatan sedang, melihat ke arah lurus dengan lamat. Ia membiarkan kaca mobil terbuka agar angin jalanan bisa masuk ke dalam mobil. Lagipula, dirinya ingin menikmati keadaan kota di saat-saat seperti ini.

Rahang Kenma menegang seketika, sudah lama sekali mereka tak berada dalam situasi seperti ini. Mungkin saat dahulu mereka banyak membangun topik pembicaraan, namun hari ini terasa sangat canggung dan begitu mencekik. Sedari tadi Kuroo hanya diam seraya melancarkan pandangannya ke segala arah, sedangkan dirinya hanya menundukkan memperhatikan tangannya yang bertaut.

“Kenma.” Kuroo meraih atensinya.

“Ya?”

“Jangan diem aja, gue ada di samping lo.”

“Hum, iya, Kuroo.” jawab Kenma pelan.

“Lo gak pernah berubah, ya?” Kuroo sempat melirik ke arahnya sebelum memalingkan pandangannya ke arah depan. Kenma dapat melihat ada seringaian di wajah Kuroo. “Lo masih aja jadi sosok yang pasif, gak banyak omong, dan egois.” sambungnya.

“Iya ... aku emang belum berubah sama sekali, Kuroo.” Suara Kenma terdengar sangat pelan namun terdengar miris. Terselip rasa sedih di dalamnya.

Kuroo kembali mengamati Kenma yang tertunduk, ia dapat merasakan kejanggalan dari nada suara Kenma. Intonasi suara yang rendah dan terdengar menyakitkan. Kuroo tak memahami apa yang dimaksud oleh Kenma, baik sikap dan perasaannya. Setelah terpisah selama bertahun-tahun, Kuroo hampir melupakan semua tentang Kenma yang membuatnya sedikit kebingungan dengan sosok Kenma.

“Makanya lo harus berubah, setidaknya lo harus sedikit meninggalkan kebiasaan lo di masa lalu itu. Someone ever said, ‘learn from the past before it passes.’ gue rasa lo harus menanamkan itu di diri lo. Because no one can understand us but ourselves.

“Kuroo, thanks.” Kenma membalas tatapan Kuroo, sehingga tatapan mereka bersitatap beberapa sekon sebelum Kuroo memutuskan tatapan mereka.

Kuroo menyunggingkan senyuman hangat kepada Kenma. Sebalah tangannya terangkat untuk mengusak kepala Kenma, Kenma hanya mendengus pelan sebelum memperlihatkan senyumannya juga. Kenma merasakan dirinya sangat bahagia pada hari ini, kembali bersama Kuroo dalam situasi yang baru.

...

“Saya pesan vanilla choco ice cream sama strawberries chocomint ice cream, ya.” Kuroo memesan menu pesanan mereka pada sang pegawai toko. Kuroo memilih opsi drive thru karena ia ingin menikmati es krim-nya sembari mengarungi hiruk-pikuk perkotaan di sore hari.

“Tunggu sebentar, ya.” ujar sang pegawai toko, ia memberi arahan kepada Kuroo untuk menjalankan mobilnya ke depan untuk melakukan pembayaran dan pengambilan pesanan mereka.

Ice cream?” Kenma berujar.

Kuroo menghentikan laju mobilnya sesuai dengan perintah sang pegawai, ia melepaskan setir kemudinya lalu menoleh ke arah samping. Iris netranya melihat sosok Kenma yang sangat mungil di sampingnya bak seekor kucing yang selalu dirawat oleh majikannya, sangat menggemaskan.

“Iya, lo suka, ‘kan?” Kuroo balik bertanya, ia menyandarkan tengkuk kepalanya pada sandaran kursi mobil, pandangannya masih terfokus kepada sosok Kenma.

“Suka.” jawab Kenma pelan.

“Bagus deh.”

“Pesanan atas nama Kuroken. Silakan ambil pesanan Anda di sini.” Suara pegawai memberikan instruksi kepada Kuroo, ia menginjak pelan pedal gasnya untuk maju ke depan untuk mengambil pesanannya.

“Terima kasih.” ucap Kuroo sembari menyerahkan kartu debitnya.

“Selamat datang kembali.”

Kuroo kembali melajukan mobilnya untuk keluar dari area drive thru dan berhenti sejenak di pinggir jalan. Ia menyerahkan es krim milik Kenma dan punyanya kepada Kenma. “Maaf, nyusahin lo, Ken. Bisa pegangin es krim gue selagi gue nyetir ga? Gue niatnya mau ngajak ke lain tempat dulu. Gak apa-apa, ‘kan?”

“Iya, gak apa-apa kok.”

Kuroo menyalankan mesin mobilnya membawa Kenma serta dirinya pergi ke suatu tempat yang telah ia pikirkan sebelumnya. Di mana sebuah tempat yang cocok untuk menyantap es krim mereka. Kenma memakan es krim miliknya dengan lamat, sedangkan sebelah tangannya terangkat pada lengan atas Kuroo untuk memberikan es krim itu ke mulut Kuroo.

Kuroo tersenyum, ia memakan es krim miliknya sembari dipegangkan oleh Kenma. Melihat ekspresi pemuda itu benar-benar membuat hatinya menghangat.

“Kamu masih inget aku suka vanila?” tanya Kenma pads dirinya.

“E-Eh? Lo suka vanila, ya? Padahal tadi gue cuman pilih asal karena itu best seller dari toko mereka.” jawab Kuroo terbata-bata.

Kenma menurunkan bahunya sedikit kecewa dengan jawaban Kuroo. Ia kira Kuroo masih mengingat tentang varian kesukaannya, namun tebakannya salah.

Padahal nyatanya Kuroo hanya berusaha menyalak pernyataan Kenma, ia memang sengaja memilihkan varian itu untuknya, karena Kuroo masih ingat bahwa Kenma sangat menyukai varian itu.

“Oh ... begitu, ya.”

“Iya.”

“Sorry gue harus bohong, Kenma.”

Tak lama kemudian Kuroo menghentikan laju mobilnya pada sebuah taman yang nampak sunyi namun begitu indah untuk dipandang. Hanya ada beberapa orang yang berseliweran di sana. Kuroo melepaskan sabuk pengaman miliknya dan Kenma. Ia meminta Kenma untuk diam saja di dalam mobil sembari menikmati matahari terbenam.

Kuroo meraih cup es krim miliknya dari tangan Kenma, tatapannya tertuju pada pemandangan yang ditampilkan di hadapannya. Disungguhkan dengan mosaik jingga dan semilir angin yang menerpa. Sungguh menenangkan isi pikirannya.

“Kuroo.” panggil Kenma.

“Iya?”

“Terima kasih, ya, sudah mau ngejalanin permintaanku yang aneh ... ” Intonasi suara Kenma semakin menurun.

“Gak masalah kok, selagi gue seneng ngelakuinnnya. Gue gak apa-apa.”

Setelah mengucapkan kalimat itu, keduanya kembali tenggelam dalam kesunyian. Sama-sama menikmati pemadangan yang tersaji di hadapan mereka sembari menikmati dinginnya es krim yang menyapa rongga mulut.

“Kenma, lo tau gak ada berapa bagian dari senja?” Kuroo kembali memulai topik pembicaraan mereka.

Kenma sedikit memajukan bibirnya beberapa senti sembari berpikir. Kenma menoleh kepada Kuroo mengatakan bahwa Kenma tak tahu mengenai itu.

“Lo liat ‘kan sinar yang dipantulkan matahari dari ufuk sana?”

“Iya, liat.” timpal Kenma.

“Itu namanya aram. Sedangkan senja itu terbagi menjadi 3, yaitu Senja Ugahari, Senja Bahari, dan Senja Astronomis. Sekarang ini kita lagi nikmatin Senja Astronomis. Nah, Senja Astronomis adalah letak matahari setinggi 18 derajat di bawah cakrawala. Warna langit udah gak berwarna jingga lagi, berarti matahari-nya sudah gak ngasih sinar ke langit lagi.” jelas Kuroo seraya memakan es krim-nya pelan.

Perkataan Kuroo mampu memukau dirinya, pembahasan seperti ini seperti yang ia rasakan saat mereka masih bersama dahulu. Kuroo sangat menyukai pembahasan mengenai astronomi, sedangkan dirinya selalu menjadi pendengar setia Kuroo dan berusaha untuk memahami teori-teori yang Kuroo jelaskan kepadanya. Debaran anomali berdegup sangat cepat di jantungnya. Ia sangat senang bisa mendengar penuturan Kuroo.

“Kuroo, senja indah, ya? Mereka akan kembali datang esok hari, selalu berakhir indah. Tapi menurut kamu, apa kehidupan setiap manusia itu juga sama kayak senja. Apa kita, sebagai manusia, akan selalu berakhir indah?”

Pertanyaan retorik, tidak, Kuroo lantas tak tahu apa yang harus ia lontarkan sebagai jawaban. Ia hanya diam mengamati Kenma yang berseri menatap langit senja.

Apakah kisah ini akan berakhir indah?

Kuroo maupun Kenma tak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Mereka hanya mengikuti jalan takdir.

[]