Malam Temaram.
Deru napas yang tersengal, serta keringat yang membasahi pelipis. Beberapa potong pakaian berhamburan di atas lantai keramik yang berwarna putih tulang. Dua insan yang tengah mengambil tempat di atas ranjang terlalu sibuk meraup oksigen yang bertebaran bebas di langit-langit. Tampak kekaguman terlukis di wajah sang pemuda bersurai hitam, tak lain dan tak bukan ialah Suna Rintarou.
Rona merah terkuras di wajah pemuda bersurai abu, selepas melakukan hubungan badan bersama kekasihnya, tubuhnya berdenyut sensitif dan sedikit lebih seduktif kepada sang kekasih. Tangannya meraih leher Suna untuk memagutnya dengan erat. Osamu kembali memeluk prianya begitu erat, tak ingin ada sejengkal pun jarak yang terbentang di antara mereka. Rasa rindu itu membuncah di tengah-tengah kegiatan mereka.
“Rin, don’t go.” Bibirnya terkatup kala kalimatnya sudah terlontar lirih.
Suna menyugar surai kekasihnya, merapikan anak rambut yang menempel di wajah indah Osamu. “I won’t.”
Ujaran penenang yang mampu membuat Osamu beringsut turun di atas tempat tidur. Ia mengingkan Suna untuk malam ini; untuk memeluknya erat di sepanjang malam di bawah sinar rembulan. Suna menutupi tubuh polos mereka dengan menaikkan selimut hingga dagu Osamu.
Segera mungkin Suna menyusul Osamu yang hampir terhantar ke dunia mimpi. Setelah melakukan hubungan badan selama 3 jam membuat mereka sedikit kewalahan dan dipenuhi rasa lelah. Namun, bak rindu yang telah dibayarkan hingga habis. Suna merengkuh tubuh berisi Osamu dengan erat, meninggalkan kecupan lembut di kening serta bibirnya.
“Selamat tidur, manis.”
Ting!
Ponsel yang terletak di atas nakas berdering, menandakan pesan masuk. Suna tak terjadi terlelap menyusul Osamu ke dunia mimpi yang indah, matanya kembali terbuka untuk meraih ponselnya yang menyala sehingga memantulkan sinar terang di kamar yang gelap ini.
Suna membuka notifikasi yang masuk ke dalam ponselnya dan rupanya ia mendapatkan pesan dari seseorang yang sempat terlupakan olehnya sebab ada entitas Osamu di dekat dirinya. Salah satu tangan Suna masih mengusap surai Osamu dengan lembut, tak ingin membangunkan Osamu yang terlelap nyenyak di sampingnya kala ia mengubah posisinya menjadi duduk. Tangannya yang lain sibuk membalas pesan dari seseorang tersebut.
“Fuck.” Suna tak sengaja mengumpat melihat kolom pesan yang dikirimkan oleh si pengirim. Kedua tangannya otomatis memegang ponsel dan menatapnya begitu lamat. Rahang Suna mengeras seketika.
Setelah berikutnya, Suna terkekeh melihat balasan demi balasan yang dikirimkan oleh pengirim pesan. Suna beranjak dari ranjang dan memasuki kamar mandi dengan tubuhnya yang polos tanpa sehelai benang sedikit pun. Suna sempat melupakan kekasihnya yang lain dan kekasihnya itu sedang menggodanya.
Oh, ayolah. Suna baru saja menyelesaikan permainan panas bersama Osamu dan saat melihat kekasihnya menggodanya, ia merasa gairahnya naik kembali. Suna perlu menuntaskan apa yang baru saja dimulai.
Suna memilih kamar mandi untuk dirinya menyelesaikan video-call sex bersama kekasihnya tanpa ketahuan Osamu yang tengah tertidur begitu nyenyak.
Namun, Suna tak menyadari bahwa Osamu bahkan tak terlelap sedikit pun. Ia mengetahui apa yang Suna lakukan saat ini. Prianya yang sedang memadu kasih bersama selingkuhannya di hadapannya. Osamu meringsut dalam posisinya, menahan rasa sakit yang meredam di lubuk hatinya, serta air mata yang berjatuhan tak terbendung. Osamu mengepal selimut dengan erat, melampiaskan emosi yang ia rasakan saat ini.
Suara yang ia tangkap dengan jelas, bagaimana suara Suna memuji dan melapalkan nama orang lain. Lenguhan dan desahan yang bergema di kamar mandi. Osamu dapat mendengar semuanya. Bibirnya terkatup rapat agar Suna tak mendengar isak tangisnya.
Sungguh begitu lupakah Suna dengan kehadirannya? Bahkan Suna mengabaikannya demi bersama orang lain. Lantas, apa yang dimaksud dengan hubungan mereka saat ini. Suna tak memoroskan atensinya kepada Osamu lagi. Lalu, mengapa Osamu harus bertahan?
Osamu ingin sekali berteriak lantang untuk mengeluarkan semua emosi yang ia dera. Ia sungguh lelah menyimpan seribu kenyataan di dalam hatinya seorang diri. Hidupnya yang luluh-lantah tanpa ada yang menyaksikan. Osamu teramat patah.
“Rin, bahkan untuk semalam aja kamu gak bisa anggep aku pacarmu lagi.”
Suara itu.
Suara kekasihnya saat menyebutkan nama orang lain sudah menjadi bukti konkret bahwa Suna tak lagi menginginkan dirinya.
[]