Topi.

Sebagai salah satu murid baru di sekolah ternama di kotanya, ada banyak hal yang harus dirinya tekuni sebagai murid baru demi memenuhi syarat pelaksanaan MOS berlangsung, seperti memakai potongan kardus yang dilapisi kertas karton sebagai identitas diri lalu dipasangkan di lehernya, dan berbagai macam hal lainnya.

Mitsuya Takashi, namanya. Diterima di sekolah menengah atas tersebut karena nilainya yang sangat memungkinkan untuk masuk menjadi siswa sekolah barunya. Sebab sudah sejak lama ia mengidam-idamkan sekolah ini dan akhirnya ia bisa menjadi salah satu murid di SMA Tokrev. Ada banyak usaha yang terlibat, tak terlintas doa, niat, kerja keras, dan keringat. Bak kata pepatah yang mengatakan, usaha tak akan mengkhianati hasil. Inilah yang Mitsuya dapatkan dari buah usahanya.

Lamun, Mitsuya tak beruntung hari ini sebab tanpa dirinya sadari ia melupakan topi sekolahnya padahal sudah jelas di hari pertama akan ada upacara pagi dan upacara sambutan untuk siswa baru. Ia baru teringat jikalau topi itu dimainkan oleh kedua adiknya beberapa hari yang lalu. Pastinya akan ada ganjaran bila seseorang tak memakai topi ketika upacara berlangsung, dengan berat hati Mitsuya harus menampung hukuman itu.

Merupakan awal yang buruk, ujarnya.

Ditambah eksistensi Mikey, sahabatnya, tak berada di dekatnya saat ini membuat suasana hati Mitsuya melebur. Ia merasa kesepian di tengah-tengah kerumunan, pun jiwanya tak punya pretensi yang mendorongnya untuk mengajak seseorang berbicara terlebih dahulu, membangun komunikasi sesama murid baru. Mitsuya tipikal orang yang tak bisa memulai pembicaraan, kecuali seseorang yang mengajaknya berbicara. Tak sepenuhnya introvert, cenderung orang lain yang memulai komunikasi padanya.

“Mikey di mana sih?” racaunya pelan. Ia merogoh sakunya untuk mengambil benda persegi panjang itu dan mengirimkan beberapa pesan kepada Mikey.

Mitsuya tak menyadari ada presensi siluet seseorang yang menghalangi sinar matahari yang awalnya mengenainya kini terhalang oleh tubuh jakung seseorang. Mitsuya alih tak menghiraukan, ia pikir sosok yang di sampingnya ada murid baru seperti dirinya yang berbaris di sebelahnya. Akan tetapi, seseorang tersebut memasangkan topi miliknya di atas kepala Mitsuya yang tak mengenakan topi.

Spontan Mitsuya terkesiap dan menyapu pandangan pada sosok tersebut.

“Lo gak bawa topi, ‘kan? Nih pakai punya gue aja, kalo lo gak pakai topi pas upacara bisa dihukum sama anak-anak OSIS. Mereka kalo ngehukum anak baru bisa bakal sadis banget loh.” kata seseorang tersebut dengan garis senyuman di wajah tampannya. Sosok jangkung dengan proporsi tubuh yang yang tinggi menjulang, rahang tegas namun tatapan yang sayu, juga rambut yang ditata rapi.

Mitsuya tak bergeming, netranya hanya menyorot pada sosok itu, bahkan tak sepatah pun keluar dari mulutnya. Masih tak menyangka dengan tindakan orang itu.

“Dah, semangat upacaranya.” Setelah berujar demikian, sosok itu bergegas pergi dan punggungnya mulai menghilang dari kerumunan. Mitsuya masih menganga di tempatnya, lalu memegang topi yang ada di kepalanya.

“Taka bego! Bukannya bilang terima kasih atau nanya sesuatu malah diam aja.” rutuk Mitsuya pads dirinya sendiri.

Mitsuya lepaskan topi milik seseorang tadi dan menatapnya lekat, ia tak tahu harus mengembalikan topi itu kepada siapa bahwasanya ia tak sempat bertanya identitas sang empu dari topi tersebut. Namun, Mitsuya sungguh berterima kasih kepadanya karena sudah meminjamkan topi miliknya kepada Mitsuya. Setidaknya Mitsuya terselamatkan kali ini.

“Cuya!” Mikey menepuk pundaknya tiba-tiba membuat Mitsuya berjengit.

“Mai ... ”

“Itu topi yang dipinjemin kakak kelas tadi?” tanya Mikey yang mengarahkan pandangan kepada sebuah topi yang Mitsuya pegang.

Mitsuya mengangguk, “iya.” Lalu, mengangkat topi iti untuk di pasangkan di kepalanya. Ah, Mitsuya tak harus kepanasan karena adanya topi sekolah.

“Suya, ini temen baru yang aku maksud, aku ketemu dia pas lagi jajan di kantin. Nama dia Inupi, ayo kalian kenalan.” suruh Mikey sembari menyenggol pundak Mitsuya untuk berkenalan dengan siswa yang dibawa oleh Mikey.

Tak menampik ucapan Mikey, pemuda bersurai terang nan panjang itu mempunyai visual yang luar biasa. Senyumannya secerah cakrawala, pipinya yang merona jingga, setiap helai rambutnya bak dibaluri permata. Mitsuya yakin, Tuhan saat menciptakan orang itu tengah bahagia-bahagianya atau ia sengaja dijatuhkan ke bumi karena parasnya terlalu indah disandingkan dengan para bidadari. Mitsuya seperti menulis puisi hiperbola, tapi itulah gambaran sosok itu di matanya.

Mitsuya mendorong tangannya ke depan dengan maksud mengajak siswa itu berkenalan dengannya.

“Hai, namaku Mitsuya Takashi. Kamu bisa panggil aku apa aja sesukamu, sebenernya aku sama Mikey dulunya temen satu sekolah dan sekarang satu sekolah lagi. Nice to meet you, semoga kita bisa jadi temen yang baik.” ujar Mitsuya lembut.

“Halo, Mitsuya! Aku Inui Seishu, panggil aja Inupi, ya? Nice to meet you too.” Sosok dengan nama Inupi itu menjabat tangan Mitsuya langsung dengan semangat.

Ia baru saja mendapatkan dua teman di sekolah barunya, sementara tadi berjalan seorang diri karena tak mempunyai satupun teman yang berasal dari sekolah lamanya seperti Mitsuya dan Mikey.

“Suya, aku ngajakin dia temenan karena dia cantik pasti nanti dia bakal jadi murid yang famous.” Mikey tiba-tiba berbisik.

“Mikey jangan begitu ... ” tegurnya, sedangkan sosok itu hanya terkekeh.

Upacara segera berlangsung dan para siswa berbondong-bondong menuju lapangan sesuai kelas masing-masing, sedangkan murid baru digiring oleh salah satu anggota OSIS untuk berbaris di secara acak karena belum adanya pembagian kelompok. Seperti upacara sambutan pada umumnya, banyak para guru menyampaikan pidato yang cukup panjang membuat para siswa mendesah lelah.

Akhirnya upacara berakhir dalam kurun waktu 45 menit. Mitsuya, Mikey, dan Seishu duduk di sebuah kursi dekat pohon sembari mengibaskan topi mereka ke wajah. Berdiri selama 45 menit di bawah terik matahari membuat mereka kepanasan dan dicucuri banyak keringat.

Di tengah-tengah itu, Mitsuya hanya memikirkan bagaimana cara mengembalikan topi yang ia gunakan saat upacara tadi. Ia tak tahu siapa pemilik topi tersebut dan saat dirinya mengedarkan pandangan ke barisan siswa yang tak memakai perlengkapan sekolah, tak ada eksistensi dari orang itu. Seolah-olah sosok itu memang tak mengikuti kegiatan upacara. Mitsuya harus mencari seseorang tersebut untuk mengembalikan topinya dan mengatakan kalimat terima kasih.

Karena adanya sosok itu membantu Mitsuya mendapatkan koin keberuntungannya pada hari ini.

[]