Lust, Love, and Leave.

Explicit sexual content, boys love, dom/sub, abal sex, Takemichi!top, Manjiro!sub, dirty talk, blowjob, fingering, nipple play, wot position, rimming.

Perihal filosofi kekasih yang melibatkan urusan hati. Menjerat dua jiwa nan idiosinkrasi dengan benang merah yang didasari oleh perasaan cinta yang akan melahirkan harsa. Lantas tetapi, dua insan tersebut tak selamanya akan meraup harsa dari jembatan hubungan mereka, ada fase di mana dua jiwa itu terjerembab dalam derita yang membuatnya mengembus asa. Lalu, apakah dua hati yang telah dibaluri cinta berujung dengan pujaan jiwa?

Tidak bagi Takemichi dan Manjiro. Tak ada benang merah yang mengikat insan keduanya meskipun salah satunya terjatuh dalam kubang asmara. Walau ribuan hari mereka lalui dengan bergandengan bersama, masih tak ada hubungan istimewa yang menjanjikan mereka. Demikian tak ada relasi yang lebih serius di antara mereka, tak ada salah satu dari mereka yang terluka. Sebab kebersamaan mereka bukan dilandasi oleh cinta melainkan sejuta hasrat senggama.

Saat itu Takemichi bertemu dengan salah satu orang yang dimahkotai oleh keindahan bernama Sano Manjiro; paras yang selaras dengan sesosok dewi, surai panjang keemasan, pula obsidian hitam yang memancarkan kekuasaan. Takemichi langsung takjub melihat sosok itu dan hendak menyatakan bahwa Manjiro hanya miliknya seorang, bukan orang lain. Lantas Manjiro membalas sosok itu dan terjalin suatu kontrak di atas mereka.

Kontrak yang juga dilengkapi dengan peraturan; jangan sekalipun jatuh cinta kepada saya, Manjiro.

Manjiro tak peduli apa yang tertulis di sana, yang ia butuhkan adalah sosok Takemichi di dalam genggamannya dan menjadi satu-satunya orang yang dapat menjamah sekujur tubuh Manjiro dari pucuk surainya hingga ke ujung kaki. Persetan dengan peraturan yang ditekankan oleh Takemichi, ia hanya butuh seseorang untuk memenuhi hasrat birahinya. Tatkala seiring berjalan waktu, sudah 3 tahun lamanya mereka menjalin hubungan tersebut tanpa menyadari seseorang telah telak kalah. Melanggar peraturan yang sudah ditetapkan, ah, manusia memang sukma yang mudah dipatahkan oleh harta dan cinta. Baik harta yang mematahkan segalanya dan cinta yang melunturkan struktur akal.

Ting.

Ponsel pintarnya berdering tanda sebuah notifikasi yang masuk, Manjiro meraih benda itu dan membuka pesan yang dikirim oleh Takemichi kepadanya. Tercetak senyuman sumringah yang menghiasi potret parasnya. Sang pujaan baru saja mengajaknya untuk menghadiri sebuah pesta formal untuk jajaran pengusaha dan dirinya hadir sebagai pasangan kelabu dari sosok Takemichi. Beginilah eksistensi Manjiro di hidup Takemichi, menjadi pasangan pura-puranya karena pemuda tersohor itu membenci sebuah jalinan romansa yang mengikat dirinya sedangkan kedua orang tuanya terus-menerus memaksanya untuk mencari pendamping.

Manjiro melepas ponselnya dan membiarkan benda itu terjun ke atas sofa, sedanhkan ia bergegas bersiap untuk ikut serta menghadiri acara tersebut bersama Takemichi. Tercipta sebuah ide yang tiba-tiba terlintas di kepalanya membuat Manjiro terkekeh sembari memikirkannya.

“Michi pasti suka.” monolognya.

Memoles dirinya seesensial mungkin namun tak ingin terlihat teramat kontras. Ia mengenakan celana kain yang cukup ketat sehingga kedua bokongnya tercetak jelas serta kemeja pendek yang bahkan ukurannya sangat pas di badan mungilnya, tak lupa memakaikan mantel. Terpampang refleksinya di sebuah cermin yang memantulkan sosok dirinya, sudut bibirnya terangkat ke atas sebab merasa terpukau dengan penampilannya.

“Pantesan Michi lengket banget sama gue soalnya gue secakep itu.” ujar Manjiro.

Tak lama kemudian Takemichi datang untuk menjemput sang permain utama, Manjiro langsung bergelayut manja di leher jenjang Takemichi dan mencumbu bibir itu dengan cepat. Takemichi menahan dua sisi pinggul Manjiro seraya mengusap tubuh Manjiro yang dibaluti kain, bibirnya memagut ranum itu sehingga mereka sempat terjalin ciuman intens yang kasar. Manjiro itu tipikal submisif yang tak sabaran dan sulit untuk menundukkannya.

Stop, Manjiro. Jangan bikin saya menunda kehadiran saya di acara itu gara-gara seks sama kamu.” cekal Takemichi.

I miss you sooooo much.” ucapnya pelan. Takemichi merengut senyuman dan mengusap pipi Manjiro, gemas.

I miss you too, my little brat. Not now, sayang. Kita harus segera ke sana.” ajak Takemichi lembut. Manjiro harus diperlakukan layaknya benda berharga yang mudah retak, maka dari itu setiap sentuhannya harus lembut dan penuh kehati-hatian agar tak seinchi pun rusak.

When?” tanya Manjiro cemberut.

After the event ends.” Takemichi mengedipkan sebelah matanya lalu turut turun untuk mencium leher Manjiro. “Ayo.”

Bak pesta formal pada umumnya, jajaran pejabat menghadiri acara tersebut sembari membincangkan perihal perusahaan bersama kolega bisnisnya begitu pula dengan Takemichi. Melihat itu membuat Manjiro mendesah bosan, andai saja Takemichi tak menjanjikan sesuatu kepadanya setelah pesta tersebut berakhir, ia tak ingin membuang waktunya demi menghadiri acara membosankan ini. Takemichi tak sedikit pun membentang jarak dari Manjiro, tangannya melingkar rapi di pinggang Manjiro seolah tengah pamer pada seluruh semesta bahwa Manjiro tunduk di bawah kekuasaannya.

Manjiro merapatkan tubuhnya pada tubuh Takemichi tatkala banyak pasang mata tersorot kepada laki-lakinya. Ia tipikal posesif, tak boleh seorang pun menatap Takemichi dengan tatapan puja. Takemichi menyadari itu, segera tangannya mengusap bokong Manjiro dengan seduktif di tengah-tengah khalayak, usapan itu justru berubah menjadi remasan membuat sang pemuda bersurai terang menggigit bibir bawahnya.

“Michi ... “

Be patient brat before I really ruin you, Manjiro.” timpal Takemichi dengan vokalisasinya yang rendah.

Manjiro meneguk ludahnya susah payah, ia membenci fakta bahwa dominasinya akan luluh lantah di bawah kekuasaan Takemichi. Bahkan segaris senyumnya mampu melumpuhkan kewarasan Manjiro. Entah mengapa vokalisasi itu justru membuat hasratnya meningkat, jari-jari Takemichi menggelitiknya serta vokalisasi pria itu menggema di rungunya.

Sungguh Manjiro berharap acara ini segera berakhir agar ia dan Takemichi dapat menghabiskan malam indah mereka dengan bergumul di atas ranjang yang hangat sembari menabur harsa.

...

Ahh ... ”

Dinding yang menjadi saksi bisu atas aksi dua raga yang tengah merajut nafsu. Melantunkan kalimat pujaan penuh damba bak sebuah melodi, tubuhnya yang meliuk erotis seolah tengah menari. Keringat yang basah oleh pelipis dan obsidian yang mulai sayu. Takemichi tak pernah menundukkan egonya, pula barang sekalipun menatap ke bawah, namun siapa sangka dirinya telak takluk kepada Manjiro. Menundukkan seluruh badannya demi memuaskan sang submisif yang haus sentuhan sensual.

Manjiro yang lolos tanpa sehelai benang mengangkang lebar di hadapan Takemichi, sedangkan Takemichi berada di tengah-tengah Manjiro sembari menjamah kejantanannya yang telah basah oleh cairan pra ejakulasinya. Mengulum benda tak bertulang itu di dalam mulutnya, ditambah tiga jarinya masuk ke dalam senggama Manjiro. Netranya menyorot kepada ekspresi Manjiro yang terlihat panas.

Lidah yang menjulur keluar seraya mendesahkan namanya berulang kali.

Hngg ... Michi—” lenguh Manjiro dengan tangannya menggenggam surai Takemichi. Seperti mendapatkan dua stimulasi sekaligus, ereksi dan liangnya. Takemichi dalam urusan bercinta memang tingkat dewa tak ada yang dapat menandingi.

“Suka?” tanya Michi pelan.

“S-Suka ... di situ, Michi ... ” Jari-jari Takemichi tak sengaja menyentuh titik ekstasi Manjiro yang membuat pemuda itu menggelinjang nikmat, saat jarinya menyentuh titik sensitif Manjiro segera pergerakannya berubah menjadi brutal sehingga Manjiro tersedak ludahnya.

Takemichi menegapkan tubuhnya sebelum mengecup pucuk ereksi Manjiro yang mengeras, tiga jarinya bergerak begitu cepat di lubang senggama Manjiro, tanpa ampun. Manjiro membusungkan dadanya tanda gerakan jari Takemichi membuatnya terbang menuju nirwana. Bahkan hanya dengan jari panjangnya Takemichi mampu menyentuh titik ekstasinya.

Sshh ... ”

Manjiro merapatkan kelopak matanya dan pahanya hendak terkatup namun segera ditahan oleh Takemichi, ia ingin melihat Manjiro mengangkang lebar di depannya. Takemichi terus bergerak mengejar pencapaian Manjiro, ia mendekatkan tubuhnya kepada pemuda itu dan memagut ranum kemerahan yang sedari tadi melolongkan namanya.

Mmhh!

Manjiro mengalungkan tangannya di leher jenjang Takemichi, saling memagut dan berperang lidah dalam ciuman intens nan kasar tanpa aturan. Keduanya sama-sama mengejar birahi yang semakin kuat mendominasi. Takemichi senang melihat fitur wajah Manjiro dari dekat dan selalu merapalkan kalimat pujaan untuknya. Tangan Manjiro bergerak melepaskan kancing kemeja Takemichi sebab ia merasa kesal karena Takemichi masih dengan setelan balutannya sedangkan dirinya tanpa diliputi sehelai benang pun.

Pergerakan jari Takemichi semakin laju dan selalu mengenai titiknya, Manjiro merasakan ereksinya mengeras menandakan bahwa sebentar lagi puncaknya hampir sampai. Jari-jemarinya membelai tubuh kekar Takemichi yang tercetak sempurna, menambah kesan panas di kala mereka bercinta.

“Michi ... I almost c-cumming ... ”

That's my little brat Manjiro.” Tubuh mungil itu menggelinjang seirama dengan tumbukan jari Takemichi di dalam pusat tubuhnya, bahkan ereksinya semakin mengeras tak seperkian sekon kemudian, Manjiro mengeluarkan cairan ejakulasinya hingga mengotori bagian perutnya. Napasnya tak beraturan akibat ejakulasi pertamanya, Takemichi menatap sang submisif dengan bangga.

“Manjiro, asal kamu tahu, I had never bow down to anyone, but I do that to you. Isn't that good?” ujarnya angkuh.

Lantas, sang submisif langsung memamerkan semburat kemerahan di wajah berserinya. Takemichi menanggalkan pakaiannya satu persatu sehinggga tubuhnya tak dibaluti sehelai benang, mengukung tubuh ringkih Manjiro dengan kedua tangannya ia letakkan di samping kepala Manjiro agar tak menindih tubuhnya. Obsidiannya mengedar pada fitur paras Manjiro yang tak kalah rupawan.

Sungguh, Takemichi menyukai alunan melodi yang indah ketika Manjiro melolongkan namanya. Memikirkan hal itu membuat sesuatu benda di bawah tubuhnya berdiri melawan gravitasi.

Gorgeous. Manjiro, kamu makhluk paling indah di muka bumi ini. If a heaven is a person, wouldn't it be you? Have sex sama kamu merupakan bagian terindah di dalsm hidupku. I feel so glad.” Mulut yang selalu licin kala memujinya.

Oh God, I love you so much, sir.

Manjiro mengantupkan bibirnya saat Takemichi mengarahkan ereksinya untuk membidik senggamanya dengan kekuatan yang brutal. Manjiro membenci fakta bahwa milik Takemichi tumbuh semakin besar dibanding pertama kali mereka bercinta, seolah lubangnya tak akan mampu menampung benda tersebut. Takemichi melesatkan lidahnya ke dalam mulut Manjiro, mengajak lidahnya untuk saling bertaut dan kemudian berperang lidah. Ciuman Takemichi dapat membawanya menuju langit nirwana.

Pemuda submisif itu memagut leher Takemichi demi menyalurkan hasratnya melalui sentuhannya. Takemichi bersikeras menumbuk ereksinya ke dalam senggama Manjiro yang sempit tanpa memberikan celah bagi Manjiro sedikit pun. Ketika ciuman keduanya terlepas, ciuman Takemichi turun ke leher Manjiro agar meninggalkan tanda kepemilikan yang mutlak dan semakin turun ke bagian puting kemerahan Manjiro yang mengacung.

Sshh.” Takemichi menggeram rendah.

“Michi ... it's hurt.” keluh Manjiro.

“Tahan, oke?”

Takemichi mengecup puncak dadanya lalu mengulumnya bak tengah mengisap asi dari dada Manjiro. Pun, Takemichi menghentakkan pinggulnya dengan keras sehingga seluruh ereksinya berada di dalam senggama Manjiro, rasanya seperti tercabik menjadi dua kepingan. Bahkan pemuda dengan dominasi itu tak membiarkan Manjiro membiasakan kehadiran ereksi Takemichi di dalamnya.

Dalam bercinta, Takemichi bak binatang di musim kawin yang penuh hasrat birahi.

Ahh! M-Michi ... ”

Tatkala paras indah itu justru bersimbah air mata karena perasaan di raganya tercampur aduk; baik kenikmatan dan rasa sakit yang diderita senggamanya, namun hentakan itu berubah menjadi satu hal yang melahirkan euforia. Napas Manjiro tercekat seolah tak ada udara di ruangan itu kelak membuat sengap. Gurat ekspresi yang timbul di wajah Takemichi memanifestasikan kepuasaan untuk Manjiro. Sungguh pria yang panas.

Hnggg ... Michi, di situ ... ”

Fuck, Manjiro. You're so damn hot.

I am.

Jerit Manjiro menggema di penjuru ruangan, bahkan alat air conditioner tak akan mampu mendinginkan dua raga yang panas sebab terbakar hasrat seksual. Tak peduli pada kepingan-kepingan cinta yang mulai bersemayam di hati masing-masing. Takemichi menjilat puting Manjiro bergantian, pula tak lupa menandai Manjiro dengan kemerahbiruan. Hentakan pinggul Takemichi layaknya sebuah pistol yang hilang kendali, begitu brutal dan kasar.

Manjiro yang desahkan nama Takemichi, sedangkan Takemichi rapalkan pujian untuk Manjiro, mereka tengah lupa di mana mereka berpijak sebab bercinta menuntun mereka berada di indraloka.

Ahh ... Michi, keep going-ahh, make my legs shake more.

I will.

Setelah puas menjamah puncak dada Manjiro yang basah akan ludahnya, Takemichi menegakkan tubuhnya dan meletakkan salah satu kali Manjiro di bahunya. Ia menggerakan ereksinya lebih laju dan kuat dari sebelumnyanya membuat Manjiro kalang-kabut.

We have a long night, Manjiro. Mari kita banjiri lubangmu dengan orgasme.”

Ahh!

Ujung ereksi Takemichi mengenai prostatnyanya dan sentakannya begitu rancu tanpa aturan. Tangan Manjiro menggenggam sprei yang telah kusut di bawahnya, stimulasi yang diberikan Takemichi begitu banyak bahkan tak dapat ia tampung satu persatu.

“Michi—ahh ... please don't stop.

Damn! I love the sound you make.

Semakin nyaring desahan Manjiro untuknya makan semakin cepat pula pergerakannya di dalam senggama Manjiro, ereksi mungil Manjiro mengacung dan mulai mengeluarkan cairan pertanda pemuda itu hampir sampai menuju putihnya. Takemichi mengecup kaki Manjiro dengan seduktif, melihat adegan itu terpampang di netranya membuat Manjiro semakin bernafsu.

“Michi, huks mau keluar ... ”

“Keluar yang banyak, ya.”

Mendapatkan lisensi untuk melakukan orgasme, dinding rektum Manjiro menjerat ereksi Takemichi kuat, tetapi Takemichi tak sedikit pun melambankan pergerakannya. Ia ingin membuat Manjiro orgasme berulang kali karena dirinya. Beberapa sekon kemudian cairan ejakulasi keluar dari ereksinya sehingga Manjiro langsung terkulai tak berdaya. Takemichi tak acuh dengan kondisi Manjiro, ia belum mendapatkan orgasmenya.

Ahh!

Takemichi membungkam mulut Manjiro dengan ciumannya dan mengangkat tubuh mungil itu sehingga posisi mereka duduk. Manjiro yang berada di atas Takemichi, di dalam posisi ini Manjiro bisa merasakan ereksi Takemichi yang menyodoknya semakin dalam. Netra legamnya mengerjap seraya menatap sang dominan.

Move, Manjiro.”

“Eh?”

“Apa perlu saya ulang beberapa kali? Saya bilang gerakin, sekarang.”

Vokalisasi Takemichi berubah menjadi rendah dan penuh penekanan, titahnya ialah mutlak. Maka segera Manjiro menggerakan tubuhnya yang lemas turun dan naik supaya Takemichi segera sampai ke pelepasan pertamanya.

Shh ... ” Takemichi meringis nikmat.

Manjiro bertumpu pada pundak lebar Takemichi, bergerak cepat meskipun tenaganya telah berkurang akibat orgasmenya yang kedua. Takemichi meletakkan tangannya di belakang tubuhnya, memantau tubuh Manjiro yang bergerak erotis, betapa sukanya ia dengan pemandangan seperti ini. Pandangannya tak luput dari Manjiro dan ereksinya yang keluar masuk di senggama sempit itu.

You taste so good, Manjiro.”

Hngg, I know.

Takemichi tak berniat membantu Manjiro, ia ingin Manjiro bergerak sesuai keinginan hatinya walaupun hentakannya begitu lamban namun lembut. Manjiro terus-menerus mendesahkan nama Takemichi dan begitu pula Takemichi. Ia memuji Manjiro karena selalu membuatnya bernafsu dan terpuaskan. Perkataan itu sangat membuat Manjiro merasa bangga.

Beberapa sentakan kemudian membuat ereksi Takemichi membesar bahwa pencapaiannya hampir sampai, karena tak sabar dengan pergerakan Manjiro-Takemichi memegang pinggul Manjiro dan menghentakkan lebih cepat agar orgasmenya segera sampai. Manjiro sontak menjerit karena terkejut.

Ahh ... Manjiro ... ”

Takemichi mengeluarkan seluruh cairan ejakulasinya di dalam senggama Manjiro, seolah tak boleh setetes pun lolos dari dalam lubangnya. Ia ingin Manjiro menerima dirinya di dalam liang itu. Napas keduanya tersengal dan meraup pasokan oksigen yang baru. Manjiro ambruk di atas tubuh Takemichi, pemuda itu langsung merengkuh tubuh Manjiro yang basah akan keringat maupun cairan bercintanya.

“Michi, do you like it? I mean, having sex with me. Do you like that?” tanya Manjiro kala dirinya tenggelam dalam pelukan Takemichi. Pemuda itu menyapu pandangan ke seluruh ruangan sebelum menjawab pertanyaan Manjiro.

“Saya suka setiap detail di diri kamu.” jawabnya santai.

Takemichi bangun dari posisinya sehingga pelukannya pada Manjiro terlepas, ia ambil seputung rokok dari dalam kotaknya dan membakar cerutu itu dengan pematik. Ia tak memalingkan pandangannya ke arah Manjiro yang menatapnya lamat.

Does it mean you love me too?” sambar Manjiro lagi dengan pertanyaan.

Cinta. Apakah Takemichi mencintai sosok itu? Sosok yang menjadi lawan mainnya di atas ranjang selama bertahun-tahun lamanya. Takemichi sempat abai, ia justru memilih mengepulkan asap rokoknya ke udara. Surai hitamnya mencuat tak beraturan, tubuh kekarnya basah akan keringat, juga ia menyeringai dengan segaris luka di ujung bibirnya.

Takemichi itu dipahat begitu panas.

“Saya cinta kamu, Manjiro.” jawabnya pasti.

Jawaban itu membuat Manjiro terkekeh, lekas Manjiro bangun dari tidurnya-mendudukkan tubuhnya di atas pangkuan Takemichi, ia kepulkan asap cerutunya ke wajah Manjiro tatkala pemuda itu bergelayut manja di pangkuannya.

“Apa kamu lupa dengan perjanjian awalnya? Gak ada perihal cinta dan status di antara kita, Michi. Hubungan kita hanya pura-pura dan sebatas pasangan di ranjang. Don't cross the line.” ungkapnya.

Seharusnya Takemichi tak harus terjatuh di dalam kubang asmara, ia yang membuat peraturannya dan ia yang melanggarnya. Takemichi harus sadar bahwa mustahil adanya benang cinta di antara mereka.

Sebab, selamanya mereka hanya akan menjadi pasangan seksual.

end.