Menunggu.

Telah tandas gelas keduanya dalam kurun waktu 2 jam. Chifuyu yang telah menghabiskan ribuan sekon di sebuah kafe klasik yang cukup terkemuka di kotanya. Lantunan musik yang dimainkan di kafe tersebut sedikit menemani Chifuyu sembari menghilangkan perasaan risau di dalam dirinya. Chifuyu berulang kali melirik pada jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, tersampir perasaan kecewa juga khawatir.

Tepat hari ini; untuk pertama kalinya bagi Chifuyu dan pelipur hati saling bertemu setelah memadu kisah romansa berbulan-bulan lamanya. Bertemu di sebuah dunia virtual namun saling memadu amikal. Tak ada keterkaitan resmi yang terjalin di antara mereka, lamun tak dapat dipungkiri kedekatan mereka yang telah berlangsung cukup lama, tak pula menampik adanya perasaan yang membuatnya terpaut asmara bahkan Chifuyu tak dapat menggambarkan dalam aksara.

Chifuyu tahu bahwa ia telak jatuh hati pada seseorang yang belum pernah ia temui sama sekali sampai hari ini.

Helaan napas beberapa kali terdengar, Chifuyu berusaha mengirim pesan kepada oknum sang kasih yang bernama Kei, ia tak tahu apakah nama tersebut merupakan nama aslinya atau berupa samaran. Chifuyu tak tahu-menahu dan tak berniat mengolek informasi mengenai Kei di balik pengetahuan pemuda itu. Chifuyu tak kunjung mendapatkan kabar maupun balasan dari Kei. Wajahnya gusar dan senyumannya hampir luntur.

“Kenapa? Kenapa Kak Kei tiba-tiba gak ada kabar begini? Apa dia memang gak mau ketemu sama gue, ya?” Chifuyu bermonolog pelan, ia menumpu wajahnya di atas meja. Ia sudah lelah menunggu.

2 jam bukan waktu yang sebentar, kerumunan yang ada di sekitarnya membuat dirinya semakin lelah. Chifuyu menyadari banyak pasang mata yang menoleh kepadanya, mungkin mereka heran dengan Chifuyu yang menyendiri dengan ekspresi datar yang terpampang jelas di raut wajahnya.

Chifuyu meletakkan ponselnya di atas meja, terlampau acuh tak acuh dengan semua ini. Obsidiannya nampak sayu dan sorot akan kesedihan, pikirannya melambung jauh di luar nalar. Chifuyu lelah jika harus didikte untuk selalu menunggu, ia membutuhkan suatu kepastian.

“Gue terlalu berharap, ya.” Tawanya terdengar hambar seraya mengusap wajahnya gusar. Sebelum berangkat ke sini, Chifuyu meminta sahabatnya untuk membantunya berpenampilan luar biasa bagus agar terlihat menawan bak pesona yang memoar pada Seishu. Namun, nampaknya semua usaha Chifuyu berujung sia-sia, pertemuan itu tak akan terjadi.

Finalnya, Chifuyu bangkit dari posisinya berniat untuk berjalan pulang dengan pikiran yang berkecamuk serta hati yang berantakan. Chifuyu ingin marah, tetapi ia tak mampu mengutarakan ekspresinya kepada Kei. Ia terlalu lemah.

Saat Chifuyu hendak menarik tungkainya keluar kafe, seseorang mencengkram pergelangan tangannya dan membuat gerakannya terhenti. Chifuyu langsung menoleh untuk mengetahui siapa seseorang di balik perlakuan tersebut.

“Chi ... ”

Deg.

Obsidian kembar Chifuyu menangkap siluet pemuda bersurai ikal legam dengan pakaian kasual tengah menaruh atensinya kepada dirinya. Chifuyu tertegun melihat sosok itu, ia menyadari bahwa sosok itu ialah Kei. Akan tetapi penampilan pemuda tersebut sangat jauh berbeda seperti apa yang pernah ia lihat sebelumnya. Surai ikal yang tergerai, netra setajam elang, dengan gigi taring lancip yang terlihat kala pemuda itu tersenyum sumringah.

“Kak Kei ... ”

“Iya, Kei. Baji Keisuke.” Genggaman pemuda berjenama Baji Keisuke itu kian mengerat dan mengarahkan sepasang irisnya lekat kepada Chifuyu. “Maaf membuat kamu menunggu lama, Chifuyu.”

Baji Keisuke. Chifuyu merapal nama itu di dalam batinnya. Air matanya nyaris keluar melihat sosok pemuda jangkung di hadapannya, ternyata penungguannya tak berujung sia-sia. Kei datang untuknya.

...

“Chifuyu, maaf aku datang terlambat sebenarnya tadi bunda nyuruh aku pergi ke swalayan buat beli kebutuhan masak, terus ternyata handphone-ku lowbatt. Sekali lagi aku minta maaf ke kamu, ya?” Baji melayangkan tatapan tak enak hati pada Chifuyu karena telah mengacaukan pertemuan pertama mereka.

Chifuyu memerkan gigi-giginya yang tersusun rapi disaat ia tersenyum, “gak apa-apa, Kak, yang penting kamu dateng.”

“Gak mungkin aku melewatkan kesempatan emas ini buat ketemu kamu.”

Baji meletakkan ponsel yang baru saja ia mainkan ke atas meja yang mereka tempati, memesan menu makanan serta minuman untuk menemani perbincangan mereka. Chifuyu bergerak kikuk dan sedikit canggung kala berhadapan dengan Baji, sedangkan pemuda itu hiperaktif dan selalu mempunyai topik pembicaraan.

“Kak ... kok kamu bisa tau namaku Chifuyu? Bukannya selama ini kamu cuman tau kalo namaku Chi?” Chifuyu melemparkannya sebuah pertanyaan.

Pemuda ikal itu hampir tersedak di tengah menegak minumannya, ia mendadak bingung harus menjawab pertanyaan Chifuyu bagaimana. Baji tak sadar bahwa ia memanggil Chifuyu dengan nama aslinya sedangkan selama ini mereka tak pernah sekalipun membahas sesuatu yang berbau identitas asli. Baji memutar otaknya untuk mencari alasan yang rasional.

“Oh! Itu ... apa sih yang gak Kakak tau tentang kamu. Gini-gini aku bisa tau tentang kamu apa aja. Hehehe.” penuturannya terbata, Baji berharap Chifuyu tak marah kepadanya karena telah mengorek informasi asli Chifuyu tanpa sepengetahuan pemuda itu.

“Gitu, ya?” Chifuyu justru menunjukkan semburat merah yang terlukis di pipi.

“Iya, sayang. Kakak ingin selalu mengenal Chifuyu bahkan hal sekecil pun.”

Baji mengulurkan tangannya untuk mengusak surai blonde Chifuyu yang berkilau tenang bak mentari di pagi hari. Baji kagum melihat sosok Chifuyu yang sangat menggemaskan apalagi ketika Chifuyu merengut malu, pula potret rupanya yang semakin menawan jika dilihat secara langsung. Lain pula dengan Chifuyu yang terperanjat melihat penampilan Baji yang sangat berbeda.

Pemuda itu berpenampilan sangat apik dan perlente, jauh berbeda dari perspektif teman-temannya terhadap Kei. Chifuyu semakin mendambakan tambatan hatinya tersebut, suara rendah yang mengisi rungunya, senyumannya yang sehangat mentari pagi, serta tatapannya yang sedingin embun pagi. Baji itu sempurna, begitu pula sosok Chifuyu di netra Baji.

“Kei itu dari Keisuke, kalo temen-temen sih sering panggil Baji, tapi buat kamu panggil apapun aku bakal tetap suka.” ujarnya.

“Kak Baji.” Senyum yang terpatri di wajah Chifuyu sangat menenang Baji.

“Aku lebih suka dipanggil sayang sih.” sahut Baji sembari membakar cerutu pertamanya dengan pematik, “gak apa-apa, ‘kan?” Baji bertanya kepada Chifuyu agar memberikannya jawaban mengenai Baji yang merokok di situasi sekarang. Chifuyu mengangguk sebagai jawaban non verbal.

“Sayang?”

“Iya, sayang?”

“Kakak!”

“Tuh lihat, pipi kamu merah-merah kayak habis dicium aja.” Baji terbahak melihat kedua pipi Chifuyu yang merona.

“Kakak salah lihat kali ... ” Chifuyu memalingkan wajahnya ke arah lain agar Baji tak melihat wajahnya yang memerah.

“Mana sini coba Kakak lihat lebih dekat.” Baji menarik rahangan Chifuyu dengan pelan dan mendekatkan wajah mereka berdua. Tanpa pemuda itu sadari, wajah mereka hanya berjarak beberapa senti bahkan Baji dapat melihat langsung obsidian itu bergerak melirik ke arahnya.

Baji mengecup sudut bibir Chifuyu dengan tempo begitu pelan sebelum berbisik di telinga Chifuyu, “kamu cantik banget kalau di lihat dari jarak sedekat ini, Chifuyu.”

...

Baji mengendarai motor ninjanya menuju kediaman Chifuyu atas dasar permintaan kecilnya, awalnya Chifuyu enggan untuk berpegangan pada Baji tetapi pemuda itu menarik kedua tangannya agar melingkar di pinggangnya. Baji hilang kontrol atas kewarasannya maka dari itu ia langsung bertindak lebih kepada Chifuyu tanpa memikirkan nasib hati Chifuyu yang berdebar kencang.

Chifuyu meminta Baji untuk singgah ke rumahnya, tak ada niat terselubung kepada Baji. Ia hanya ingin Baji mengetahui di mana letak kediamannya dan bermain dengan kucing-kucing kesayangannya.

“Kak, yang di sebelah situ!” titahnya kepada Baji yang memacu pedal gasnya.

“Siap!”

Ia pun berhenti di depan sebuah rumah besar sesuai instruksi Chifuyu, lantas pemuda bertubuh mungil itu turun dan membenarkan tataan rambutnya yang berantakan. Baji bergerak untuk ikut membenarkan surai Chifuyu dan tersenyum senang melihat pemuda di hadapannya sudah merapikan surainya.

“Nah sudah, kamu keliatan gemes.”

“Kak ... ah iya! Ayo masuk.” Chifuyu segera menghapus situasi yang menegangkan tersebut dengan menuntun Baji masuk ke dalam perkarangan rumahnya yang dipenuhi tanaman-tanaman yang menyegarkan dan pula halamannya sangat luas.

“Mama sama papa kamu di mana?” tanya Baji saat mereka telah berada di dalam rumah.

“Mereka berdua kerja, pas malem baru pulang dan ngumpul.” jawabnya.

Seekor kucing berwarna hitam tiba-tiba datang menghampiri mereka di ruang tamu untuk memecahkan keheningan yang tercipta, kucing tersebut langsung mengusap-usap kepalanya di tungkai Chifuyu seolah menyambut kedatangan sang majikan ke rumah. Chifuyu menunduk untuk meraih kucing peliharaannya ke dalam pelukannya.

“Peke J, I miss you so much. Kamu sudah makan belum, hm?” Chifuyu bergumam dengan nada vokalisasi yang lucu.

Baji memantau interaksi antara Chifuyu dan kucing peliharaannya tersebut, bibirnya terangkat ke atas tuk membentuk garis senyuman. Chifuyu memang lah pribadi yang lembut bahkan kepada binatang pun ia bersikap begitu ramah dan lemah lembut. Itulah mengapa Baji menyukai sosok Chifuyu selama ini. Chifuyu selalu bersikap baik dan penurut.

“Siapa namanya?”

“Peke J.”

Meow.” Baji meraih Peke J yang terlihat berisi dan begitu bersih, ia yakin Chifuyu merawat kucing tersebut dengan baik. Ini suatu hal yang baru Baji ketahui bahwa Chifuyu menyukai kucing. Ia usap bulu-bulu lembut milik Peke J yang membuat kucing itu merasa nyaman padanya.

“Gemes banget mirip pemiliknya.”

“Eh ... ”

Baji dan Chifuyu terlarut dalam pembicaraan santai, sesekali Baji menggoda pemuda itu sehingga membuatnya merona malu. Kadang melemparkan gumpalan lelucon yang membuat Chifuyu terbahak mendengarnya. Baji ternyata merupakan tipikal pemuda yang humoris. Saat ini Chifuyu masuk ke dalam dekapan Baji, ia tak tahu mengapa keadaan berubah yang membuatnya berada di dekat Baji.

Chifuyu dapat menghirup bau yang memoar dari tubuh Baji, sedangkan pemuda itu meletakkan kepalanya di atas kepala Chifuyu. Mereka tak mengeluarkan sepatah kata pun, hanya diam menikmati suasana yang menyenangkan tersebut.

Semakin ia hirup bau yang ada di tubuh Baji, Chifuyu seolah menyadari suatu hal. Ia tak asing dengan wewangian seperti ini, Chifuyu pernah mencium bau seperti yang ada di tubuh Baji sebelumnya, tapi ia lupa bau milik siapa.

“Baunya mirip seseorang yang gue kenal, bau manis kayak gini. Apa mungkin Kak Baji pakai parfum begini?”

“Chifuyu.” panggilan Baji membuyarkan lamunan Chifuyu seketika.

“Iya, Kak?”

“Kamu sayang sama aku, ‘kan? Apapun yang terjadi di hari esok kamu bakal tetep sayang sama aku, ‘kan, Chifuyu?”

Chifuyu terdiam sebentar sebelum mengeratkan dekapannya pada Baji. Saat ini ia tak dapat mengobservasi ekspresi yang diciptakan Baji di wajahnya, serta iris netranya yang menyorot ke arah lain. Tentu Chifuyu akan selalu menyukai Baji. Tidak, bukan hanya suka tapi juga cinta. Ia mencintai Baji sejak beberapa waktu yang lalu, ia rela melakukan apapun untuk cintanya. Debaran anomali kian muncul kala ia berada dekat pada Baji.

Ia terlampau jatuh cinta teramat dalam.

“Pasti, Kak. Aku selalu ada setiap kali kamu butuh aku, perlu kamu ketahui bahwa aku selalu mencintai kamu.” tutur Chifuyu halus. Vokalisasi itu sungguh menenangkan untuk didengar.

“Terima kasih, Chifuyu.”

“Kamu cinta sama aku juga, ‘kan?”

Pertanyaan itu mampu membuat Baji bungkam seribu bahasa. Ia tak dapat memberikan jawaban yang sesuai kepada Chifuyu bahkan hatinya pun masih dirundung bingung. Baji hanya bisa mengeratkan pelukannya dan meraih bibir mungil Chifuyu dan memagutnya dalam ciuman yang intens.

“Terima kasih telah mencintaiku, Chifuyu.”

[]