Hubungan Pertemanan.

Setelah pertengkaran yang terjadi di ruang obrolan mereka, Seishu menjadi tak tenang di dalam kamarnya. Ia terperanjat mendapati balasan sarkasme Kazutora kepadanya saat dirinya ingin memperbaiki benang yang kusut di antara mereka. Tak pernah sekalipun Kazutora semarah itu kepadanya selama mereka berteman. Kazutora tipikal orang yang mudah menelan emosinya dibandingkan dengan temannya yang lain.

Takemichi berperan sebagai orang yang cukup bijak di tengah-tengah mereka, ditambah kehadiran Souya yang menjadi pelengkap. Hakkai dan Kazutora yang selalu membuat pertemanan mereka berkesan dengan tingkah laku mereka yang di luar akal sehat manusia, tanpa adanya mereka berdua pertemanan mereka akan begitu membosankan. Lalu, sosok manis Chifuyu. Sosok penurut dan patuh pada segala titahan yang dilemparkan kepadanya. Tak banyak melayangkan keluhan mengenai teman-temannya.

Dan si bintang utama, Seishu. Sosok yang banyak dikagumi oleh orang-orang, baik paras eloknya maupun kebaikan hatinya. Tokoh Seishu itu sebagai pelengkap di hubungan mereka, menjadi orang yang netral kepada semuanya. Ia dapat menjadi apa saja untuk mengisi ruang yang rumpang di tengah-tengah pertemanannya. Maka dari itu Seishu akan selalu menjadi bintang yang tersohor.

Merajut ikatan relasi enam orang terkadang membuat kewalahan, sebab menggabungkan sekian banyak personalitas dari berbagai karakter yang terlihat di dalam satu wadah yang sama. Ada beberapa cairan yang tak dapat bersatu, pula ada partikel-partikel yang ingin selalu berdampingan. Namun, perbedaan itulah yang membuat mereka saling bertaut.

Tak jarang ada pertikaian kecil yang menguap, namun akan mereka selesaikan dengan komunikasi yang baik sebelum pertikaian itu meluap menjadi besar. Komunikasi adalah kunci segala hal, tanpa adanya komunikasi yang lancar hanya menyebabkan kejadian simpang siur.

Seperti di masa ini, tampaknya ada ego yang membumbung tinggi di diri Kazutora dan Chifuyu yang membuat keduanya tenggelam dalam lautan emosi. Tak berpikir panjang dan mengambil keputusan sepihak, percikan masalah itu menyebar kepada yang lainnya. Memanifestasikan terjadinya perpecahan dan menghasilkan perbedaan kubu. Ada pihak yang membela oknum a dan ada juga yang membela oknum b.

“Brengsek!” umpat Seishu dengan melemparkan ponselnya ke atas ranjang.

Sebenarnya ia juga tengah emosi, tapi ia berusaha sekuat tenaga untuk menahan emosi itu agar tak meluap-luap supaya tak memperkeruh suasana. Sepertinya mengeluarkan sepatah kata pun dapat mematahkan hati mereka yang tengah rapuh. Maka dari itu Seishu lebih memilih diam sementara waktu.

“Gue capek ... ” ujarnya pelan.

Namun, selang beberapa menit kemudian sosok itu bangun dan bergegas keluar dari dalam kamarnya. Meminta sang kakak agar membiarkannya mengendarai mobil. Tujuan Seishu saat ini adalah rumah Kazutora. Lantaran Seishu ingin memotong jalur pelarian Kazutora, ia ingin mendengar langsung cerita Kazutora. Tak acuh pada kemungkinan amarah Kazutora muncul karenanya. Ia ingin menemui sahabatnya tersebut sebelum semuanya runyam.

Tok. Tok.

Seishu mengetuk pintu rumah Kazutora secara terburu, dua menit tak kunjung di buka oleh sang empu, tentunya ia tak mudah menyerah begitu saja.

“Kazutora, bukain, ini gue.” teriak Seishu.

Tak ada balasan dari dalam rumah, tetapi Seishu tahu jikalau eksistensi Kazutora ada di dalam rumahnya. Seishu mengetik beberapa pesan untuk Kazutora dan bergegas mengirimnya, tangannya masih mengetuk daun pintu sampai Kazutora mau membukakan pintu untuknya.

“Gue gak akan pulang sampai lo keluar.” sambung Seishu.

Tak lama kemudian, pintu utama terbuka lebar menampilkan sosok Kazutora yang berantakan. Surai berwarnanya acak-acakan, wajahnya yang pasi, serta mata yang membengkak. Kazutora sekacau itu, tetapi tak ada satupun yang menyadari. Pun tak ada yang tahu apa rencana yang bersemayam di benak Kazutora dan bagaimana hancurnya perasaannya setelah dilempar oleh kenyataan yang menyakitkan. Kazutora sama terlukanya.

“Kenapa—”

Belum selesai Kazutora menyalak, ia mendapatkan tubuh ringkih Seishu mendekapnya begitu erat. Meletakkan kepalanya agar bersandar di pundak sempitnya. Meminta pemuda itu untuk meluruhkan egonya sekarang juga. Seishu mengusap surai panjang Kazutora dengan begitu lembut seolah tak ingin meninggalkan luka di atasnya.

“Ssut. Gue tau ada yang gak beres sama lo.” ujar Seishu dengan nada pelan, “makanya gue dateng ke sini buat liat keadaan lo secara langsung. Gue tau perasaan lo, Kazutora, tapi gue akan sangat mengerti apabila lo cerita sama gue.”

Detik itu juga Kazutora menumpahkan segala tangisannya di dalam dekapan Seishu. Meluruhkan semua perasaannya di dalam tangisan tersebut, tak peduli Seishu akan mendapati sosoknya yang lemah. Rasanya begitu berat untuk membendung itu lebih lama lagi dan tangisan itu sedikit membuatnya lega. Seishu tersenyum, setia membelai surai Kazutora. Menyalurkan semangat kepada temannya itu.

“Gak apa-apa, gue ada di sini, lo gak akan sendiri, Kazutora.”

...

“Bisa gue tau apa yang sebenarnya terjadi sama lo dan juga Baji?” tanya Seishu tatkala Kazutora telah usai dengan tangisannya, keduanya berada di dalam kamar Kazutora untuk menenangkan pemuda itu.

“Seperti yang pernah gue ceritain ke kalian, gue sama Baji itu childhood friend which turned out to be crushes for each other on the basis of affection. Awalnya berjalan lancar layaknya dua orang yang sedang jatuh cinta, kadang kita ketemuan atau nge-date and the worst, gue pernah tidur sama dia atas kemauan kita berdua sih, gak ada paksaan dari dia soalnya gue bener-bener cinta sama dia, Sei. Jadi, gue mikirnya gak masalah untuk melakukan itu sama dia. Sampai di mana dia mulai agak berubah sama gue, dia sering main handphone pas lagi jalan sama gue dan ngerasa ragu dengan perasaan dia sendiri.”

Kazutora menghambur deru napas, rasa mencekik kian muncul kala lidahnya menuturkan kata demi kata. Seishu hadir untuk mengusap punggung Kazutora atau sembari mengatakan, ‘tidak apa, perlahan aja.’ Kazutora menetralisasikan napasnya seraya berjalan mundur mengingat-ngingat kenangan di masa lalu.

“Gue bukan tipikal orang yang gak ngasih privasi ke seseorang yang deket sama gue, sekalipun itu pacar gue. Jadi, gue gak pernah maksa Baji untuk ngasih handphone dia ke gue biar gue tau apa yang dia lakuin di benda itu. Gue cuman bermodalkan kepercayaan ke dia. Makanya gue gak tau ternyata dia main cyber juga dan di sana lah dia ketemu sama Chifuyu.”

“Kazutora, sorry for not knowing anything about what you’re going through.”

“Makasih banyak, Seishu. Lo satu-satunya yang selalu ngertiin gue.” Walau dengan wajahnya yang sendu, Kazutora masih menyelipkan senyuman terlukanya. Berusaha terlihat baik-baik saja di hadapan sahabatnya tersebut. Sampai kapanpun, Kazutora ingin selalu berusaha agar semuanya berjalan dengan baik. Tak peduli akan ada banyak lara yang mengemban di dalam dirinya.

“Gue selalu mendukung Chifuyu untuk deket sama Kei walaupun Kei tarik-ulur hubungan mereka, gue marah banget tentang itu. Gue gak suka Kei permainin Chifuyu, karena semua temen gue berhak bahagia bukan untuk terluka. Sampai pada saat Chifuyu ketemu sama Kei, gue sebahagia itu lihat hubungan mereka yang ada kemajuan. Di chat gue bilang semangat ke Chifuyu, berharap pertemuan mereka berjalan lancar, tapi kayaknya pas mereka ketemu gue adalah salah satu penghambatnya. Gue minta Baji untuk nemenin gue ke mall bertepatan Baji sama Chifuyu ketemu, di situ gue gak tahu apa-apa perihal Baji maupun Chifuyu. Gue cuman berpikir, Baji itu deket sama gue.

Pula, gue gak tahu bagaimana kecewanya Chifuyu menunggu Baji yang lagi jalan sama gue. Semuanya masih sesuai dengan rencana Baji, gue dan Chifuyu masih gak tau apa-apa. Sampai ketika Chifuyu ngirim foto mereka berdua dan di situ lah gue tahu semuanya. Lo mau tau, gue nangis dan kecewa sama Baji karena udah main belakang dari gue, lebih buruknya sama sahabat gue sendiri. Kayaknya dunia itu terlalu sempit, sampai-sampai gue sama Chifuyu jatuh cinta dengan orang yang sama tanpa sepengetahuan kami.

Gue nangis bukan karena Baji, tapi karena Chifuyu. Gue ketakutan jikalau Chifuyu tahu bahwa Baji sebenernya gak 100% serius sama dia. Gue takut Chifuyu terluka, tapi bodohnya gue membuka semua fakta itu secara tiba-tiba di pertemuan kita kemarin. Gue bongkar di hadapan Chifuyu dengan emosi.”

Sekarang Seishu mengerti alasan di balik kejadian yang terjadi beberapa waktu yang lalu, tebakannya di awal benar. Kazutora tipikal orang yang selalu memikirkan orang lain, tak peduli apa yang akan terjadi pada dirinya sendiri. Ia rela menjadi pondasi yang kuat bagi orang-orang di sekitarnya, walau diterpa angin ribut ia akan selalu berdiri kokoh. Seishu menatap iris Kazutora yang kosong, seperti ada beban yang tengah ia tanggung di pundaknya.

“Gak apa-apa, Kazutora. Lo udah sangat hebat.” ujar Seishu menenangkan.

“Gue harus gimana ke Chifuyu ... ? Gue gak beneran marah sama dia tapi gue pengen tau perasaan Chifuyu ke Baji gimana supaya gue bisa lepasin Baji dengan baik dan dengan alasan yang tepat.” sambungnya. Melihat sosok Kazutora seperti ini juga membuat Seishu menjadi sedih. Kazutora yang hancur hingga berkeping, berjuang demi kebahagiaan orang lain.

“Komunikasi. Bukannya kita selalu selesaiin masalah dengan komunikasi? Lo harus ngobrol berdua sama Chifuyu, jelasin ke dia sejelas-jelasnya. Chifuyu juga sedih liat hubungan lo berdua kayak gini.”

“Gue malu ... ”

“Buat apa? Lo berjuang terlalu banyak untuk kita semua.”

Kazutora menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan, ia merasa bersalah ketika tak sengaja membentak Chifuyu saat temannya itu mengirimkan pesan obrolan kepadanya. Ia hanya ingin menguji kekuatan hati Chifuyu dan ingin mendapatkan jawaban yang tulus dari Chifuyu mengenai perasaan ke Baji.

Sebab ia rela melepaskan Baji untuk Chifuyu apabila hati mereka saling kokoh ‘tuk menorehkan nama masing-masing.

...

Mall. Pusat pembelanjaan terbesar di kota mereka, tempat yang mereka kunjungi saat ini. Seishu mengajak sahabatnya itu pergi bersama agar Kazutora tak terpuruk dengan hawa lara yang semakin menguasainya. Kazutora perlu bernapas lega sejenak dibanding memikirkan masalah yang sedang ia arungi. Seishu meminta Kazutora untuk makan malam sebab keduanya belum memasukkan apapun ke dalam perut mereka.

Ditambah menangis membuat keduanya kelaparan. Seishu nampak senang ketika melihat wajah Kazutora yang lebih cerah dan ekspresif daripada sebelumnya. Ia mulai tersenyum tulus tatkala Seishu melayangkan guyonan. Memang sejak dahulu keduanya sedekat ini.

Seishu melayangkan pandangannya ke sosok pemuda bertubuh jangkung dengan surai merah muda. Seishu mengenali sosok itu sebab dari itu, Seishu langsung melolongkan namanya dengan lantang.

“Sanzu!” teriak Seishu.

Merasa namanya dipanggil oleh seseorang, sosok itu mengedarkan pandangannya ke sana ke mari mencari di mana munculnya suara tersebut. Pandangannya terhenti pada Seishu yang melambaikan tangannya kepadanya. Spontan sosok itu menunjukkan senyum lebar dan bergegas menghampiri meja yang ditempati Seishu.

“Wah, Seishu!” ujarnya antusias.

“Kebetulan banget ketemu di sini, lo sama siapa ke sini?” tanya Seishu kepada Sanzu.

“Iya nih, gue sendirian aja.” jawabnya.

“Yaudah duduk sama gue aja sini daripada lo sendirian, ‘kan?” tawar Seishu. Sanzu langsung menerimanya dan mengambil tempat duduk di samping Seishu.

“Kazutora, ini temennya Koko, namanya Sanzu, dia juga main cyber. Nah, Sanzu. Kenalin ini temen gue namanya Kazutora. Gue bakalan seneng kalo kalian kenalan.” Seishu memperkenalan Sanzu dan Kazutora, lalu mereka saling berjabat tangan dan menampilkan senyuman ramah satu sama lain.

Terasa ada yang aneh, Sanzu menatap Kazutora lamat dan sempat terdiam. Nama Kazutora tak begitu asing di telinganya, hingga beberapa sekon kemudian Sanzu terperanjat. Kazutora adalah pujaan hatinya Baji sebelum bersama Chifuyu.

“Kazutora ... maaf sebelumnya, I feel bad for you because of Baji.” lirih Sanzu.

Kazutora mendongakkan kepalanya, sempat terheran karena Sanzu mengetahui permasalahannya dengan Baji tapi setelah itu ia hanya tersenyum simpul. Ia sudah mengatakannya kepada Seishu bahwa mulai sekarang ia akan baik-baik saja. Kazutora merasakan punggung tangannya diusap oleh Sanzu, seolah mengirimkan banyak semangat untuknya.

I’m fine, Sanzu. But, thank you.”

“Tenang aja pas gue ketemu Baji nanti, orangnya bakal gue tonjok!” ujarnya dengan emosi yang menggebu-gebu.

Mendengar itu membuat Kazutora terkekeh seketika. Ia merasa senang karena dikelilingi orang-orang baik sekarang, mereka yang khawatir akan dirinya, mereka yang setia mendengar setiap ceritanya. Kazutora setidaknya sudah cukup bersyukur diberikan teman-teman yang peduli padanya. Maka dari itu ia korbannya perasaannya demi kebahagiaan yang akan mereka raih.

Lantaran, teman segalanya untuknya.

[]