Venomous Cure.

Explicit sexual content, boys love, dom/sub, anal sex, mirror sex, Kokonoi!top, Seishu!bot, dirty talk, degradation, humiliation kink, overstimulation, double penetration, multiple orgasms, hand-job, come delayed, edging, fingering.

Tak ‘kan pernah terlintas dalam akal sehatnya tatkala seseorang menganggap raganya ialah sosok orang lain. Ia menatap pantulan refleksi dirinya, rupanya terpampang jelas, tersenyum miris kala jiwanya meringis. Paras nan elok itu diibaratkan sebagai puan yang akhirnya dijadikan sebagai mainan.

Ia bertanya-tanya, “sampai kapan?”

Sampai kapan raganya dirias sedemikian rupa sehingga ia nyaris lupa akan jati diri sebenarnya. Sampai kapan ia harus membendung duka lara. Sampai kapan perasaan ini memupuk hingga menyesakan relung jiwa dan dada.

Mengapa yang kurasa hanya berupa duka? Menggores luka menganga di jiwa pendosa.

Ia tak akan pernah marah, namun ia tak menampik rasa lelah untuk menjelma menjadi seseorang yang telah lama pergi untuk menjadi pemuas dahaga kasihnya. Kasihnya-kasihnya yang mengasihi orang lain yang bukan dirinya. Saat dirinya melayangkan sebuah polarisasi, maka yang ia dapatkan hanyalah distraksi sebagai balasan agar terhindar dari situasi tersebut.

Ia teramat letih dengan sandiwara yang ia mainkan seolah-olah tak pernah terusik dengan sikap perilaku sang tambatan hati pada sosok dirinya, juga kian perih yang melara di atas lukanya. Apakah ia terluka? Tentu, ia sangat mencintai sosok itu namun seseorang yang ia cintai justru menaruh hatinya pada sosok lain.

Ia, Inui Seishu, dan sang pujaan hatinya, Kokonoi Hajime. Ini menjadi kisah kasih perihal dirinya dan Kokonoi dalam juntaian kaset yang kusut. Ia, Inui Seishu yang selalu dianggap sebagai Inui Akane oleh cintanya.

...

“Cantik sekali, Inupi.”

Kokonoi mendekap kedua tangannya di atas dada sembari melayangkan pandangannya pada refleksi Seishu di pantulan cermin. Sosok itu tengah dibaluti gaun pendek dengan surai yang tergerai. Seishu mengangkat sudut bibirnya ke atas, tengah tersenyum dengan terpaksa. Ia membalas tatapan Kokonoi melalui cermin. Ia dapat melihat raut takjub yang tergambar di paras rupawannya.

Sebahagia itukah Kokonoi saat melihat dirinya dalam keadaan seperti ini? Seishu menatap lamat pada bayangan dirinya sendiri, meringis lalu terbahak hambar. Apakah itu potret dirinya sekarang, sangat jauh berbeda dengan sosoknya dahulu. Seishu bertanya kepada jiwanya, apa ia telah meninggalkan dirinya yang lama?

“Kamu suka?” Seishu angkat bicara.

“Tentu, you're the prettiest, mon cheri.

Seishu dibuat tersipu, ia tersenyum bahagia mendengar penuturan pujian dari Kokonoi. Ia merasakan sebuah tangan melingkar di pinggang sempitnya, Seishu tak perlu berpaling ia cukup menatap bayangan mereka di cermin. Kokonoi tengah mendekapnya begitu erat dan tak ada jarak yang terbentang di antara mereka. Kokonoi membelai pinggang hingga ke bagian pahanya yang tak terbalut sehelai benang pun.

“Kamu mau?” tanya Seishu walaupun ia sudah tahu apa jawabannya.

Kokonoi menggangguk simpul, ia menunjukkan seringainya dan jari-jarinya bergerak lincah di atas paha Seishu.

“Sudah lama kita gak melakukan itu.” Kokonoi menenggelamkan wajahnya di ceruk leher jenjang Seishu, mengecupi leher itu dengan ciuman lembut.

Seishu langsung terkesima, ia memiringkan kepalanya ke samping memberi ruang untuk Kokonoi menjamah lehernya. Daging basah tak bertulang menyapu permukaan kulit lehernya, Kokonoi sedang menjilati lehernya bak tengah menjilati sebuah permen. Seishu memejamkan netranya erat, rasanya seperti terbakar di seluruh tubuhnya. Tangan Kokonoi masih bertengger di pinggang ramping itu, sedangkan tangan lainnya bergerak menjelajah tubuh Seishu.

Ssh ... ” Seishu mendesis pelan tatkala tangan Kokonoi hendak bergerak masuk ke dalam gaun yang ia kenakan. “Koko ... ”

“Boleh, ‘kan?”

“Apapun, Ko. Lakukan apapun yang kamu mau padaku.”

Kokonoi menggigit kulit sehalus porselen itu sehingga menimbulkan ringisan dari mulut Seishu, ia menghisap kulit Seishu dan meninggalkan ruam merah keunguan di sana. Warnanya sangat kontras terlihat bahkan Seishu dapat melihat tanda itu melalui cermin. Tangan Kokonoi memasuki gaun yang Seishu kenakan, ia mengusap perut Seishu dan berujung mengusap kepemilikan Seishu yang nyaris menegang.

“Sudah tegang banget, Inupi?” Kokonoi terkekeh dan tangannya masih bergerak untuk mengusap kejantanan Seishu.

Aah ... ”

Kokonoi tersenyum menyadari betapa binalnya sosok Seishu dalam situasi seperti ini dengan dibaluti gaun berwarna hitam putih yang diberikan dirinya beberapa waktu yang lalu, Seishu tak mengenakan apapun untuk membaluti tubuhnya selain gaun pendek yang hanya menutupi sebagian pahanya, pula dadanya terekspos indah untuk dipandangi. Bagi Seishu, tak ada alasan untuknya menolak permainan intim bersama Kokonoi sebab pemuda itu selalu berhasil menaikkan birahinya dan ia juga menyukai bagaimana ereksi Kokonoi menggempur habis senggamanya.

Ia sangat menyukai adegan itu.

Tungkai Seishu melemah, nyaris tak dapat menahan bobot tubuhnya sendiri, untung saja Kokonoi memeluk pinggang Seishu erat agar tubuhnya dapat berdiri tegap saat Kokonoi masih sibuk memainkan kepemilikan Seishu. Kokonoi mengusap miliknya dengan sensual dan berikutnya ia menggerakan tangannya naik turun di ereksi Seishu. Seishu refleks melenguh panjang, ia mengepalkan tangannya kuat-kuat untuk membendung perasaan kupu-kupu yang mengisi relung hatinya.

“Koko ... ”

Shout my name a little bit louder, Inupi.”

Kokonoi itu gila begitu pula dengan permainan gilanya. Tangannya bergerak brutal menjamah ereksi Seishu, sedangkan tangan lainnya meremas dada Seishu yang masih terbalut gaun. Tangan Seishu bertengger ke belakang; paha Kokonoi. Ia tak sangggup menatap lurus ke depan di mana bayangan mereka tercetak jelas di cermin. Seishu malu menatap wajah binalnya sendiri di sana.

“Koko! Aah ... ” Seishu menurut untuk mendesahkan nama Kokonoi lebih nyaring lagi, ia ingin melolongkan nama itu dengan nyaring agar dunia tahu bahwa hanya nama Kokonoi yang dapat ia rapalkan dengan perasaan cinta yang membuncah.

“Suka, Inupi? Suka saat tanganku memainkan milikmu ini? Kamu hanya objek pemberantas nafsu liarku, Inupi. Kamu itu hanya seorang sundal murahan yang memohon untuk diludahi dan digagahi dengan ereksi. Lacur.”

Apakah Seishu merasa tersinggung dengan perkataan dari Kokonoi? Maka jawabannya tidak, Seishu merasa lebih tertantang saat egonya direndahkan dan dijatuhkan di atas tanah, justru nafsunya semakin menjadi-jadi ditambah permainan Kokonoi yang liar memuaskan ereksinya di bawah sana.

Semakin direndahkan semakin besar nafsu binatangnya untuk disetubuhi Kokonoi.

Kokonoi menggerakan tangannya dengan cepat di ereksi Seishu yang menegang melawan gravitasi, lubang ereksi Seishu mulai memuntahkan cairan ejakulasi yang membasahi tangan Kokonoi. Dengan cairan itu Kokonoi dapat begerak jauh lebih cepat karena ereksinya yang licin dengan cairan orgasme-nya sendiri.

Aah ... Koko, mau keluar ... ”

“Keluarkan, Inupi. Bukankah seorang sundal memang begitu? Hanya bisa cumming tak tahu tempat, persis seperti binatang.” Batang ereksi Seishu berkedut tanda cairan putihnya akan segera sampai. Tiga kocokan terakhir mampu membuat Seishu memuntahkan cairannya membasahi tangan Kokonoi.

Seishu mencoba mengatur napasnya yang tak beraturan, ia tersengal sebab putihnya baru saja datang. Kokonoi tersenyum melihat ekspresi Seishu yang kacau dengan dipenuhi peluh di pelipisnya. Seishu menyenderkan tubuhnya pada dada bidang Kokonoi, karena tungkai semakin melemah akibat pelepasan pertamanya. Seishu kembali mengangkat wajahnya untuk melihat bayangan mereka, salah satu tangan Kokonoi mendekap pinggangnya erat sedangkan tangannya yang dikotori cairan ejakulasi Seishu, ia arahkan ke mulutnya sendiri. Kokonoi menjilati jari-jarinya yang basah dengan cairan Seishu, tatapan mereka saling bersitatap melalui cermin. Kokonoi menyeringai untuk menggoda Seishu, lidahnya bergerak naik turun untuk menjilati jari-jarinya.

Seishu menelan ludahnya susah payah, ia menyumpah nyerapahi dirinya sendiri melihat betapa panasnya sosok Kokonoi di belakangnya. Setelah membuatnya terkulai tak berdaya kini pemuda itu kembali membangkitkan nafsunya dengan bergerak sensual. Seishu sudah tak tahan, ia ingin segera dihancurkan oleh Kokonoi.

“Oh, begini rasa dari seorang sundal murahan? Tidak ada yang spesial.” Di kala jari-jarinya sudah bersih dari cairan Seishu, Kokonoi menarik tangannya yang awalnya bertengger di pinggang Seishu, ia melepaskan ritsleting gaun Seishu yang berada di bagian punggung pemuda itu.

Perlahan gaun yang semula terbalut indah di tubuh Seishu kini tanggal begitu saja di atas lantai membuat tubuh Seishu lolos telanjang tanpa sehelai benang sedikit pun. Kokonoi berdecak kagum melihat leher Seishu yang dipenuhi tanda kemerahan dan batang ereksinya yang memerah setelah pelepasan pertamanya. Kokonoi membelai tubuh Seishu yang selembut kain sutra, ia mengecup pundak Seishu dengan lembut. Melihat tubuh Seishu terekspos seperti ini membuat Kokonoi berdecak takjub. Ia sangat menyukai Seishu dalam keadaan telanjang.

“Koko ... ”

“Hm?”

“Ayo lakukan, aku mau milik kamu berada di dalamku, ayo hancurkan aku lagi. Buat aku hanya merapalkan namamu, buat aku mendesahkan namamu dengan nyaring, Koko. Aku sudah gak tahan lagi ... ”

“Kamu benar-benar murahan, ya?”

Kokonoi menarik rahang Seishu dan ia langsung menyambar bibir Seishu untuk saling memagut terlarut dalam ciuman intens. Ciuman pemuda bersurai pekat itu sangat kasar bahkan meninggalkan luka di bibir bawah Seishu, ia memasukkan lidahnya ke dalam untuk mengabsen gigi-gigi Seishu dan mengajaknya berperang lidah. Tentunya kedua tangannya tak tinggal diam, tangan kanannya bergerak ke bagian bokong Seishu dan tangan lainnya memanjakan dada Seishu yang sedikit berisi. Kokonoi sungguh teramat mendambakan sosok Seishu yang sempurna.

Ssh ... ” Seishu mendesis perih perihal luka di bibirnya, Kokonoi tak sedikit pun memberi celah di ciuman mereka bahkan tak rela sekadar Seishu menarik tarikan napas. Dadanya bergerak turun naik, ditambah pula jari Kokonoi yang memilin kedua putingnya secara bergantian.

Tubuhnya menjadi sangat sensitif. Kokonoi melesakkan satu jarinya ke dalam lubang senggama Seishu yang masih sempit dan perlu penetrasi terlebih dahulu. Kokonoi menggerakkan dua jarinya keluar masuk ke dalam pusat tubug Seishu.

“Koko! Aah! Di situ ... ”

Seishu menegang kala Kokonoi mengenai titik sensitifnya, tungkainya hampir ambruk jika saja Kokonoi tak menahannya. Ciumannya masih berlangsung hingga saat ini, Kokonoi meremas kuat dada Seishu dan dua jarinya sibuk menggempur lubang Seishu. Seishu rasanya ingin menyembah Kokonoi dan segala permainannya. Wajahnya bersimbah dengan air mata dan mulutnya terbuka nikmat.

“Koko, lebih cepat! Hngg ... ahh.” Seishu menyempatkan untuk mendesah di sela-sela ciuman mereka. Seperti dititahkan oleh tuannya, Kokonoi menaikkan gerak tangannya di dalam lubang Seishu.

“Wah, basah sekali, Inupi. Aku bangga karena menjadi satu-satunya yang bisa menyetubuhi sundal sepertimu.” Kokonoi menurunkan punggung Seishu ke depan yang membuat pemuda itu menungging tepat di hadapan sebuah cermin.

Kokonoi menampar bokong Seishu beberapa kali sehingga kedua pipi bokong Seishu menunjukkan warna kemerahan, sedangkan tiga jarinya memenuhi lubang Seishu yang basah dan berkedut-kedut. Kokonoi hilang kontrol atas kewarasannya, yang ada di pikirannya hanyalah Seishu, untuk menghancurkan Seishu menjadi ribuan kepingan yang berhamburan.

Baginya Seishu itu sosok piawai pemberantas nafsu birahi dengan raga yang dipahat sempurna. Kulit selembut kapas, sehalus porselen, seputih awan. Maka dari itu nafsunya meliar seketika melihat Seishu telanjang di hadapannya. Kokonoi pun tak mengerti mengapa ia menjadikan Seishu sebagai objek pemuas nafsunya, entah atas dasar apa ia bersikap demikian.

Jari panjang Kokonoi berulang kali menyundul titik ekstasi Seishu, pemuda bersurai terang itu menjerit kenikmatan. Walau perasaannya kalut namun tak menampik kenyataan bahwa ia pun sama menikmatinya. Mendambakan ereksi Kokonoi yang bersemayam di dalamnya.

“Lagi ... mau keluar lagi ... ”

“Gak berguna, hanya bisa keluar dan keluar. Untuk apa aku memakai kamu kalau kamu hanya bisa bersikap seperti ini? Tunjukkan taring lacurmu itu, tunjukkan pada dunia bahwa kamu tidak murahan yang hanya bisa membasahi seluruh ruangan dengan cairanmu.”

Seishu menahan napas, ia berpegangan pada kaca di depannya. Di dalam pikirannya saat ini, ia tak boleh mengeluarkan pelepasan keduanya sebelum mendapatkan izin dari sang dominan, ia harus sadar diri bahwa Seishu hanyalah budak yang harus menuruti seluruh keinginan sang tuan.

Ahh! Mau buat Koko bangga ... ”

“Jadi anjing penurut, Inupi.”

Seishu mati-matian menahan pelepasannya, ia menggenggam ereksinya sendiri dan menutup lubang maninya. Kokonoi tersenyum sumringah melihat Seishu yang menuruti penuturannya. Maka dari itu ia bisa bergerak dengan cepat di dalam lubang Seishu. Seishu tertohok saat batang kepemilikannya melalukan orgasme kering, rasanya sangat menyakitkan. Ia menggenggam erat ujung pangkal ereksinya sendiri agar tak ada setetes pun cairannya keluar.

Setelah puas dengan permainan jarinya, Kokonoi mencabut jarinya dari dalam lubang Seishu. Ia menatap lubang yang haus akan sentuhan itu dengan lamat, lalu mengalihkan tatapannya pada cermin.

“Pintar sekali, anjing kecil. Kira-kira hadiah apa yang pantas untuk diberikan kepada anjing penurut ini, Inupi?” Kokonoi menarik pundak Seishu agar kembali bersandar di dadanya. Napas Seishu tersengal-sengal, ia tak mampu mengeluarkan sepatah kata.

“Mau punya Koko di dalamku ... ”

“Hm?” Kokonoi berdehem hendak menggoda Seishu. “Kurang nyaring, sayang. Coba katakan lebih jelas.”

“Mau penis Koko menggempur lubang murahanku, mau dihancurkan oleh Koko sampai aku gak bisa berkata apapun selain menggonggongkan nama Koko dalam desahanku. Aku mau itu, Ko ... ”

Kokonoi tak langsung menjawab, ia mulai menanggalkan pakaian demi pakaian yang masih merekat di tubuhnya hingga mereka berdua sama-sama telanjang. Seishu meneguk ludahnya susah payah kala tak sengaja melihat ereksi Kokonoi yang semakin membesar dan telah menegang sempurna.

“Ini yang kamu maksud, sayang?” Kokonoi menuntun tangan Seishu untuk memanjakan kepemilikannya. Suara husky yang rendah seolah-olah menghunusnya tepat di ulu hatinya, Seishu merasa sirkulasi udara di ruangan ini semakin menipis. Tangan Seishu bergetar kala tangannya bersentuhan dengan batang ereksi Kokonoi, “usap dia.”

Seishu mengusap batang kejantanan Kokonoi dengan lembut dan teratur, tercipta perasaan bahagia yang menggerogoti jiwanya. Ia merindukan milik Kokonoi dan sudah lama sekali ia tak memanjakannya.

“Cukup.” titah Kokonoi. “Berpegangan pada kaca, Inupi, dan jangan sekalipun alihkan pandanganmu pada cermin di depan sana.”

Vokalisasi Kokonoi merendah dan perintahnya pun mutlak. Seishu tak boleh melawannya sama sekali. Kedua tangan Seishu berpegangan pada sisi-sisi cermin dengan erat dan tubuhnya sedikit menungging. Kokonoi mengarahkan batang ereksinya pada lubang Seishu yang berkedut minta dipenuhi. Ia melesakkan miliknya dengan mudah ke dalam lubang Seishu sebab ia telah melakukan penetrasi sebelumnya, liang Seishu masih terasa sempit walau telah disetubuhi beberapa kali. Seishu melenguh panjang saat ujung ereksinya langsung mengenai prostatnya.

“Koko, move.” pintanya pelan.

Kokonoi mencengkram pinggang Seishu dan ia menggerakan pinggulnya maju mundur. Ereksi Kokonoi menghujam lubangnya brutal tanpa celah sedikit pun. Seishu menatap pantulan mereka melalui cermin, menatap dengan lamat sosok Kokonoi yang menghancurkannya di belakangnya. Kokonoi membalas tatapan Seishu dan ia menyunggingkan senyuman.

Hatinya menghangat setiap kali melihat senyuman Kokonoi untuknya.

Kokonoi bergerak piston, mengeluar-masukkan miliknya di dalam lubang Seishu. Dinding rektum Seishu menjepit ereksi Kononoi dengan erat, lantas pemuda itu berdecak. Tak lupa sesekali tangannya menampar bongkahan sintal itu yang menciptkan tanda kemerahan yang kentara. Melakukan seks di depan cermin yang memantulkan bayangan mereka merupakan suatu hal yang baru.

Mereka menyukainya, sebab mereka dapat melihat kegiatan mereka yang terekam langsung di hadapan cermin. Seishu mampu memandangi batang kepemilikan Kokonoi yang menumbuk rancu di dalam lubangnya, ia juga dapat melihat tubuhnya yang dihiasi tanda kepemilikan Kokonoi.

Aah ... ahh.”

“Koko ... ahh, mau Koko selamanya. Mau selalu disetubuhi Koko seperti ini.”

“Murahan.”

Kokonoi selalu bergerak rancu ketika mereka melakukan hubungan seks bersama, Kokonoi tipikal yang kasar dan memperlakukan Seishu seperti budak. Namun, setelah mereka menyelesaikan seks maka Kokonoi akan melakukan aftercare yang baik pada dirinya. Itulah yang Seishu suka saat melakukan seks bersama Kokonoi.

“Inupi, ssh, kira-kira aku harus membayarmu dengan apa karena sudah membuatku seperti ini?” Kokonoi berujar di tengah-tengah kegiatannya.

Seishu dapat melihat Kokonoi menunduk untuk melihat permainannya di dalam liang senggama Seishu. “Cintai aku, Koko.”

Ia tak tahu apakah Kokonoi dapat mendengar penuturan tulusnya atau tidak. Seishu merasakan lubangnya semakin menjepit ereksi Kononoi dan juga kepemilikannya yang berkedut. Seishu hampir sampai untuk menuju dunia putihnya, Kononoi menyadari itu dan ia langsung menghujami senggamanya Seishu lebih cepat tanpa beraturan.

Ahh ... ahh. Koko, mau sampai ... ”

Cumming for me, Inupi.” titahnya.

Seishu mengeratkan pegangannya pada ujung cermin agar tubuhnya tak seketika ambruk ke lantai, hentakan demi hentakan seolah mengantarkan aliran birahi ke sekujur tubuhnya maka sepersekon kemudian Seishu mencapai puncaknya dan memuntahkan cairan ejakulasinya sehingga mengotori lantai dan cermin.

Sedangkan Kokonoi masih berusaha mencapai puncaknya, ia ingin mengeluarkan seluruh cairannya ke dalam lubang Seishu, Kokonoi tak begitu menyukai seks dengan alat kontrasepsi karena itu hanya penghalang miliknya bersentuhan langsung dengan lubang Seishu. Maka ia lebih menyukai raw sex agar lubang Seishu selalu mengingat setiap gerakannya di dalam sana.

“Keluarin di dalam, Koko. Biar aku bisa merakan cairan kamu lagi ... ”

Always will be, Inupi.”

Sentakan Kokonoi rancu walaupun ia telah mengeluarkan cairan ejakulasinya di dalam senggama Seishu, rasa hangat yang menyapa lubang Seishu. Baginya itu teramat nikmat untuk ia terima. Kokonoi menancapkan ereksinya lebih dalam agar tak ada cairan miliknya yang keluar.

Seishu tersedak, Kokonoi menundukkan tubuhnya sehingga dada dan punggung Seishu bersentuhan. Kokonoi menyesap kulit di bahu halus Seishu. Ia ingin menandai miliknya lagi.

“Koko.”

“Hm?” Kokonoi belum mencabut ereksinya dari dalam Seishu, ia masih ingin berada di dalam situasi seperti ini, ia masih ingin memeluk tubuh hangat Seishu.

Sshh.” Seishu mendesis ketika ia tak sengaja menggerakan tubuhnya yang masih dipenuhi ereksi Kononoi. Ia menarik napas panjang sebelum mengeluarkannya secara perlahan. Ia pandangi pandangan diorama yang terpampang di hadapannya. Netra Kokonoi yang terkatup dan tangannya yang mendekap pinggangnya erat.

“Aku ini ... siapa?”

Kokonoi berdehem pelan, ia membuka kelopak matanya dan membalas tatapan sayu yang Seishu layangkan kepadanya.

“Inupi, Inui Seishu.” tafsirnya pelan.

“Lantas, mengapa kamu selalu menganggapku sebagai Akane?”

Kokonoi membelai pipi Seishu dengan lembut, tatapannya menajam seketika.

“Karena aku selalu mencintai Akane, aku melihat sosok Akane di balik matamu. Maka biarkan aku mencintai Akane melalui dirimu, Inupi.”

[]