Minggu Pagi.
Kala sang mentari menilik dari ufuk timur, para manusia membuka jendelanya membiarkan sinar matahari menerangi kediaman mereka, tanda hari telah berganti, meninggalkan malam yang sepi. Mereka seduhkan secangkir kopi panas lalu diletakkan atas meja demi menikmati hangat mentari di tengah-tengah dinginnya embun pagi. Udara segar yang pantas dihirup, bunga yang bermekaran, aroma khas dari suasana pagi menyeruak di indera setiap manusia.
Kokonoi dan teman-temannya siap ingin berangkat melakukan sunmori yang biasanya dilakukan banyak pemuda bersama teman-teman sebayanya. Jalan-jalan santai menggunakan motor pada hari Minggu, katanya. Dengan motor mereka masing-masing, detik itu juga mereka menyalakan mesin mereka agar panas dan menarik pedal gasnya membelah jalanan ibu kota yang masih hening belum dipenuhi hiruk-pikuk kegiatan manusia, maklum hari Minggu adalah hari libur yang dinikmati orang-orang untuk lebih memilih bermalas-malasan di rumah.
Suara knalpot mengisi kedamaian yang ada, namun tak ingin beraksi anarkis. Mereka menjalankannya dengan kecepatan rata-rata. Hendak menikmati suasana ibukota di pagi hari, ujar mereka. Ada banyak yang ikut kegiatan hari ini, mereka adalah Kokonoi, Haitani bersaudara, Sanzu, Baji bersama Chifuyu, Kakucho dengan tambatan hatinya Izana, dan Seishu. Namun, rute mereka sekarang menuju ke kediaman pemuda manis itu.
Sanzu meminta untuk menumpangi kendaraan Rindou, Ran mengendarai Harley Davidson seorang diri, tentunya Baji menunggangi BMW hitamnya bersama si manis Chifuyu, Kakucho yang hanya menggunakan motor matic bersama Izana. Kokonoi yang siap memberikan tumpangannya kepada Seishu.
Wajahnya indah berseri sebab sebentar lagi ia akan bertemu dengan Seishu, jantungnya menjadi berdegub lebih kencang. Padahal ini bukan kali pertama mereka bertemu, tetapi rasa gugup selalu saja terselip di diri mereka. Sesampainya Kokonoi dan teman-temannya di depan rumah Seishu, Kokonoi mengirimkan beberapa pesan kepada pemuda itu mengatakan bahwa ia telah sampai. Tak selang waktu kemudian, Seishu hadir dengan setelan kasualnya dan betapa terkejutnya ia melihat segerombolan orang yang berada di depan rumahnya.
“Hai, Seishu!” ucap mereka bersamaan. Sontak Seishu terkesiap dan menatap Kokonoi dengan segudang kebingungan. Ia tak menyangka ada banyak orang yang ikut bersama mereka hari ini.
“Mereka semua temen-temen gue, Sei.” ujar Kokonoi memberi penjelasan.
“Oh ... ”
Chifuyu membuka kaca helm-nya ke atas dan menepuk pundak pemuda itu pelan, Seishu berjengit kaget mendapati tepukan tiba-tiba. Chifuyu menampilkan senyuman manis dan tak lupa menyapa sahabatnya juga. Seishu makin dibuat kaget dengan kehadiran Chifuyu bersama laki-laki bertubuh jangkung dengan surai ikal yang tergerai panjang. Pemuda itu tertutupi helm yang ia kenakan, Seishu tahu bahwa pemuda itu tak lain dan tak bukan Baji.
“Ada lo juga, Chi?” tanya Seishu basa-basi, sudah jelas ia melihat entitas Chifuyu di hadapannya bersama sang pujaan.
“Di ajakin sama Kak Kei.” sahutnya sembari menunjuk punggung Baji.
“Oh, ini gebetan yang lo maksud?” tukas Seishu sarkasme, ia melayangkan pandangan serius pada sosok Baji sembari bersedekap dada, “Kei ‘kan lo? Jagain temen gue, ya. Awas gak lo pulangin dengan baik-baik.” titah Seishu.
Melihat tingkah Seishu yang blak-blakan kepada Baji membuat Kokonoi tergelak, Seishu itu mempunyai urat malu yang tipis maka dari itu ia dapat menasehati Baji dengan vokalisasi dinginnya. Chifuyu yang mendengar itu gelagapan sebab temannya benar-benar tak tahu tempat.
“Seishu, bener-bener ya lo! Jangan didengerin ya, Kak? Temenku yang satu ini emang kurang waras.” timpal Chifuyu kepada Baji yang tertawa habar.
“Pinjem temennya dulu, ya, Sei?” ucap Baji kepada Seishu.
Sementara teman-temannya yang lain menyaksikan adegan itu hanya bisa tertawa sumringah sembari menggodai Baji. Mereka salut dengan keberanian yang Seishu punya, mereka sudah menyaksikan secara langsung bahwa sosok Seishu itu unik, jarang ditemukan di sekitar mereka.
“Tuh dengerin, Ji!” Sanzu meneriaki Baji seraya tertawa renyah setelahnya.
“Iya, iya.” balas Baji.
“Stop php-in anak orang atau lo bakal dimarahin sama Seishu.” Ran tiba-tiba ungkap bicara untuk menggoda Baji.
Seishu menoleh pada motor yang terparkir di samping motor Baji, ia menemukan sosok laki-laki dengan surai keunguan yang ditata serapi mungkin. Lagaknya Seishu tahu siapa pemilik suara itu, dari wajahnya ia dapat mengenali bahwa itu adalah Ran. Salah satu teman Kokonoi yang pernah mengirimkan pesan kepadanya. Ran membalas tatapan Seishu dan mengangguk pelan. Seishu membalasnya dengan senyuman canggung dan segera menghampiri Kokonoi.
“Halo, cantik.” tegur Kononoi yang sedang memasangkan helm ke kepala Seishu.
“Hai, Ko.” Senyuman yang Kokonoi puja kembali terpatri di paras elok Seishu.
“Kalo kedinginan bilang gue, ya?” ujar Kokonoi lembut, tak lupa mengapit pengait helm yang Seishu kenakan agar mereka melengkapi peraturan keselamatan selama berkendara karena Kokonoi tak mau ada kejadian yang tak diinginkan tiba-tiba terjadi kepada mereka. “Nah, udah.”
“Iya, Koko. Gue udah pakai jaket kok, kayaknya gak bakal kedinginan.” balas Seishu dan segera naik ke motor yang Kokonoi kendarai. Ia segera melingkarkan lengannya pada perut Kokonoi begitu erat seolah tak ingin lepas sedetik pun.
Kokonoi memandangi lengan Seishu lalu beralih menatap kaca spion yang menunjukkan wajah Seishu yang sangat teramat indah baginya untuk dipandangi. Hangat mentari dan alunan elegi yang menyatu mengikat mereka. Tak hanya aroma rindu yang mereka sesap, tapi juga aroma kebahagiaan cinta yang mereka hirup. Rengkuhan Seishu lebih menghantar hangat dibanding sang surya. Senyumnya yang lebih manis daripada gula. Seishu itu sebuah seni yang dilukis begitu sempurna.
“Masih gak sadar, ya?” Kokonoi tiba-tibs berucap kepada Seishu.
Ia mengerutkan kening karena bingung dengan pertanyaan Kokonoi, “apanya?”
“The motorbike you are riding, cantik.”
Seishu sempat menggeleng sebagai jawaban, Kokonoi tersenyum simpul dan segera meminta Seishu untuk melihat motor yang mereka naiki saat ini. Obsidiannya mengedar pada motor yang berwarna putih berkilap dengan garis-garis yang bertulisan Christian Dior di sekujur bagian motor. Seishu langsung membulatkan matanya melihat motor yang saat ini melaju membawa mereka berdua.
Vespa Dior. Motor yang selama ini ia idam-idamkan, namun siapa menyangka bahwa hari ini ia dapat menumpangi motor tersebut bersama orang terkasihnya. Pasang irisnya berbinar dan nyaris mengeluarkan air mata. Semejak berbicara dengan Chifuyu ia sampai tak menyadari dengan motor yang Kokonoi kendarai. Ia tahu bahwa harga motor ini sangat fantastis, sebab vespa Dior yang ia inginkan merupakan edisi terbatas.
“Koko ... i-ini punya siapa ... ?” Tiba-tiba saja suara Seishu bergetar, ia masih tak menyangka dengan motor tersebut.
“Punyanya kamu, biar kalo jalan sama Seishu gak perlu pinjam punya Rindou lagi. Katanya kamu mau naik vespa ini, ‘kan? Kebetulan aku nemu supaya bisa bawa kamu jalan-jalan pakai ini.” jelas Kokonoi lembut. Perasaan bahagia juga tersalur kepadanya, melihat reaksi gembira Seishu membuatnya benar-benar bahagia.
“Jangan bercanda, Ko ...
“Aku beneran, ini punya kamu.” jawab Kokonoi lagi untuk meyakinkan Seishu.
Seishu menutup wajahnya dengan salah satu tangannya, ia ingin berteriak secara lantang untuk mengungkapkan rasa bahagia yang menumpuk di hatinya saat ini. Bagaimana bisa Kokonoi memperlakukannya seperti ini? Seishu benar-benar tak paham. Sejak Seishu bercerita tentang vespa yang ia sukai, Kokonoi diam-diam membeli vespa tersebut dengan harga yang melambung tinggi, tentunya bersama bantuan Ran. Motor ini ia peruntukkan untuk Seishu, bukannya memandang harga, Kokonoi hanya ingin Seishu-nya bahagia. Itu saja.
“Gue gak tau mau bilang apa ... tapi makasih banyak ... gue gak pernah berharap lebih sama barang yang harganya terlalu tinggi, gue cuman sekedar suka dan habis itu gue coba ikhlaskan, tapi ini ... gue tiba-tiba bisa dapetin barang itu dari lo.”
“Seneng gak?”
“Banget, Ko. Gue seneng banget. Makasih banyak, ya. You’re like a miracle in my new life because when I’m with you everything’s happen. Thank you for taking me to a love. I don’t know how to describe my feelings for you, but I’m trying.” Seishu mengeratkan rangkulannya pada pinggang Kokoi sembari melayangkan pandangan yang tak dapat ia gambarkan dengan kata-kata melalui kaca spion.
“Gue juga senang bisa bersama lo sampai hari ini, Seishu.” Ditemani semilir angin yang menyegarkan relung jiwa, hati yang berdebar lebih cepat, perasaan luar biasa bahagia yang tersampir di masing-masing diri keduanya. Saat mereka bersama, dunia terasa lebih berwarna dan berarti.
Di balik itu, Chifuyu memperhatikan temannya yang berada di depan mereka. Netranya tak luput dari pemandangan yang terjadi, ia turut bahagia melihat wajah Seishu yang berseri-seri. Bagaimana pun juga sebagai sosok teman yang telah membangun pertemanan bertahun-tahun lamanya, ia pun turut merasakan kebahagiaan yang sama saat melihat Seishu menunjukkan wajah bahagianya. Tanpa ia sadari, Chifuyu menarik sudut bibirnya ke atas membentuk sebuah garis senyuman. Baji melihat rupa Chifuyu melalui spion kecil dari motornya. Ia dapat memandangi rupa Chifuyu yang sangat indah, tak kalah cantik dari Seishu.
“Chi?” celetuk Baji.
“Eh, iya?”
“Senyum kenapa?” tanyanya yang kembali menaruh atensi kepada jalanan yang terhampar di hadapannya.
“Aku seneng lihat Seishu bahagia sama Koko, kapan lagi liat Seishu sebahagia itu.”
Baji diam kemudian mengangguk singkat, pikirannya mengenai kelembutan hati Chifuyu terbukti jelas. Bukan hanya berwajah menggemaskan, rupanya Chifuyu juga mempunyai hati yang sangat putih dan tulus. Tiba-tiba Baji mengusap punggung tangan Chifuyu yang tersampir di atas pahanya. Tidah kah Chifuyu sadar bahwa dirinya pun sangat bahagia saat ini, ia bahagia bersama Chifuyu.
Pemuda bersurai terang itu terkesiap merasakan telapak tangan hangat yang bersentuhan dengan kulitnya, namun beberapa sekon kemudian ia tersenyum. Bukan hanya Seishu yang tengah bahagia bersama Kokonoi saat ini, tetapi mereka berdua juga.
“Makasih sudah ngajakin aku, Kak.” ujar Chifuyu lembut.
“Sama-sama.”
Di samping motor yang dikendarai Baji, ada Rindou yang tengah fokus melajukan motor kesayangannya bersama Sanzu yang tengah memainkan ponselnya. Rindou sempat heran mengapa Sanzu lebih banyak diam tak seperti biasanya, walaupun sebelumnya Sanzu meminta untuk membagi tumpangannya bersama dirinya, tapi ia tak akan menyangka Sanzu hanya bungkam dan tak mengeluarkan sepatah kata pun kepadanya.
Rindou yang kesal dengan itu segera melajukan motornya dengan kecepatan di atas rata-rata sehingga kini ia berada di garis terdepan untuk memimpin jalan teman-temannya. Sanzu tersentak dan refleks menggenggam hoodie yang dikenakan Rindou, serta teriakan teman-temannya yang menegur dirinya.
“Rin, gak usah ngebut kali!” tegur Kakucho.
“Rin, lo apa-apaan sih!” Kali ini Sanzu yang melayangkan protesan.
“Sepet liat Baji sama Koko.” jawabnya sembarang dan terkesan dingin.
Sanzu menghela napas kasar, ia menyimpan ponselnya ke dalam tas yang ia bawa. Tangannya tiba-tiba melingkar di pinggang Rindou dan meletakkan dagunya di atas pundak lebar Rindou. Ia tak membalas tatapan Rindou, justru melirik ke arah jalanan yang sepi. Kemudian netra sebiru lautan yang tenang itu terkantup rapat, ia tengah menikmati sejuknya suasana pagi ini. Ia sama sekali tak merasa dingin sebab ia mendekap Rindou begitu erat. Merasakan dekapan Sanzu di belakang punggungnya membuat Rindou sedikit lebih tenang dan nyaman.
“Suka, ‘kan?” sambar Sanzu dengan pertanyaan. Seolah tahu apa yang dimaksudkan oleh Sanzu, Rindou langsung mengindahkannya.
“Iya.”
“Lucu ya liat Koko yang sekarang bucin banget sama Seishu bahkan rela pesan vespa Dior dari jauh. Kapan lagi kita liat dia seserius itu sama seseorang? Adanya Seishu membuat Koko lebih ekspresif sekarang, dia lebih banyak mengerti tentang cinta bersama Seishu.”
Rindou mendengarkannya sampai Sanzu berhenti berbicara, suara itu bak melodi yang mengalun halus di rungunya. Hanya bersama dirinya Sanzu dapat memperlihatkan sisi dirinya yang asli, sosok Sanzu yang sebenarnya lemah, Sanzu yang sebenarnya terluka dalam. Banyak orang tak ‘kan tahu itu sebab Sanzu bersembunyi di balik topengnya.
“Menurut kamu kenapa dia bisa cinta sama Seishu?” tanya Rindou kepadanya.
Sanzu sedikit memajukan bibirnya berpose tengah berpikir, “mungkin karena dia Seishu? Karena Seishu yang perlahan-lahan mengeja arti cinta kepada Koko makanya timbul benih-benih cinta di antara mereka dan juga karena mereka memang ingin saling mencintai.” jawabnya.
“Memangnya arti cinta itu apa?”
“Kala dua orang saling mencintai dan merasakan hal yang sama satu sama lain, itulah yang disebut cinta.” jelas Sanzu, ekspresinya sangat sulit untuk dijelaskan. Ia hanya tersenyum namun pandangannya terlihat kosong.
“Kalo kita itu apa? Apa di antara kita memang ada cinta?” Rindou kembali bertanya perihal pertanyaan yang sama yang pernah ia tanyakan padanya dahulu.
Waktu itu mungkin Sanzu akan menjawab bahwa mereka disatukan oleh cinta, namun ia berpikir bahwa mereka tak sepenuhnya disatukan oleh cinta sebab cinta mereka tak begitu kuat. Hanya Sanzu yang memberikan cinta kepada Rindou, sedangkan pemuda itu tidak membagi perasaan yang sama kepadanya.
Sanzu tersenyum, “gak ada lagi cinta di antara kita, Rin. Hanya ada obsesi.”
...
“Panas, ya?” tanya Kokonoi kepada pemuda kesayangannya. Sekarang ini mereka berhenti sejenak setelah menempuh belasan kilometer, menghentikan perjalanan mereka di sebuah taman yang ramai pengunjung.
Seishu menggeleng, ia mengeluarkan selembar tisu dari dalam tasnya dan mengusapkan tisu tersebut ke wajah Kokonoi yang dibasahi oleh keringat. Terik matahari mulai terlihat karena waktu telah menunjukkan pukul 9, Kokonoi menatap pemuda itu dengan lembut dan mengujarkan kata terima kasih.
“Gue beli minum dulu, ya? Lo bisa ngobrol sama temen-temen gue selagi gue beli minuman di sana.” titah Kokonoi.
“Iya, beli dulu aja gih.”
Setelah memberikan usakan pada surai Seishu, Kokonoi beranjak pergi untuk membeli minuman dingin agar mengisi kerongkongan mereka yang mulai kering. Chifuyu menghampiri temannya itu dan duduk di sebelahnya, mereka menatap segerombolan teman-teman Kokonoi di hadapan mereka dengan lekat. Masih canggung untuk memulai percakapan dengan mereka semua.
“Seishu.” panggil Chifuyu.
“Iya?”
Chifuyu melirik pada setelan yang dikenakan Seishu, ia sempat terdiam sejenak sebelum membuka mulutnya kembali untuk bersuara.
“Gue tau jaket yang lo pakai saat ini pemberian Mitsuya, ‘kan? Jaket yang dia kasih di hari jadian kalian dan Mitsuya punya jaket yang sama kayak punya lo soalnya kalian samaan. Gue bener, ‘kan?”
Chifuyu berujar tanpa menatap Seishu yang terperanjat kaget, Seishu membulatkan matanya karena tercengang dengan kuatnya pengingat Chifuyu terhadap jaket yang ia kenakan hari ini. Tiba-tiba saja lidah Seishu kelu, ia tak tahu mengapa memilih jaket ini untuk ia kenakan padahal Seishu bersusah payah menanggalkan barang-barang pemberian Mitsuya dari ruangannya. Seishu menyukai jaket ini karena terasa nyaman saat ia kenakan, Chifuyu memang benar bahwa jaket ini pemberian dari Mitsuya dan pemuda itu juga mempunyai jaket yang sama dengan jaket ini.
“Eh ... lo inget ternyata.” ucap Seishu pelan.
“Jangan sampai throwback pas pakai barang dari Mitsuya, lo tau ‘kan dampak Mitsuya ke lo itu gimana? Bisa aja lo pengen balik ke dia lagi setelah memberi harapan ke Koko. Jangan jadi bego, ya, Sei. Gue bukannya mau nuduh lo, gue cuman mau mengingatkan lo aja.” tutur Chifuyu.
“Gak kok.” Seishu segera menampik, ia menoleh kepada Chifuyu untuk meyakinkan temannya tersebut. “Gue sekarang udah punya Koko, Mitsuya itu masa lalu gue.” sambungnya.
“Gue tau, jangan sampai salah langkah, oke? Gue gak mau lo sedih gara-gara masa lalu lo lagi, Seishu.”
“Thanks, Chifuyu.”
Seishu tak mungkin kembali kepada masa lalunya lagi, bukan? Ia telah bergerak maju untuk membentuk takdir baru. Ia tak ingin lagi terjebak dalam kisah-kasih yang pernah ia lalui bersama Mitsuya. Seseorang yang memberikan dampak terbesar di dalam hidupnya dan seseorang yang selalu membuatnya terjerumus ke dalam lubang yang sama. Seishu tak mau lagi terlarut ke dalam arus masa lalu dan mimpi buruknya.
Mitsuya itu pembawa luka dan penawar luka untuknya. Ia yang menorehkan luka, maka dia lah satu-satunya yang dapat menyembuhkan luka Seishu. Andai dunia tahu bahwa Mitsuya itu berbisa dan menjadikan Seishu sebagai korbannya.
Namun, dunia tak akan percaya dengan pernyataan itu dan akan selalu menganggap bahwa Seishu lah yang salah.
[]