Sehangat Mentari.
Hari kedua Masa Pengenalan Sekolah dilaksanakan untuk para murid baru, agenda yang dilakukan sedikit berbeda dibanding dengan hari pertama. Entah atmosfer hari ini cukup melelahkan bagi mereka yang mengikuti kegiatan MOS. Ada banyak suara lolongan dan teriakan anggota panitia yang dilayangkan kepada murid baru, mungkin tercipta rasa kesal bagi mereka namun apa boleh buat tak ada kesempatan bagi mereka untuk melakukan resistensi selain menerima dengan terpaksa. Lagipula, tinggal tersisa satu hari lagi acara MOS dilaksanakan.
Kelompok 3 yang diketuai oleh Mitsuya dan Oikawa sebagai penatar mereka. Sebuah ketidak-beruntungan bagi kelompok itu karena harus mendapatkan panita seperti Oikawa. Ekspresi yang dingin dan selalu melemparkan teriakan kepada mereka, sekalipun anggota kelompok 3 tak melakukan kesalahan apa-apa. Mitsuya meneguk sadar bahwa ini sebuah adat balas dendam yang kerap dilakukan oleh senior atas perbuatan senior mereka terdahulu. Barangkali kapan rantai kebiasaan seperti berakhir.
Kazutora dan Seishu, teman barunya Mitsuya meminta izin untuk berkeliling mengitari area sekolah selagi kegiatan MOS belum dimulai. Sedangkan Mitsuya, Mikey, dan Chifuyu hanya berdiri tak jauh dari lapangan. Memasang atribut MOS selagi masih ada waktu bagi mereka untuk bersantai. Tiba-tiba eksistensi Oikawa hadir di tengah-tengah mereka dengan tatapan khasnya; merendahkan.
“Dari kelompok 3 atribut semuanya lengkap gak?” tanya Oikawa.
“Kami semua lengkap, Kak.” Mitsuya menjawab sembari mengedarkan pandangannya ke arah teman-temannya, yang terlihat semuanya lengkap dan tak ada satupun yang tertinggal.
“Yakin?” tanyanya sekali lagi.
“Yakin, Kak.” balas Mitsuya.
Oikawa berdecak dan berlalu meninggalkan mereka bertiga untuk bertanya dengan anggota yang lainnya.
“Kak Oikawa pagi-pagi udah bete aja.” celetuk Chifuyu yang terkesan jengah dengan perilaku anggota panitia tersebut. Mungkin tak hanya Chifuyu yang merasa demikian, tapi semua anggota kelompok 3 merasakan hal yang sama.
Oikawa lebih banyak menindas presensi mereka dan membuat anggota di bawahnya merasa tak nyaman. Mikey mencibir tak suka tatkala Oikawa menjauh dari hadapan mereka, sedangkan Mitsuya hanya terkekeh mendapati keluhan teman-temannya. Sebagai ketua kelompok, Mitsuya harus terlihat bijak dan koorperatif meskipun batinnya sedikit meringis.
“Gue jadi ikutan bete—” Belum selesai Mikey rampungkan ucapannya, terdengar suara teriakan Oikawa di dekat mereka.
“MANA ATRIBUT KALIAN?!” tanya Oikawa dengan lantang kepada salah satu orang.
“Maaf, Kak ... ketinggalan di rumah.” jawab seseorang itu pelan seraya menundukkan kepalanya ke bawah, takut dengan vokalisasi Oikawa yang menggelegar.
“Mampus, Suya. Dia dari kelompok kita.” sahut Mikey meringis.
“KETINGGALAN?! KENAPA BISA?! LO GAK SERIUS IKUT MOS, YA? BARU HARI KEDUA MOS LO UDAH BERSIKAP LAYAKNYA DEWA, MERASA SUPERIOR LO SEKARANG? HEBAT BANGET NIH UDAH BERANI LANGGAR ATURAN MOS.” teriak Oikawa. Netranya menyapu kepada Mitsuya yang berpijak ragu di tempatnya. Mitsuya sudah merasakan bahwa akan ada musibah yang menimpanya gara-gara ini. “MITSUYA TAKASHI. LO KETUA, ‘KAN? SINI LO.”
Mikey menatap nanar kepada Mitsuya namun pemuda itu hanya tersenyum tipis seolah berkata semuanya akan baik-baik saja. Sudah menjadi tanggung jawabnya sebagai ketua untuk menggiring teman-temannya selama MOS. Segera Mitsuya berlahir menghampiri Oikawa yang menatapnya dengan kilatan emosi.
“Mitsuya, katanya semua anggota lo atributnya lengkap dan lo sangat yakin tadi pas bilang ke gue. TERUS INI KENAPA DIA BISA KETINGGALAN HAH?!” Di akhir penuturan Oikawa kepada Mitsuya, pemuds itu membentak Mitsuya sehingga pemuda itu terkesiap di tempatnya.
“Maaf, Kak—”
“MAAF DOANG LO BISANYA, TAPI NGURUSIN ANGGOTA LO GAK BISA.” sambung Oikawa.
Mitsuya tak menjawab karena kesalahan murni ada pada mereka. Teman-temannya menatap iba dan merasa bersalah kepada Mitsuya, sebab sosok itu tak melakukan kesalahan apapun tapi harus mengumpuni masalah teman-temannya dengan dalih sebagai ketua kelompok. Oikawa bersidekap dada di tempatnya.
“Push up seratus kali di tengah lapangan sebagai hukuman atas kelalaian temen lo.” titah Oikawa santai namun ucapannya sungguh menikam. “Cuman lo, Mitsuya.”
Mitsuya membelalakkan matanya, ia tak menyangka bahwa hukuman yang diberikan terkesan sangat berat. Mikey berlari mendekati Mitsuya, ia tak terima jikalau temannya harus melakukan hukuman tersebut atau setidaknya hukuman itu dilakukan bersama-sama, tak hanya Mitsuya seorang diri.
“Kak gak bisa gitu!” pungkas Mikey.
“Kenapa? Lo gak suka? Mitsuya lo push up duaratus kali, sekarang.”
“Kak—”
“SEKARANG.” Amarahnya seolah sudah berada di ubun-ubun, bahkan teriakannya lebih nyaring dari sebelumnya membuat seluruh anggota menjadi bungkam.
“Udah, Mai. Gak apa-apa kok.” sahut Mitsuya. Ia mengikuti Oikawa ke tengah lapangan untuk menggarap hukumannya. Mitsuya tersenyum hambar ketika menyadari lapangan dipenuhi oleh pasang mata yang menatap ke arahnya ditambah keadaan lapangan cukup terik karena tak tertutupi oleh bangunan sekolah.
“Push up duaratus kali tanpa jeda.”
“Baik, Kak.” jawab Mitsuya yang telah mengambil posisi untuk push up. Namun, ketika ia hendak menghitung pergerakannya, seseorang datang dari arah belakang dan menghentikan Mitsuya.
“Saya keberatan dengan hukuman ini, Kak. Kesalahan bukan berasal dari Mitsuya dan gak ada alasan yang kuat Kak Oikawa bisa menghukum Mitsuya dengan dasar dia harus bertanggung jawab atas kesalahan anggota kelompoknya. Ketua itu tugasnya menggiring anggotanya, Kak, dan Mitsuya sudah melakukan itu dengan baik ke kami semua. Kekeliruan teman saya murni salah dia dan bukan salah Mitsuya, kalau Kak Oikawa mau ngasih hukuman, kasih ke kami semua bukan hanya Mitsuya, karena kami semua anggota kelompok. Satu yang salah maka semuanya yang harus nanggung bukan hanya ketua.” hardik seseorang pemuda bersurai hitam kepada Oikawa. Ia menyodorkan tangannya agar Mitsuya segera bangkit dari posisinya.
“Oh? Jadi lo semua mau dihukum atas kesalahan temen lo? Gimana kalo hukumannya dua kali lipat dibanding apa yang gue kasih ke Mitsuya. Pilih yang mana, Mitsuya? Mau lo sendiri ngelakuinnya atau bareng temen-temen lo tapi hukumannya bakal gue tambahin dan lebih berat.” jawab Oikawa dengan seringai tercetak di wajahnya. Mitsuya bereaksi panik mendengar ucapan Oikawa. Maka segera ia menggeleng tak setuju.
“Kakucho ... biar aku aja.” jawab Mitsuya.
“Gak, kita harus lakuin bareng-bareng, Mitsuya. Lo emang ketua kelompok tapi bukan berarti lo yang harus nanggung semuanya.” sahut seseorang yang bernama Kakucho tersebut.
Mitsuya menghela napas gusar, ia bingung harus memilih opsi yang mana. Keduanya sama-sama memberatkannya tetapi ia juga tak ingin teman-temannya yang lain terlibat. Biarlah dirinya sendiri yang melakukan hukuman untuk teman-temannya daripada harus mendapatkan hukuman yang jauh lebih berat dari ini.
“Biar aku aja yang dihukum, Kak.” jawab Mitsuya dengan yakin.
“Mitsuya, Mitsuya. Lo ketua kelompok tapi kok gak solid sih? Disaat temen lo nawarin bantuan sebagai kelompok semestinya tapi malah lo tolak. Katanya ketua tapi begini doang lo gak bisa solid. Ketua macam apa?” sindir Oikawa.
Selalu begini. Seolah-olah semua opsi yang akan mereka pilih salah besar. Tak ingin membebani teman-temannya disangka kelompok yang tak solid. MOS selalu ada kejadian seperti ini yang membuat semua murid muak melihatnya. Terlalu basi.
“Gue nyesel harus manage kelompok 3, mau anggota sama ketuanya sama-sama gak solid. Percuma lo pada bikin kelompok tapi gak bisa jadi kelompok yang bener.”
“Maafin kami, Kak. Kakucho, gak apa-apa kok, makasih banyak, ya?” Mitsuya kembali menunduk untuk mengambil posisi push up demi menjalankan hukumannya dan segera mengakhiri drama tersebut.
“Oikawa, cara lo mendidik mereka sampah. Mau jadi paling hebat lo?” pungkas seseorang yang melangkah menghampiri mereka.
“Ngapain lo?” sinis Oikawa tak suka.
“Mitsuya Takashi, ‘kan? Bangun. Gak usah lo lakuin hukumannya, jangan ngikutin aliran sesat. MOS gak ada hubungannya dengan hukuman, ngide lo bikin aturan sendiri buat nindas mereka? Jangan bikin citra anak OSIS kotor gara-gara lo.” Pemuda itu tak menunjukkan ekspresi apapun di wajahnya, tapi terlihat guratan emosi di pelipisnya. Sungguh menjengkelkan melihat kejadian seperti ini terjadi di sekolahnya.
Mendisiplinkan? Omong kosong.
“Gak usah ikut campur lo bukan anggota OSIS! Terserah gue dong sebagai ketua mereka!” jawab Oikawa dengan amarahnya yang semakin mendominasi.
“Lo ketuanya, ‘kan? Seharusnya lo yang dikasih hukuman karena gak bisa ngatur anggota kelompok lo sendiri, gak guna.”
Pemuda tersebut menarik lengan Mitsuya untuk berdiri di sebelahnya, sedangkan Mitsuya masih bingung dengan apa yang terjadi pada Oikawa dan seseorang yang sempat meminjamkannya topi disaat upacara hari pertama. Ia terkejut dengan kehadiran sosok itu dan ucapannya kepada Oikawa seperti membelanya.
“Anjing lo, Ran!” umpat Oikawa dan segera berlalu meninggalkan mereka.
Mitsuya menghela napas lega, setidaknya hari ini ia tak harus melakukan hukuman yang sempat diberikan oleh Oikawa. Ia menoleh ke arah samping dan menemukan sosok Ran dengan tubuh jangkung menjulang; surainya yang acak-acakan, seragam sekolahnya yang disengaja dikeluarkan, dan tak lupa tatapannya yang sayu. Mitsuya tak dapat berujar, kehadiran Ran selalu membuatnya membisu.
Terhitung sudah dua kali Ran menyelamatkannya dari mara bahaya.
Ran menoleh dan membalas tatapan Mitsuya seraya menciptkan senyuman. “Hai, lo baik-baik aja, ‘kan?” tanyanya lembut. Ah, kali ini Mitsuya dapat mendengar suara itu lebih jelas di rungunya. Suaranya yang berat namun terdengar lembut sekali.
“Kak Ran ... ?” Mitsuya terbata.
“Benar, seneng ketemu lo lagi, Mitsuya.” Ran mengusak surai Mitsuya sehingga membuat tataan rambut Mitsuya berantakan, tetapi Mitsuya tak dapat menahan atau melarang Ran untuk melakukan itu. Justu ia merasa aman.
“Kak Ran ... makasih banyak.”
“Sama-sama.” Senyuman itu jauh lebih hangat daripada mentari pagi, meski tatapannya sedingin embun tapi yang Mitsuya rasakan hanya kehangatan.
Eksistensi Ran seperti menjadi tameng baru di hidupnya, menghalau segala bahaya yang akan menimpa Mitsuya.
Dan Mitsuya menyukai itu.
[]