Reverie.

Explicit sexual content, overstimulation, face-fucking, hand-job, nipple play, profanities, orgasm delay/denial, fingering.

Presensi seseorang memoarkan dominasi yang kuat, mengambil seluruh atensi sehingga tak mampu mengeluarkan sepatah narasi. Napas tercekat bak ada sebuah tali yang mengikat lehernya erat. Menejerit walau tak ada rasa sakit, sirkulasi udara menipis yang menyosong kuat sebuah konstelasi. Ia berlutut pada pahatan manusia yang sempurna sehingga menuntut dirinya untuk meraih ampunan dibalik kenikmatan.

Berkelana di langit fatamorgana, mendorong euforia serta sempena untuknya. Bukankah ini terlalu berlebihan? Memuji sosok itu, tetapi terkesan memujanya. Akankah ia memang terlarut dalam ombak obsesi? Ia pun tak tahu.

...

You’re drop-dead gorgeous woman ever.

Stop praising me, Sukuna.”

You deserve to be flattered.

You want my service, aren’t you? Just say it directly that you want sex.

Pemuda bersurai yang mencuat, tubuh kekar yang mampu menghancurkan siapapun dalam sekejap kala bertukar pandang dengan dirinya. Ia sungguh pemuda yang dipoles dengan sempurna, setiap inchi tubuhnya begitu indah. Netra rubi yang menyala bak surya bara neraka. Dia adalah pujaan hatiku, pemuda yang selalu haus akan permainan tubuh. Memuaskan hasrat liarnya pada tubuh ringkihku ini. Sukuna selalu saja memakai tubuhku tatkala ia sedang menginginkannya. Lantas, apakah aku merasa keberatan dengan itu? Nyatanya tidak. Fantasi kami sangatlah liar saat sudah berada di atas ranjang. Saling mengejar friksi dan tak hanya berupa delusi.

Aku hanyalah wanita pendosa yang dengan suka hati mengangkang untuk priaku. Menerima setiap sentakannya di dalam pusat tubuhku. Mengulang kembali cuplikan-cuplikan itu di dalam kepala membuat diriku ingin melakukannya sekali lagi, oh tidak, aku ingin selalu melakukannya berkali-kali atau bahkan ribuan kali, asal bersama Sukuna.

Kami baru saja mengeluarkan cairan ejakulasi yang pertama akan tetapi bagi Sukuna, sekali tidaklah cukup. Maupun diriku juga masih menginginkannya lagi. Aku bukan wanita suci yang akan berseri ketika kekasihku memberikan serangkai mawar merah, maka aku lebih memilih lidah Sukuna untuk menjarah. Aku bukan seorang piawai dalam hal memuaskan, namun dengan tubuh ini aku dapat merengkuh Sukuna untuk mecapai langit tertinggi kenikmatan.

“Lagi?” tanya Sukuna dengan suara yang rendah, bahkan hanya mendengar juntaian kalimat-kalimatnya yang terlontar mampu membuat kewanitaanku basah.

“Kamu gak akan puas hanya sekali.” jawabku lantang penuh kepercayaan diri.

Sukuna menyunggingkan seringai kemenangan, di atas ranjang sana ia bertumpu menggunakan kedua sikunya untuk tetap menaruh tatap kepadaku. Kejantanannya menegak lurus menerobos gravitasi, aku menggelinjang tak karuan. Ingin sekali rasanya menyesap batang keras itu menggunakan mulutku. Rupanya nafsu liar di dalam tubuhku mulai menunjukkan taringnya sedikit demi sedikit.

Show me how a stripper does. Be my private stripper tonight.” titahnya.

Pardon?

“Gak ada pengulangan, do it now.” mutlaknya seolah tak ada ampunan.

Aku mengulum bibirku agar senyumku tak merekah, menjadi penari untuk kekasihku bukanlah hal yang buruk. Aku handal dalam hal ini, aku handal menari di atas tubuh kekarnya saat miliknya menumbuk titik pusatku. Ini merupakan hal yang luar biasa. Namun, kali ini aku tak menari di atas tubuhnya. Aku mempertontonkan tubuhku telak di hadapannya.

Tubuhku meliuk-liuk bagaikan penari papan atas yang berpengalaman, tanpa sehelai benang pun yang terlilit di permukaan kulitku, aku menari dengan seduktif di hadapannya. Terkadang aku membuat suatu gerakan untuk menggodanya, seperti memainkan bokong sintalku atau memilin puting tegangku.

Sial. Aku merasa saat ini diriku adalah bedebah kecil yang baru saja dibayar oleh pemuda di atas ranjang sana untuk menjadi tontonan eksplisitnya. Namun, justru aku sangat menyukainya.

Aku menarik sebuah kursi dan duduk di sana, membuka lebar-lebar kedua pahaku untuk memperlihatkan lubang senggamaku yang berkedut lapar. Si bedebah ini memasukkan dua jarinya ke dalam mulut seraya melemparkan tatapan kepada Sukuna yang membungkam.

Fuck you, babe.

Don’t curse that such things, use your mouth to fuck me instead.” ucapku.

Sukuna berdecak dan masih memasang seringai di wajahnya, rahangnya mengeras. Ia benar-benar kubakar dengan birahi.

Aku memainkan kedua jariku di dalam mulut seolah sedang mengulum miliknya dengan lembut dan teratur. Sesekali aku melenguh untuk menggodanya. Merapalkan namanya di tengah-tengah kegiatanku. Netraku tak luput memandangnya, ia masih bertumpu dengan siku-sikunya, membiarkan tubuhnya bereaksi dengan sendirinya.

Fuck me, Sukuna, like you get used to do. Make this whore kneels down on your territory. Show me how good your service is, destroy me again. Don’t you want that?

Shit.

Aku tertawa pelan, melihatnya yang kacau-balau di atas ranjang sana. Hanya dengan melihat tubuhku saja, ia sudah menegang. Sebesar itukah dampakku kepadanya? Aku merasa sangat tersanjung. Aku membawa jariku yang basah dengan air liur menjalar ke bawah, di mana kewanitaanku berada. Mengusap labiaku yang dengan jari-jariku, menggodanya agar semakin menaikkan birahinya. Sukuna berdecak, ia menyapu pandangannya kepadaku dengan netra rubi menyalanya.

Aku merasa sangat panas saat ini.

Jariku terus memainkan area kewanitaanku, melenguh keras sebab permainanku sendiri. Sukuna menegak liurnya, nampaknya ia ingin sekali menyentuh tubuhku. Batinku tertawa melihatnya putus asa seperti itu. Aku membuat pola melingkar di sekitar lubang senggamaku, tak berniat sekalipun untuk memasukkannya. Tatapanku menyayu dengan mulut yang terbuka.

Get yours into me, Sukuna, because no one is really great at fuck me unless you.” Bibirku bergerak mengeluarkan kata yang bermaksud untuk menggodanya.

I’ll fuck you hard, babe. Don’t you even gripe to me.” ujarnya sarkastik.

I won’t.

Aku mengitari liangku dengan jari telunjukku, tak ingin menggunakan permainan tanganku sendiri untuk mengisi ruang hampa di bawah sana, sebab aku hanya menginginkan Sukuna untuk mengisinya, hanya Sukuna yang mampu membuatnya terbelah dan hancur.

“Masukan, bajingan.” gerutu Sukuna kesal.

“Gak akan.” Aku menampiknya.

You want me to fill yours up?” Ia bangkit dari posisinya dan berubah menjadi duduk di pinggir ranjang, jarak kami menipis sehingga ia bisa melihat seluruh tubuhku sepuasnya. Aku yang masih melebarkan paha di hadapannya menatapnya intens.

If only.” Aku mendorong dadanya dengan kakiku agar Sukuna kembali berbaring di atas ranjang, lantas aku segera bangkit untuk mengukung badan kekarnya.

Sukuna menyeringai dan tak lama kemudian menampar pipi bokongku dengan kencang. Oh, bahkan aku sangat yakin bahwa tamparannya akan meninggalkan bekas di sana. Aku menyunggingkan senyuman, tanpa didikte olehnya aku menarik kedua tangannya ke atas kepalanya menggunakan kedua tanganku, tubuhku terpaksa menurun sehingga napas kami saling bertukar.

Dari jarak seminim ini aku mampu menelisik ke dalam netra rubi itu, ia menaikkan sebelah alisnya ke atas.

Babe?” Tercipta kebingungan dari suara yang Sukuna lontarkan.

I’ll lead the game, so shut your fucking mouth, Ryomen Sukuna.” sahutku.

Bibirku bergerak di atas bibirnya, pergelangan tangannya kukunci menggunakan gumpalan tanganku yang kecil. Bibir kami saling bersentuhan, aku merasakan lidahnya menyapu bibirku. Lalu, Sukuna tersenyum miring.

Do it then.

I’ll show you that I’m the best girl you’ve ever met, you never disappoint to choose me as your bed-partner.

I know right, you’re the only one.

Aku mengikat kedua tangan Sukuna menggunakan dasi merah marun miliknya, bahkan ia tak memberontak sekalipun. Ia hanya menatapku sembari mengulum putingku yang berhadapan langsung dengan mulut bajingannya. Aku sempat melenguh sebelum melanjutkan kegiatanku untuk menguci pergerakannya. Sukuna menggerus putingku dengan benda basah miliknya. Saat ini tangannya tak akan berfungsi leluasa, lalu ia menggantinya dengan mulutnya sendiri.

Fuck!” Aku menggeram nyaring.

“Ayo lakuin cepetan.” titahnya mutlak.

Walau kini aku yang memimpin permainan ranjang kami, aku tetap tak mampu menolak permintaan mutlaknya. Sukuna meninggalkan bekas kemerahan di buah dadaku, entah ada berapa banyak tapi aku sangat meyakini bahwa ia membuat banyak tanda kepemilikan di sana, sebab leher hingga bahuku telah penuh dengan tanda-tanda cintanya.

Ssh ... ” lenguhku lepas.

Aku memaksa Sukuna untuk menghentikan permainannya, segera aku bangkit dan bertumpu dengan kedua lututku. Kini aku menyungguhkan kewanitaanku di hadapan wajah Sukuna. Katakanlah bahwa saat ini aku memang sinting, aku meminta Sukuna untuk menjejalkan daging basahnya ke dalamku.

You’re so hypocrite, baby. You said that you want to lead the game, then why don’t you just use your body rather than begging for face-fucking by me?” Sukuna mentertawakan perbuatanku, meski berkata demikian Sukuna tetap menjilati area bawahku dengan lidahnya.

Liar dan sangat lincah.

Ia bahkan bisa membunuhku dengan lidahnya, aku sangat yakin itu.

Lututku bergetar hebat seolah tak dapat menahan bobot tubuhku. Aku berpegangan pada kepala ranjang untuk menahan tubuhku agar tetap tegak. Sukuna tengah memanjakanku di bawah sana. Lidah piawainya sedang menelisik bahkan menusuk lubang senggamaku. Aku mengerang nikmat, ayolah siapapun akan bertekuk lutut demi permainan Sukuna yang luar biasa ini.

“Sukuna, touch me there.” pintaku dengan vokalisasi yang goyah dan bergetar.

“Iya, sayang.”

Sukuna menjejalkan lidahnya masuk ke dalam pusat tubuhku, daging basah itu menyapa dinding-dinding lubangku yang menyempit. Ia mengeluar-masukkan lidahnya beberapa kali, lalu menjilati bibir serviksku yang basah. Basah akan cairan kewanitaanku ditambah dengan air liurnya. Sungguh kenikmatan yang tiada tara.

Aku semakin memegang erat kepala ranjang agar tubuhku tak jatuh di atas wajah Sukuna. Putihku akan segera sampai karena permainan lidah Sukuna, namun tiba-tiba saja kekasihku itu berhenti dan membuatku mendesah kecewa.

“S-Sukuna ... why did you stop? I almost come.” sungutku.

“Hei, bedebah kecil. Inget apa yang kamu bilang tadi? Lead the game, you said, tapi kamu minta aku buat muasin kamu. Munafik, eh? Mana bagian kamu untuk memuaskan aku?” balasnya.

Aku memundurkan tubuhku ke belakang dan kembali mengukung badan kekarnya. Ia menatapku sembari menyunggingkan sebuah senyuman lebar. Aku benci itu, aku merasa direndahkan sekali hari ini.

“Masukan, sayang. Put mine in yours, lead the game and bring me to the heaven. Show me how good heaven on the earth is. Let’s fly together to reach that.” Sukuna mengecup bibirku lembut, bibir yang manis dan membuatku teramat candu.

Aku mengangguk patuh, sedikit menaikkan bokongku ke atas seraya memegang ereksi Sukuna yang total menegang. Miliknya masih saja sebesar ini, bahkan sangat kontras berbeda dengan ukuran genggaman tanganku. Aku sempat mengusap ereksinya dengan sensual sebelum memasukkan miliknya ke dalam lubangku dengan tergesa-gesa.

“Hei, calm, baby.” ujarnya untuk menenangkanku.

“S-Sukuna ... ” lenguhku kala ujung ereksinya sudah memasuki liangku.

Aku menurunkan badanku ke bawah, membawa miliknya untuk masuk semakin dalam menuju kenikmatan yang sebenarnya. Aku mendongakkan kepalaku ke atas, menerima rasa perih dan nikmat yang datang secara bersamaan.

Ah!” Aku sedikit berteriak dikala miliknya sudah masuk sepenuhnya ke dalam liangku. Sukuna merapalkan kalimat-kalimat pujian atas diriku agar aku lebih tenang dan bergerak teratur.

Make some move, baby.” pintanya.

“Huum.”

Aku bertumpu pada dadanya sembari menaikkan bokongku ke atas lalu menurunkannya ke bawah. Gosh, aku mengakui bahwa ereksinya begitu besar dan panjang sehingga langsung menumbuk titik ekstasiku. Aku mendesahkan namanya beberapa kali seiring pinggulku bergerak naik-turun.

Yes, do it like that.” Sukuna menggeram.

Aku senang sekali mendengar geraman rendahnya yang membuktikan bahwa ia terlarut dalam alur permainan kami. Aku semakin bergerak rancu di atasnya, mengais sensasi nikmat ini dan menumbuk titik sensitifku dengan ereksinya.

Aku melalukannya berulang-ulang dan itulah hal yang menyenangkan untuk kulakukan malam ini. Melihat sosok Sukuna yang tak bisa berbuat apa-apa dengan tangan yang terikat di atas kepalanya benar-benar sangat memuaskan.

Aku mengubur aura dominasinya.

Aku mendesahkan namanya lagi, menarik bibir bawahnya dengan bibirku dengan pinggul yang bergerak naik dan turun. Sukuna tak sekalipun mengalihkan pandangannya padaku. Ia terus menatapku yang memantul di atas tubuhnya.

Baby, you’re the best.

I ... know, ssh.

“Bisa tolong lepasin talinya?” Sukuna tiba-tiba meminta ikatan dasinya, aku sempat termenung sebelum melepaskannya. Namun, aku memutuskan untuk membuka ikatannya karena aku ketakutan saat melihat pergelangan tangannya yang memerah akibat ikatan itu.

“S-Sebentar.”

Aku tak berhenti bergerak walau tanganku melepaskan talinya, lantas tiba-tiba saja Sukuna membalikkan posisi kami dalam sekejap. Ia menahan kedua tanganku ke atas kepalaku, seperi yang aku lakukan kepadanya. Saat aku ingin melayangkan sebuah protesan, Sukuna lebih dahulu berujar.

Change position.

Sukuna menumbuk titik ekstasiku dengan rancu dan tak beraturan, ia benar-benar ingin menghancur lubangku dengan ereksinya. Aku membusungkan dadaku dan mengeluarkan desahan. Sukuna sangat hebat. Ia mampu membuatku menuju kenikmatan. Ia menghentakkan miliknya hingga terdalam, aku gelagapan. Bergerak ke sana ke mari mengais birahi.

Fuck you! Sukuna, fuck you.

I love you.

Sentakan demi sentakan aku terima, ereksinya menghantam tepat di titik ekstasiku, menggodaku untuk segera mengeluarkan cairan putih hasil permainannya. Sukuna menggeram saat dinding-dinding lubangku mengapit miliknya, ia tak goyah dan tetap menstabilkan gerakan laju nan rancu.

“S-Sukuna ... I almost ... ” lidahku kelu dan ucapanku terbata.

Come, baby.”

Sebuah izin yang diberikan padaku, tangan Sukuna teramat kuat menggenggam kedua pergelangan tanganku, ia hanya menggunakan satu tangannya, sedangkan tangannya yang lain mengusap labiaku di bawah sana. Lidahnya menyapu seluruh tubuhku. Nampaknya ia ingin memanjakan seluruh tubuhku. Aku sangat berterima kasih karena saat ini Sukuna kekasihku, satu-satunya yang dapat membuatku seperti ini. Haus akan sentuhan, nafsu akan seks.

Dua hentakan terakhir mampu membuatku meluncurkan cairan ejakulasi, membasahi ereksi Sukuna dengan cairan putih tersebut. Sukuna masih belum mencapai putihnya, ia masih menumbuk miliknya di dalamku. Seluruh badanku bergetar setelah pelepasan keduaku. Beberapa hentakan berikutnya Sukuna mengeluarkan cairannya di dalam tubuhku. Mendiamkan ereksinya di dalamku agar lubangku menehan semua cairannya.

“Sayang ... ” lenguh Sukuna.

Ia melepaskan genggamannya sehingga aku bisa bergerak leluasa, aku bergelayut manja di lehernya. Hangat dari cairannya memenuhi lubangku, kami memang jarang menggunakan alat kontrasepsi saat melakukan seks. Sukuna tak begitu menyukai alat itu, begitu pula diriku.

Sukuna mengecup keningku.

Let’s have a baby.

Aku terenyuh dan kembali mengukir senyum, mengusap pelipisnya yang dibasahi keringat. “Pasti, sayang. Sebentar lagi kita akan punya baby.”

Mimpi seorang Ryomen Sukuna, mempunyai seorang bayi di antara kami.

[]