Bagian 7.

Langit biru yang meredam pilu, semilir angin mengudara dan menerpa pori-pori kulitnya. Wajahnya berseri dan senyuman merekah indah di ranum semerah ceri. Hari ini merupakan hari kedua baginya dengan kata lain ada 58 hari yang tersisa. Toh, ia tak peduli hari-hari yang tersisa sebelum perpisahan yang Kenma rasakan hanyalah kebahagiaan. Hari ini ia ingin mendatangi sebuah taman yang letaknya beberapa meter dari bangku sekolah menengahnya. Saat dirinya masih muda dan belia, acap kali menghabiskan waktu sore-nya bersama Kuroo, pujaan hatinya.

Bukan, Kuroo bukan lagi pujaan hatinya. Mereka telah berakhir beberapa tahun yang lalu. Saat ini Kuroo telah dimiliki oleh hati yang lain, bukan dirinya lagi.

Kenma memilih opsi untuk menggunakan transportasi umum ketimbang menggunakan kendaraan pribadinya. Hanya dibalut pakaian kasual dan tas yang tersampir di bahunya, ia memasuki peron kereta. Harum khas dari hiruk-pikuk menyerbak untuk masuk ke dalam indranya. Tercium jelas sehingga membuat dirinya merindukan masa-masa ini.

Let’s go.” Ia bergegas memasuki kereta dan memilih kursi yang masih kosong.

Kereta melaju dengan rancu, membawa jiwa serta dirinya membelah perkotaan. Ketika dirinya masih duduk di bangku sekolah menengah, ia sering menggunakan alat transportasi umum bersama Kuroo untuk berangkat sekolah bersama. Bak kebiasaan yang dilakukan setiap hari, setiap bel berdering maka Kuroo akan bertengger di daun pintu kelasnya, mengajaknya untuk pulang bersama.

The old memories was surely beautiful.

Kenma memainkan nintendo kesayangannya untuk menyapu kesunyian yang melanda, selagi kereta masih melaju di jalurnya.

...

Cukup menghabiskan waktu 20 menit menaiki kereta untuk sampai ke tempat tujuannya. Pandangannya mengedar ke seluruh area taman yang sangat berbeda sejak terakhir kali tungkainya berpijak di atas rerumputan ini. Begitu banyak hal yang baru yang mengagumkan. Suara gemercik air sungai menyambut intensitas dirinya, angin yang membuat dedauan bergerak.

It’s beautiful.” gumam Kenma.

You missed a lot.” Tanpa Kenma sadari Kuroo telah berdiri di sampingnya beberapa menit yang lalu, sebab seluruh atensinya tertuju pada pemandangan yang terhampar di hadapannya.

“Kuroo?”

Kuroo menepuk pelan bahunya agar Kenma mengikuti langkah kakinya. Ia membawa si pemuda yang lebih kecil ke pinggiran sungai yang ada di taman ini. Kenma hanya diam dan menurut apa yang Kuroo titahkan kepada dirinya, tak menampik dan melayangkan pertanyaan. Ia memang selalu bertingkah demikian.

Kuroo menghamparkan sebuah kain di atas hamparan rerumputan, ia meletakkan beberapa barang yang sengaja ia bawa untuk hari ini. Ia melepas sepatu yang ia kenakan dan memgambil tempat duduk di atas kain tersebut. Kenma masih tak bergeming di tempatnya, Kuroo memperhatikan sosok itu dan membuatnya terkekeh pelan.

“Ayo duduk sini.” pintanya kepada Kenma.

Kenma menurut, menanggalkan sepatu bercorak putih itu di samping sepatu Kuroo dan ikut duduk bersamanya. “Apa ini?”

Date, apa lagi? Di taman ini dan ditambah sungai bersih yang mengalir emang cocok buat jadi tempat nge-date.” jawab Kuroo santai seraya mengeluarkan beberapa toples dari keranjang rotan. “Lo sudah makan belum?” Kuroo melemparkan pertanyaan.

Kenma menggeleng, “belum.”

“Yaudah, kita makan siang dulu aja.”

Kuroo memberikan sekotak bento dan air mineral kepada Kenma, ia memang berniat melakukan ini bersama Kenma dan lagipula ia belum menikmati jatah makan siangnya setelah berkecimpung dengan pekerjaan yang menumpuk. Kenma tak membantah justru ia merasa teramat bahagia, karena perlakuan Kuroo memang kembali seperti sedia kala.

“Katanya ini enak, tadi gue sempat beli di deket kantor. Mau nyoba gak?” Kuroo mengambil jajanan di pinggir jalan yang tengah ramai di jual oleh para pedagang. Ia memakan makanan tersebut setengah dan bagian setengahnya lagi ia julurkan kepada Kenma.

“Mau.”

Kenma memegang pergelangan tangan Kuroo sembari dirinya memakan makanan yang disuapkan Kuroo untuknya. Debaran anomali itu kembali muncul, terbesit perasaan hangat singgah di hatinya. Kenma tak menyangka Kuroo akan bersikap seperti ini seolah-olah masalah yang pernah terjadi di antara mereka lenyap dan lesap begitu saja. Kenma menahan air mata yang ingin berjatuhan, karena perlakuan Kuroo yang sangat baik kepadanya.

“Kenma?”

“I-Iya?”

“Kok cuman diem sih?”

“Gak apa-apa.”

Kuroo menghela napas pelan, tatapannya menyapu ke seluruh penjuru taman. Ia meletakkan kotak bentonya yang telah tandas dan menyesap air mineral untuk membasahi kerongkongannya. Sedangkan pemuda di sampingnya masih menyantap hidangannya dengab khidmat.

“Gue berasa flashback. Biasanya kita sering ke sini waktu SMA, ya?” celetuk Kuroo.

“Hmm.” Kenma berdehem.

“Kenma, apa yang lo rasain saat ini?” Kuroo mengalihkan pandangannya kepada Kenma.

“Seneng ... ”

Kuroo terkekeh kembali, ia menggeser tubuhnya agar lebih dekat dengan Kenma. Ia menyampirkan kepalanya di atas bahu Kenma secara tiba-tiba, tangannya memeluk kedua lututnya sembari menatap apapun yang ditampilkan alam untuk mereka berdua. Saat ini Kenma tengah dirundung euforia yang membara, pundaknya yang terasa berat karena beban kepala Kuroo. Ia memiringkan kepalanya untuk menimpa kepala Kuroo dan saat ini tak ada satupun yang mengeluarkan ucap.

“Gue turut seneng kalo lo seneng.” timpal Kuroo yang masih menyenderkan kepalanya pada pundak Kenma, pun tak keberatan kala kepalanya harus menahan bobot kepala Kenma.

“Kuroo.”

“Ya?”

Someone is so lucky to have got you.

...

Rupanya taman ini selalu menggelar acara kembang api disetiap Kamis malam. Mereka masih berada di tempat yang mereka tempati tadi siang, ada banyak orang yang duduk bersimpuh di sekitar mereka untuk menunggu acara kembang api dimulai. Kuroo dan Kenma terjalin dalam percakapan tatkala Kenma tertawa karena gumpalan lelucon yang Kuroo lontarkan di tengah-tengah percakapan mereka. Kuroo merasa luar biasa bahagia sebab dirinya mampu membuat Kenma terbahak, rasanya sangat membahagiakan.

“Kuroo, perutku sakit gara-gara ketawa terus.” ucapnya dengan giringan gelak tawa.

Kuroo terkekeh senang, ia mengusap perut Kenma yang dibalutin kaos yang ia kenakan sembari berujar, “jangan sakit-sakit dong.”

Tak berselang lama kemudian, beberapa kembang api mulai dinyalakan dan meluncur ke atas menghiasi langit gemerlap malam. Kuroo dan Kenma sama-sama menatap pertunjukan kembang api tersebut. Kuroo menoleh ke arah samping untuk menatap netra cerah Kenma yang bersinar terang. Ia menarik sudut bibirnya ke atas membentuk garis senyuman.

Kenma, gue sadar bahwa gue gak bisa bener-bener benci lo.

Tiba-tiba Kenma meremas ujung pakaian yang dikenakan Kuroo membuat pemuda bersurai hitam itu merengut bingung. Ia menelisik ekspresi Kenma yang nampak ketakutan dan sorot matanya pun menegang. “Kenma, lo kenapa?” tanyanya dengan intonasi panik.

“T-Takut ... t-takut petasan.” jawabnya terbata dan terdengar begitu lemah.

Ah, Kuroo baru ingat jikalau Kenma membenci kembang api dan membuatnya menjadi ketakutan. Kuroo menarik rahang Kenma dengan pelan untuk bersitatap dengan netra gelapnya. Ia memamerkan senyuman tulus, sembari menutup telinga Kenma dengan kedua tangannya.

“Jangan takut, gue ada di sini, gue ada di samping lo, Kenma.”

[]