FESTIVAL
Apa yang tengah ia lakukan adalah hal yang impulsif, menyusun rencana di luar akal sehatnya. Beberapa kali dirinya mencoba untuk mengerti apa yang dikehendaki oleh hati, bahkan dinding beton yang selama ini ia susuh dengan kokoh—hancur begitu saja oleh deburan ombak, mudah layaknya memecah sebuah karang. Ego yang ia junjung setinggi langit hanya berujung luluh-lantah. Bukankah sudah ia tekankan bahwa titik kelemahannya telak berada di sosok itu? Semakin banyak usaha yang ia keluarkan untuk melupakan, maka semakin sulit ia lakukan.
Enam tahun usahanya hanya berujung sia-sia. Namun, ia menganggap bahwa permasalahan itu timbul karena ada kesalahpahaman dan kerasnya egoisme dari masing-masing. Tak seharusnya ia tuangkan semua kesalahan kepada sosok itu, jikalau dirinya juga ikut andil menjadi alasan seseorang itu terluka.
Di sini, ia berdiri. Kembali menjangkau masa lalu untuk ia iringi. Ia berserah diri dengan takdir yang membawanya, menyerahkan seluruh logika dan pikirannya dalam bertindak.
Kuroo menginjak pedal gas kendaraan yang tengah ia kendarai, bersama dengan Kenma yang duduk tenang tepat di sebelahnya. Kecanggungan mendominasi atmosfer di dalam mobil. Tak ada lagi sirat kekecewaan yang tersorot di netra legamnya, rasanya seperti kembali ke waktu lalu. Kenma melemparkan pandangan ke arah Kuroo yang tengah fokus dalam kendalinya. Rasa hangat yang bak menyelimutinya setelah pertemuan terakhir mereka cukup berakhir tak mengenakan. Kenma sama tak tahunya, tetapi ia cukup menikmati bagaimana Kuroo memperlakukannya.
Sungguh tak tahu apa yang tengah terjadi atau siapa yang saat ini Kuroo simpan di dalam hati.
“Kalo lo nanti merasa gak nyaman, bilang sama gue, ya? Gue gak mau lo maksain diri lo buat gue.” titah Kuroo tanpa bantahan, absolut seperti biasanya. Kenma mengangguk menyetujui, saat ini Kuroo seperti dirinya beberapa tahun silam.
“Iya, pasti.” jawabnya.
“Sebenernya temen gue tau gue dateng ke acara festival, tapi nanti kita misah aja dari mereka, gue takut lo gak nyaman sama mereka, but you really know who they are.” ujar Kuroo memecah keheningan malam.
“Temen lama kamu, ‘kan? Kak Bokuto, Kak Oikawa, dan yang lainnya. Kalo kamu mau kita gabung sama mereka aku gak apa-apa kok. Bukannya lebih rame kalo banyak orangnya?” Netra itu menatap sayu kepada Kuroo.
Kuroo menggaruk tengkuknya tak tahu harus menjawab seperti apa. Alasannya tak ingin bertemu dengan teman-temannya karena belum siap menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bermunculan menimpa dirinya kala nanti. Pasti akan ada kebingungan apabila mereka mendapati Kuroo bersama Kenma.
“I want this time to be enjoyed only by the two of us.” edar Kuroo.
Kenma menarik sudut bibirnya ke atas membentuk segaris senyuman, jantungnya berdebar lebih cepat dari kinerja biasanya. “It’s like coming back home, Kuroo.” tutur Kenma.
Kuroo membalas senyumannya seraya mengusak surai Kenma yang sudah panjang dari beberapa tahun yang lalu, sepasang pipi itu masih merona indah seperti sedia kala, sepasang iris yang menatapnya dengan sayu. Sebenarnya tak ada banyak perubahan yang terjadi pada mereka.
Bahkan perihal perasaan sekalipun.
“It’s nice to see your smile again.”
Kenma terkesiap melihat senyuman yang dihantarkan oleh Kuroo kepadanya, senyuman penuh ketulusan. Keduanya terlarut dalam obrolan ringan dan kadang diselipi gumpalan lelucon yang dilontarkan Kuroo. Terlihat seperti tak ada masalah yang pernah menimpa mereka—keduanya bersikap layaknya dua orang yang masih dimabuk cinta.
Andai ombak itu tak menerpa mereka, mungkinkan pemandangan seperi ini yang akan terjadi? Tak ada duka derita selain suka dan cinta.
Lapangan yang dijadikan tempat berlangsungnya festival musik sudah dipenuhi oleh orang-orang yang datang dengan niat dan tujuan sama; menikmati acara guna menghibur diri. Tanpa Kuroo sadari, tangannya menggenggam pergelangan tangan Kenma agar mereka tak terpisah karena keramaian manusia yang membuat mereka terdesak. Beberapa kali Kuroo memastikan keadaan Kenma baik-baik saja. Ia tak tahu bahwa festival ini akan dinikmati secara berdiri sepanjang acara.
“Kalo lo capek dan sesek cepet-cepet buat kasih tau gue, ya? Biar kita cari space yang lebih terbuka.” ujar Kuroo bak sebuah perintah.
“Oke!”
Tak lama kemudian festival dimulai dengan menampilkan band rock tersohor sebagai pembuka, yang menjadi alasan mengapa festival ini mendapat lonjakan penonton. Kenma berbinar tatkala menemukan sosok yang ia kenali tengah memetik gitarnya di atas panggung. Ia baru mengetahui bahwa sosok itu saat ini berprofesi sebagai pemusik.
“Semi!” teriak Kenma kepada Kuroo, sebab suaranya akan diredam oleh riuh penonton apabila ia tak mengeluarkan gelombang suara yang tinggi. Kuroo menoleh dan mengangguk.
“Iya, dia saat ini jadi anggota band.”
“That’s cool!”
Kuroo mengusak surai Kenma karena gemas dengan antusias yang ia tunjukkan. Kenma sangat menikmati pertunjukan tersebut, karena ia rindu dengan masa seperti ini. Sedangkan Kuroo lebih banyak memperhatikan Kenma yang berada di sampingnya. Sontak kagum dengan respon positif Kenma. Ia turut bahagia melihat Kenma menikmatinya.
“Finally ... I can see you again like this like before.” gumam Kuroo pelan.
Posisi saat ini di mana Kuroo berada di samping Kenma, namun sedikit memundurkan tubuhnya agar tubuh kecil Kenma dekat dengan bagian depan tubuhnya. Ia menghalangi orang-orang di sekitar mereka untuk tidak menjangkau Kenma atau membuat Kenma terhuyung. Salah satu tangannya ia letakan di atas pundak Kenma. Lambat laun turut merasakan euforia yang dipancarkan di festival musik tersebut.
“Seru banget!” pekik Kenma antusias.
“Gimana? Kamu suka gak?” bisik Kuroo telak di rungunya agar Kenma dapat mendengar jelas perkataannya.
Kenma membalikan wajahnya dan mengangguk, “suka, suka banget.”
“Aku bakal bawa kamu ke manapun dan kapanpun asal bisa membuat kamu bahagia.” bisiknya lagi.
Pandangan yang lebih muda berkeliaran ke arah lain, ia menggapai tangan Kuroo yang berada di bahunya dan senyumannya merekah, “terima kasih banyak, Kuroo.”
Kuroo memasangkan topi yang sempat ia kenakan ke kepala Kenma, lalu per sekon kemudian ia mendekap Kenma dengan kehangatan dan begitu erat. Kenma lantas terdiam di tempatnya karena perlakuan Kuroo yang tiba-tiba, tak sempat mencerna apa yang baru saja terjadi karena pelukan Kuroo terasa menuntut.
“Kenapa ... kenapa perasaan ini muncul lagi? Aku gak bisa menampik bahwa aku benar-benar merindukan kamu, Kenma.” ucapnya halus.
Kenma dapat mendengarnya dengan jelas meskipun suara musik masih menggema dengan nyari, seolah seluruh atensinya sudah tertuju kepada Kuroo sehingga ia tak dapat terfokus dengan hal yang lainnya. Kenma mengangkat tangannya demi membalas pelukan Kuroo.
“I miss you more, Kuroo.”
Keduanya terhanyut dalam perasaan yang belum rampung sehingga tak sadar ada sosok yang memperhatikan mereka dari kejauhan. Membekap mulutnya karena terkejut dengan pemandangan yang tengah ia saksikan dengan kedua matanya. Langkahnya gemetar untuk mundur, lalu meninggalkan acara secara terburu-buru.
“Bahkan hingga detik ini kamu masih belum bisa mencintaiku ... ”
[]