Sebagai Balasan.

Setelah mengirimkan pesan balasan kepada Haitani tertua, Ran. Seishu bergegas membenarkan pakaiannya dan tak lupa mengenakan jaket. Lantas, ia tak tahu-menahu alasan di balik kedatangan Ran ke rumahnya di malam hari. Ada banyak sekali pertanyaan yang memenuhi seisi kepalanya, namun alangkah baiknya untuk segera menemui Ran daripada membuat pemuda itu menunggu lebih lama lagi. Seperti biasanya, Akane muncul di dalam kamarnya kerap orang tak ia kenali datang untuk mencari adiknya.

“Ada orang yang nungguin lo di luar, katanya ada urusan sama lo.” cetak Akane.

“Iya, tau.” balas si pemuda bersurai terang dengan seadanya. Ia cukup malas membalas pembicaraan Akane yang terkesan ingin tahu mengenai urusannya.

“Siapa lagi tuh? Orangnya ganteng sih, rambutnya mirip Mitsuya. Jangan-jangan cowok baru lo lagi, ya?” Melihat wajah Akane yang mengerut semakin membuatnya risih.

Seishu menghela napas, “kepo!”

Seishu tak mendengarkan teriakan Akane di belakangnya, ia lebih memilih melangkahkan tungkainya keluar rumah untuk menemui Ran. Sesampainya ia di sana, ia mendapati sosok Haitani Ran dengan setelan kasualnya. Memang benar apa yang Akane sempat katakan, Ran itu berpenampilan modis dan rupawan. Ia sangat yakin bahwa Ran banyak digandrungi para wanita maupun pria. Bahkan dengan mengedipkan matanya, pasti ada banyak orang yang akan luluh-lantah di bawah dominasi Ran.

Jikalau Ran bukan karibnya Kokonoi, Seishu juga pasti akan tunduk kepadanya. Melihat penampilan Ran yang seperti ini mengingatkan kepada Mitsuya.

“Ran?” Seishu berujar seraya menyebarkan sinyal kepada Ran yang tengah melamun.

“Hampir aja gue ketiduran nungguin lo di sini, Sei.” tukiknya dengan lesu.

Seishu terkekeh renyah mendapati protesan dari Ran. Jangan salahkan dirinya begitu saja sebab Seishu pun terheran mengapa Ran bisa berlabuh di depan rumahnya tanpa mengirimkan kabar terlebih dahulu. Motif dan alasannya pun Seishu tak tahu sama sekali.

“Lagian lo gak ngasih tau gue dulu makanya gue gak tau.” balasnya.

“Emang sengaja gak ngabarin lo sih.” sahutnya. Ran mengendarai motor yang sama seperti yang ia pakai saat mereka melakukan kegiatan sunmori.

Penampilan yang elok, motor yang gagah membelah jalanan ibukota. Ran masih saja belum menemukan seseorang yang pas untuk menempati kursi belakang yang tersisa di motornya. Seishu ingin sekali bertanya mengenai itu, tapi ia takut pertanyaannya terdengar tak sopan. Lagipula keduanya baru saja dekat setelah pertemuan pertama mereka, walaupun Ran kerap sekali melihatnya di area kampus. Ran mengeluarkan sesuatu dari kantong yang terbuat dari kertas, lalu menyerahkannya kepada Seishu.

Seishu sontak terkesiap melihat buket bunga yang Ran berikan kepadanya, juga sesuatu yang ada di dalam kantong kertas lainnya. Melihat wajah kepanikan Seishu yang jelas terpatri, Ran terbahak nyaring. Ran yakin bahwa Seishu berpikiran hal yang macam-macam, maka dari itu sebelum Seishu semakin tenggelam ke dalam dasar kepanikannya, Ran secepatnya berujar kepada pemuda itu.

“Bukan dari gue, gue di sini cuman perantara aja. Itu semua dari Koko.” Ran menunjuk buket itu sembari berujar.

Terdengar helaan napas lega dari mulut Seishu, ia bersungguh-sungguh takut apabila Ran memberinya buket bunga. Apa yang akan terjadi jikalau Ran benar-benar melakukan itu, yang pasti keadaan akan runyam dan timbulnya perpecahanbelahan antara Ran dan Kokonoi. Untung saja buket ini dari Kokonoi dan melibatkan Ran sebagai perantaranya. Namun, perasaannya tak tenang sampai situ. Ia semakin bingung dengan Kokonoi, ia menatap buket bunga itu berulang kali.

Lantas, jika semua ini berasal dari Kokonoi untuknya; mengapa tak dirinya langsung yang memberikannya kepada Seishu?

Apakah benar Kokonoi sedang menjauhinya? Seishu dibuat semakin khawatir. Ditambah akhir-akhir ini Kokonoi sangat dingin dan jarang mengirimkan pesan kepadanya. Air mukanya berubah pias dan hal itu tertangkap di netra Ran.

“Pasti lo bingung kenapa Koko gak ngasih itu langsung ke lo.” celetuk Ran.

Seishu mendongak dan mengangguk kecil, rupanya masih mengekspresikan kesenduan.

“Koko ke mana?” tanyanya.

“Dia udah balik ke Surabaya dua hari yang lalu, lo gak dikasih tau sama dia?” Mendengar perkataan Ran membuat Seishu tersentak. Bagaimana bisa Kokonoi pulang tanpa memberitahunya terlebih dahulu. Biasanya Kokonoi akan mengatakannya dari jauh-jauh hari dan pasti akan ada pertemuan sebelum Kokonoi pulang. Seishu semakin larut dalam kesenduan. Tangannya memeluk buket itu dengan erat seolah-olah merasakan pelukan hangat Kokonoi.

“Dia gak ngasih tau gue apa-apa ... ” balas Seishu dengan nada pelan.

“Gak usah khawatir, Koko emang lagi ada urusan sama orang tuanya makanya dia balik duluan padahal dia bilang mau stay di sini lebih lama lagi. Bahkan dia balik sendirian, Sanzu masih di rumah gue.”

“Eh? Koko kenapa?” Netra terang itu membulat seketika, menatap netra kembar milik Ran meminta kejelasan.

Ran meringis, ia pun tak tahu apa yang terjadi pada Kokonoi secara terperinci, yang pasti urusan yang ia kerjakan saat ini berhubungan dengan orang tuanya. Ia sedikit merasa bersalah karena tak dapat mengatakannya kepada Seishu.

“Gue gak tau pasti, Sei. Jika pun gue tau, gue juga gak punya lisensi buat jelasin ke lo, ‘kan? Lebih baik lo tanya langsung ke Koko, siapa tau adanya Koko membuat perasaan Koko membaik.” ucap Ran.

“Makasih, Ran ... ”

“Sama-sama.” Ran menepuk pundak Seishu yang menurun dua kali, agar pemuda itu kembali bangkit. “Gue pulang dulu, ya? Gak enak malem-malem datengin rumah orang cantik kayak lo.” Ran sedikit menimpali guyonan agar Seishu tak banyak memikirkan keadaan Kokonoi.

Ran tahu bahwa Kokonoi akan baik-baik saja selagi ada Seishu di dekatnya.

“Sekali lagi, thanks.

“Kapan-kapan jalan berdua, ya, Sei? Siapa tau lo lebih suka sama gue daripada Koko. Sebelum semuanya terlambat.” Lagi-lagi Ran terbahak sembari menyalakan motornya bersiap pergi dari perkarangan rumah Seishu. Seishu menatapnya dengan tatapan sengit.

“Dih, ngarep! Males banget jalan sama om-om kayak lo, mendingan jalan sama Koko soalnya dia kayak ATM berjalan.” balas Seishu diiringi gelak tawa.

“Gue masih muda kali masa dipanggil om-om. Yaudah, nak, om pergi dulu ya.”

Seishu melambaikan tangannya pada kepergian Ran dan lekas masuk ke dalam rumahnya. Ia ingin secepatnya membuka sesuatu yang dibungkus kantongan kertas. Buket bunga itu sangat harum dan indah, Seishu letakkan di atas ranjang saat dirinya sibuk membuka kantong kertas tersebut. Rupanya berisi sekotak coklat, kudapan manis yang Seishu amat sukai. Di atas kotak yang membungkus coklat tersebut tertulis merk produksinya, Seishu tersenyum tulus. Ia cukup hapal beberapa merk coklat yang ada di dunia dan yang satu ini berkisaran harga tinggi.

“Sama seperti biasanya, ya, Ko? Lo selalu ngasih gue yang terbaik.” gumamnya.

Saat tangannya membuka kotak coklat tersebut, tampaknya ada secarik kertas yang menempel di balik kotak tersebut. Seishu meraih kertas itu dan membukanya tak sabaran. Tulisan tangan seseorang. Seishu membacanya perlahan dan teliti agar tak ada satu katapun yang tertinggal untuk ia baca, setelah membaca isi pesan tersebut hati Seishu tergerak haru. Ia tak dapat menahan perasaan bahagianya malam ini justru ia membiarkan tetesan air mata keluar membasahi pipi mulusnya.

Seishu, cantiknya Koko.

Maaf karena sudah mendiamkan lo beberapa hari ini, bukannya gue sudah mulai melupakan lo, hanya saja ada banyak hal yang terjadi yang membuat gue sedikit kacau, tapi itu bukan jadi masalah besar. Saat risau itu datang, maka gue akan mengingat-ngingat gimana lo tersenyum tulus untuk gue dan gimana jantung gue berdegup kencang saat bersama lo. Perasaan itu dapat menghalau perasaan negatif yang menghampiri gue. Seishu, gue gak akan pernah bosan untuk bilang bahwa perasaan gue ke lo itu absolut.

Seishu, I love you so much. Can you be waiting for me until the day come? Please don’t doubting about my feelings because all that I feel is inescapable. Thank you for being the brightest shinning star.

With love, Koko.

Seishu tak perlu menampik sebuah kenyataan yang mutlak jikalau Kokonoi lah yang menjadi alasan secercah harapan di hatinya muncul ke permukaan. Kokonoi lah yang mampu mencintainya sedalam Palung Mariana dan setinggi Gunung Everest. Jika Kokonoi telah mencintainya seperti itu, apa yang Seishu berikan kepada Kokonoi sebagai balasan? Semesta?

Bahkan semesta itu masih lalai dalam berpedar, kendatinya berkata demikian.

[]