Tak Berarti.
Kokonoi menyesap secangkir kopi americano yang ia pesan beberapa menit yang lalu, suasa di sekitarnya sangat suram dan tak bersahabat. Emosi masih tersulut di dalam dirinya hingga ke puncak ubun-ubun. Parasnya tak menunjukkan ekspresi damai selain tajam bak sebuah pedang panjang yang siap menghunus lawan. Giginya bergemetak, ia hisap putung rokok yang ia bakar menggunakan pematik dan menghembuskan asap yang mengepul di udara.
Pada sekon ini, pikirannya berkecamuk yang membuatnya pening. Ada banyak yang yang menganggu isi kepalanya ditambah perasaan di hatinya yang tak kunjung padam. Hawa permusuhan begitu kontras mendominasi diri Kokonoi. Sesuai janjinya kepada Mitsuya, sosok pemuda yang pernah menjalin asmara bersama Seishu, menerima ajakan pemuda itu untuk bertemu di suatu tempat.
Lantas apa yang pemuda itu rencakan, Kokonoi tak tahu pasti. Ia tak ingin kalah karena menolak invitasinya untuk berjumpa, hatinya pun tak gentar sekalipun Mitsuya menunjukkan batang hidungnya. Selain itu, terjadi pertengkaran antara dirinya bersama Seishu yang membuat ia semakin nampak kompleksitas. Pikirannya berkata; sulit dilakukan bahkan untuk memberikan secercah kepercayaan kepada seseorang yang berulang kali berdusta kepadamu. Ia terlampau kecewa, tapi hati kecilnya masih berkata cinta pada Seishu.
Bahwasanya Kokonoi tanpa Seishu bak kota kecil yang telah mati, yang mana bila tak ditinggali akan perlahan lenyap.
Apakah berjuang selalu dilandasi oleh perasaan seperti ini? Hatinya tak cukup menjadi sebuah rumah bagi Seishu untuk singgah, apalagi menetap.
Hati Seishu tak yang dapat ia reka, apa di dalamnya ada guratan cinta yang tertera.
“Kokonoi, benar?” Seseorang menarik sebagian atensinya saat tengah melamun.
Kokonoi terkesiap dan membenarkan posisi duduknya, “Mitsuya.”
Pemuda dengan fitur tubuh yang mirip dengannya, baru pertama kalinya mereka bertemu namun langsung terbias atmosfer perseteruan. Mitsuya dengan kemeja putih seraya layangkan senyuman sopan kepada Kokonoi, walau ia tahu bahwa senyuman itu tak sepenuhnya tulus dari hati. Ia mengambil tempat duduk di seberang Kokonoi dan Kokonoi langsung menggeser segelas minuman untuk Mitsuya.
“Thanks.”
“Ya.” jawabnya singkat, “ada maksud apa lo ngajakin gue ketemuan gini?” tanyanya pada intinya.
“Can you put out your cigarette, Kokonoi? Your interlocutor isn’t fine with smoke.” cercah Mitsuya kepada Kokonoi.
Kokonoi menaikkan sebelah alisnya lalu mematikan rokoknya yang tersisa setengah pada asbak yang tersedia, melambaikan tangannya ke udara demi asap rokoknya segera hilang. “Sorry.” ujarnya.
Mitsuya sungguh tahu, mengapa pemuda di seberangnya itu membakar seputung tembakau dengan tatapan yang tak bisa digambarkan melalui kata-kata. Pertemuan mereka membuat sosok itu tertekan. Mitsuya berdehem untuk menetralkan suasana yang berada di antara mereka. Kokonoi membalas tatapannya sehingga mereka saling bersitatap satu sama lain.
“Gue yakin lo pasti udah tau siapa gue, ‘kan? Bahkan sebelum gue show up ke lo sebagai mantannya Seishu.” awalnya.
“Ya, gue tau karena Seishu yang bilang.”
Bohong. Kokonoi baru saja melontarkan pernyataan kebohongan. Ia tahu sosok Mitsuya melalui Ran dan Rindou yang menceritakan semuanya Mengenai Mitsuya dan hubungan dulu bersama Seishu.
“Oh, Seishu yang bilang?” tanyanya retoris.
“Begitulah.”
“Baguslah kalo Seishu cerita pasal gue ke lo biar lo tau gimana hubungan gue sama Seishu sebelum adanya lo.” ujarnya dengan alunan keangkuhan.
Kokonoi menyunggingkan seringainya, ia masih meredam amarahnya di dalam hati agar tak mudah tersulut perkataan Mitsuya yang membuatnya terkecoh. Ia tahu lawan bicaranya tersebut bermulut licin.
“What if he tells the bad side of dating you? Berhubungan dengan seorang Mitsuya tak sebaik apa yang orang lihat. Bagaimana jika keadaannya begitu?”
Pemuda dengan surai keungunan itu sontak tertegun sebelum kembali memamerkan senyumannya angkuhnya.
“Which part shows my meanness of dating me? Gak ada, Kokonoi. Seishu loved me that much just so you know.”
“Jangan sombong dulu, Mitsuya. Jika hubungan lo baik-baik aja gak mungkin kalian putus nyambung dan berakhir putus kayak sekarang. Which one said you were good enough on your relationship? That’s all just a bullshit.” balas Kokonoi.
Mitsuya maupun Kokonoi masih nampak tenang meskipun obrolan mereka mulai panas dan saling menusuk. Kokonoi mengangkat gelasnya dan menyesapnya tak gangguan sekalipun.
“Asal lo sadar, Mitsuya. You gaslighted Seishu by then, did you ever realise? Gue gak paham sama konsep lo untuk bertemu sama gue saat ini, sedari tadi lo cuman menyombongkan diri lo kepada seseorang yang tau sebagian tabiat buruk lo. Kalo gak ada hal yang penting untuk dibicarain mending gue izin pulang sekarang. Gue gak punya waktu buat mendengar cerita yang lo anggap berkesan itu. Crap, man.”
Mitsuya terdiam sembari mengepalkan kedua tangannya hingga buku-bukunya memutih, mengapa keadaan menjadi terbalik sekarang. Kokonoi membuatnya seketika terpojok ketika ia tengah melambungkan ujarannya ke langit. Ia menggulirkan matanya jengah, sedangkan Kokonoi masih setia menatapnya lamat.
“Gue minta lo berhenti buat deketin Seishu karena gue mau balik sama dia lagi, gue harap lo gak jadi penghambat hubungan gue. Gue udah muak liat kalian berdua, lagian lo sama Seishu keliatan gak cocok.” finalnya pada pembahasan mereka.
Bolehkah Kokonoi terbahak sekarang juga, sebab Mitsuya tiba-tiba menjadi sosok pelawak piawai yang tengah mempertunjukkan aksinya di atas panggung. Konyol. Guyonan itu tak pantas di dengar oleh rungu Kokonoi, terlalu murahan untuk orang yang berkelas tinggi seperti Kokonoi. Ia terkekeh membalas penuturan Mitsuya yang terkesan lucu.
“Mitsuya, Mitsuya, sebegitu putus asanya lo buat balikan sama Seishu? Daripada lo mohon-mohon begini ke gue yang mana di mata gue itu beneran menjijikkan mending lo berusaha buat dapetin hati Seishu lagi. Lo takut, eh? Takut Seishu udah gak bisa suka sama lo lagi makanya lo berpaling cara seperti ini? Coba kita bayangin gimana reaksi Seishu liat mantannya pakai cara menjijikkan kayak gini buat pacaran sama dia? He must be sorry because he ever dated a man like you.”
Brengsek. umpat Mitsuya dalam hati.
Mitsuya tak mampu lagi berucap, ia benar-bemar dipojokkan oleh Kokonoi. Ia sungguh bingung memikirkan cara agar menarik perhatian Seishu agar berpusat kepadanya lagi. Adanya eksistensi Kokonoi di netra Seishu membuat jalannya merengkuh Seishu menjadi terhambat. Dulunya ia dengan mudah menggenggam dan melepas Seishu, tapi untuk saat ini rasanya begitu sulit bahkan untuk berbicara dengan Seishu saja susah. Apalagi menanamkan benih cinta di lubuk hati Seishu.
Pemuda itu lantas berdiri dan meninggalkan Kokonoi tanpa sepatah kata pun. Kokonoi hanya mengendikkan bahunya tak acuh dengan kepergian Mitsuya. Bukannya Kokonoi menang dalam ajang malam ini, justru Kokonoi merasa sama hancurnya. Pembicaraan bersama Mitsuya juga menimbulkan suasana buruk di hatinya. Ia hanya menghela napas kasar.
Alih-alih mengeluarkan cara seperti tadi, tidak kah Mitsuya sadar bahwa posisinya jauh lebih tinggi daripada kehadiran Kokonoi? Mitsuya adalah mantan kekasih Seishu, yang mana orang yang dulunya menjadi sosok yang selalu Seishu agung-agungkan, sosok yang menjadi pelita di dunia fana yang gelap, sosok yang menyebabkan luka dan satu-satunya yang menjadi penawar lara. Tidak kah Mitsuya sadar akan hal itu?
Untuk apa ia meminta Kokonoi menyerah jikalau tanpa ia menyerah pun Mitsuya masih akan selalu menang di hati Seishu. Seharusnya Kokonoi yang merasa takut apabila Seishu berpaling kepada Mitsuya dan meninggalkannya begitu saja.
Ia menghembuskan napas lelah, “lo salah, Mitsuya. Posisi lo menjadi paling teratas di hati Seishu.”
Sebab Kokonoi bukan sosok pengganti yang sama sekali tak memiki arti.
[]